Apa jadinya jika satu kesalahan di masa remaja harus mendefinisikan sisa hidupmu? Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh sekelompok mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melalui sebuah program pengabdian masyarakat yang menyentuh dan inovatif.
Bertajuk "Resilience in Action", inisiatif ini hadir membawa angin segar bagi pembinaan karakter anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Sukamiskin Bandung.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) ini dirancang sebagai respons atas data nasional yang menunjukkan hampir 2.000 anak terlibat konflik hukum sepanjang tahun 2023.
Tim mahasiswa melihat adanya tantangan serius yang dihadapi anak binaan, terutama risiko residivisme dan kurangnya dukungan keluarga saat proses reintegrasi sosial. Faktor-faktor seperti kondisi emosional yang labil dan kebingungan dalam menentukan arah hidup menjadi persoalan mendasar yang membutuhkan pendekatan komprehensif.
"Tujuan kami adalah membekali mereka dengan 'kail', bukan sekadar 'ikan', agar mereka tangguh menghadapi tantangan hidup setelah bebas," ujar Kayla Nurul Tahira, Ketua Tim Pelaksana PKM-PM UPI, Senin (6/10/2025). "Kami percaya resiliensi sejati lahir dari fondasi karakter yang kuat, yang memadukan kesadaran diri dengan nilai spiritual."
Tim ini terdiri dari lima mahasiswa yang merupakan hasil kolaborasi lintas disiplin ilmu. Selain Kayla, tim ini dieksekusi oleh Ilma Nur Asyiyah dan Faiz Firdaus dari Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam (FPIPS), serta Rizka Ayu Sofiani dan Rizka Aziemah Akhyar dari Program Studi Bimbingan dan Konseling (FIP).
Seluruh rangkaian kegiatan ini berada di bawah bimbingan Bapak Risris Hari Nugraha, M.Hum. selaku dosen pendamping, yang turut memberikan arahan agar program berjalan sesuai koridor akademis dan kebutuhan mitra.
"Program pengabdian seperti ini adalah wujud nyata dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga mengasah empati dan kemampuan memecahkan masalah langsung di tengah masyarakat," ungkap Bapak Risris.
Program "Resilience in Action" dieksekusi melalui empat pilar kegiatan utama yang dirancang untuk saling menguatkan:
- Self-Leadership Training: Sesi ini menjadi fondasi utama, di mana para peserta dibimbing untuk membangun kemandirian, kesadaran diri, dan kemampuan mengelola emosi. Mereka diajak untuk mengenali kekuatan dan kelemahan pribadi, menetapkan tujuan hidup yang positif, dan memahami pentingnya bertanggung jawab atas setiap pilihan yang diambil.
- Islamic Counseling: Berfungsi sebagai pendampingan spiritual yang preventif dan kuratif, sesi ini menyediakan suasana aman dan tanpa penghakiman. Di sini, anak binaan dapat berbagi cerita dan masalah pribadi, serta belajar teknik-teknik mengelola stres dan menemukan ketenangan batin yang bersumber dari nilai-nilai keagamaan.
- Islamic Literacy Program: Lebih dari sekadar membaca, pilar ini fokus pada diskusi buku-buku pengembangan diri Islami yang ringan dan relevan. Tujuannya adalah menjembatani pemahaman agama dengan praktik akhlak sehari-hari, sehingga nilai seperti sabar, syukur, dan jujur menjadi panduan yang membumi dan aplikatif.
- Festival Theater of Hope: Sebagai puncak dari seluruh rangkaian, kegiatan ini menjadi wadah kreatif bagi para peserta untuk mengekspresikan diri dan merefleksikan perjalanan mereka. Melalui seni teater, mereka menyuarakan harapan akan perubahan, yang secara efektif meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berkomunikasi di hadapan publik.

Foto pada kegiatan Islamic Literacy guna menumbuhkan minat baca dan kemampuan diskusi anak binaan.
Inisiatif ini mendapat sambutan yang sangat positif dari pihak LPKA Sukamiskin Bandung. Kolaborasi yang erat antara tim pelaksana dan para pembina menjadi kunci kelancaran program. Pihak LPKA menilai model pembinaan yang inovatif ini menjadi aset baru yang menyegarkan.
"Kami sangat mengapresiasi pendekatan yang dibawakan oleh adik-adik mahasiswa UPI. Sangat terasa sinergi yang kuat di lapangan," ujar salah seorang pembina. "Kami mengamati antusiasme yang tinggi dari anak-anak binaan. Ini memberikan optimisme besar bagi kami."
Untuk memastikan keberlanjutan program, tim mahasiswa juga menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) bagi para pembina LPKA. Selain itu, sebuah modul program dan buku saku telah diserahkan sebagai panduan praktis agar kegiatan serupa dapat terus dijalankan secara mandiri oleh pihak LPKA di masa mendatang.
Program ini menjadi bukti nyata kolaborasi strategis antara dunia akademik dan lembaga pemasyarakatan dalam menciptakan solusi konkret. Inisiatif mahasiswa UPI ini tidak hanya menjadi program pengabdian sesaat, tetapi juga sebuah investasi jangka panjang untuk membangun kembali harapan dan masa depan anak bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News