Cerita legenda asal usul Talaga Warna merupakan salah satu cerita yang berasal dari Provinsi Jawa Barat. Lalu, menurut legenda bagaimana Talaga Warana ini terbentuk?
Legenda Talaga Warna, Cerita Rakyat Jawa Barat
Mengutip dari buku berjudul Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara karya Sumbi Sambangsari menceritakan dahulu kala, di daerah Jawa Barat berdiri sebuah kerajaan yang makmur dan tenteram. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja bijaksana yang dikenal dengan sebutan Sang Prabu serta permaisuri yang anggun dan berhati lembut.
Di bawah kepemimpinan mereka, rakyat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan. Namun, di balik semua kebahagiaan itu, ada satu hal yang membuat Sang Prabu dan Permaisuri bersedih, dimana mereka belum juga dikaruniai seorang anak.
Berbagai tabib dan dukun terkenal telah didatangkan ke istana, namun tak satu pun yang berhasil membantu mereka memperoleh keturunan. Hari-hari Sang Prabu dan Permaisuri pun diliputi kegundahan. Mereka khawatir tidak akan ada penerus tahta yang menjaga dan melindungi rakyat di masa depan.
Suatu hari, Sang Prabu memanggil penasihat istana untuk menyampaikan isi hatinya. “Paman penasihat, aku sering terbangun di tengah malam karena gelisah. Siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan negeri ini jika aku tiada?” keluhnya.
Sang penasihat pun menanggapi, “Ampun, Baginda. Mungkin sudah saatnya Baginda dan Permaisuri mengangkat seorang anak?” Namun Sang Prabu menolak dengan lembut, “Tidak, Paman. Kami menginginkan penerus yang lahir dari darah dan keturunan kami sendiri.”
Waktu terus berlalu, tetapi Sang Permaisuri tak kunjung mengandung. Kesedihan yang mendalam membuat Sang Prabu memutuskan untuk pergi ke hutan melakukan tapa dan berdoa agar dikaruniai seorang anak.
Bulan demi bulan berlalu. Doa tulus Sang Prabu akhirnya dikabulkan. Tak lama setelah ia kembali ke istana, Sang Permaisuri pun mengandung. Kabar bahagia itu disambut sukacita oleh seluruh rakyat. Mereka datang berbondong-bondong membawa hadiah sebagai tanda syukur dan kebahagiaan.
Sembilan bulan kemudian, Permaisuri melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Kerajaan pun kembali berpesta. Putri kecil itu tumbuh menjadi gadis rupawan yang lembut dan mempesona.
Waktu berlalu cepat, dan tibalah saat yang dinanti, yaitu ketika ulang tahun ke-17 sang Putri. Istana bersiap merayakan hari istimewa itu dengan pesta besar yang dihadiri seluruh rakyat.
Hadiah dari berbagai penjuru kerajaan menumpuk di istana. Sang Prabu pun memerintahkan seorang ahli perhiasan untuk membuatkan kalung terindah bagi putri tercintanya.
“Hai Tuan, buatlah kalung paling indah di dunia untuk putriku,” titah Sang Prabu.
“Dengan senang hati, Yang Mulia,” jawab sang ahli perhiasan penuh hormat.
Hari perayaan tiba. Alun-alun istana berubah menjadi taman megah yang dihiasi bunga-bunga indah dan iringan musik yang meriah. Rakyat bersorak menyambut Sang Prabu, Permaisuri, dan sang Putri yang tampil menawan dalam balutan busana kerajaan. “Hidup Raja! Hidup Permaisuri! Hidup Sang Putri!” teriak mereka penuh semangat.
Saat hadiah dibagikan, Sang Prabu menyerahkan kalung istimewa kepada putrinya sambil berkata, “Putriku, terimalah hadiah ini sebagai tanda cinta dari seluruh rakyatmu.” Namun, bukannya bahagia, sang Putri justru kecewa.
“Ah, kalung ini jelek! Aku tidak mau memakainya!” ucapnya dengan nada kesal. Ia pun melempar kalung itu ke lantai hingga batu permatanya berserakan ke seluruh penjuru ruangan.
Suasana pesta yang semula meriah mendadak hening. Tak ada seorang pun yang berani berkata-kata. Sang Permaisuri menangis sedih melihat sikap putrinya yang angkuh. Tangisan itu pun disambut isak rakyat yang hadir. Mereka semua menangis hingga air mata membanjiri istana.
Tiba-tiba, keajaiban terjadi. Dari tempat pesta itu, muncul mata air yang terus memancar deras. Air tersebut semakin lama semakin banyak hingga akhirnya menenggelamkan istana beserta seluruh isinya. Tempat itu kemudian membentuk sebuah danau yang indah, dan rakyat menamainya Talaga Warna.
Disebut Talaga Warna karena air danau itu memantulkan beragam warna indah, di mana warna hijau dari pepohonan, biru dari langit, dan merah muda dari bunga-bunga di sekitarnya.
Konon, warna-warni itu berasal dari batu-batu permata kalung sang putri yang tersebar di dasar danau. Hingga kini, legenda ini masih hidup di tengah masyarakat Jawa Barat sebagai kisah tentang kesombongan, penyesalan, dan cinta seorang raja kepada putrinya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News