Di Kenagarian Jongah, Kec. Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatra Barat, mempercayai ada sepasang batu yang ukuranya bertambah setiap tahun. Masyarakat menyebutnya Batu Ayah dan Ibu sebuah legenda yang hidup dari mulut ke mulut masyarakat setempat hingga sekarang.
Asal-Usul Legenda
Menurut cerita yang diwariskan turun-temurun, sepasang batu ini dulunya berada di puncak gunung. Konon, batu tersebut menggelinding hingga menetap di tengah pemukiman warga. Warga kampung percaya, peristiwa itu bukan sekadar kebetulan, melainkan bagian dari kisah gaib yang tak lepas dari campur tangan alam dan hal-hal mistis.
Batu Ayah terletak di Kampung Jongah, sedangkan Batu Ibu berada di Batu Tembak dengan jarak sekitar 500 meter. Mengapa dinamakan Batu Ayah dan Ibu? Menurut salah seorang warga, hal ini karena di dekat Batu Ibu terdapat sebuah batu kecil yang dianggap sebagai anak. Dari situlah warga percaya bahwa keduanya adalah sepasang suami istri.
Selain dipercaya sebagai simbol keluarga, batu ini juga dianggap memiliki “jiwa”. Warga meyakini, jika batu itu diganggu atau dirusak, bisa mendatangkan kesialan bagi pelakunya. Maka tak heran, meski hanya berupa bongkahan batu besar, keberadaannya begitu dihormati oleh masyarakat sekitar
Pertumbuhan Batu
Sejak pertama kali ditemukan di pemukiman, ukuran Batu Ayah dan Ibu jauh lebih kecil dibandingkan sekarang. Para orang tua di kampung Jongah masih mengingat cerita dari leluhur mereka, bahwa batu-batu itu dulunya hanya sebesar gundukan tanah. Namun seiring berjalannya waktu, Batu Ayah perlahan terlihat semakin besar, seakan-akan ia “bertumbuh” layaknya makhluk hidup.
Yang menarik, perubahan itu hanya terjadi pada Batu Ayah. Ukurannya makin lama makin tinggi dan melebar, sehingga warga percaya bahwa batu ini memiliki kekuatan gaib. Sementara itu, Batu Ibu tidak lagi mengalami pertumbuhan. Batu tersebut tetap berada pada ukuran yang sama sejak puluhan tahun lalu, seolah berhenti pada masa tertentu.
Bagi masyarakat setempat, perbedaan ini memiliki makna khusus. Batu Ayah yang terus membesar dianggap sebagai simbol kekuatan seorang ayah yang menjadi pelindung keluarga, sedangkan Batu Ibu yang tetap sama melambangkan kesetiaan dan keteguhan seorang ibu.
Beberapa warga bahkan meyakini bahwa jika diperhatikan setiap tahun, ada bagian tertentu dari Batu Ayah yang terlihat menonjol atau melebar. Meski tidak semua orang bisa membuktikan dengan ukuran pasti, cerita ini menjadi kesaksian kolektif yang memperkuat keyakinan bahwa batu itu memang “hidup” dan tidak sama dengan batu-batu lain di sekitarnya.
Fakta Unik
satu fakta menarik yang di ceritakan warga bahwasanya batu ayah akan meminta "mandi" setidaknya sekali setahun. Namun mandi yang dimaksud bukan di guyur dengan air seperti kita mandi atau bukan juga di guyur air hujan, melainkan banjir yang merendam sekitar 100 meter mengenai bagian bawah batu tersebut.Uniknya,Kampung Jongah memang hampir selalu terendam banjir setidaknya sekali dalam setahun.
Yang membuat kisah ini terasa semakin misterius, warga meyakini bahwa sebelum banjir besar datang, Batu Ayah kerap mengeluarkan suara aneh, seperti bunyi retakan halus atau dengungan dari dalam batu. Suara inilah yang dianggap sebagai “isyarat” bahwa Batu Ayah akan segera dimandikan oleh alam. Dan benar saja, tak lama setelah suara itu terdengar, banjir pun melanda kampung dan merendam area sekitar batu.
Fenomena itu diceritakan turun-temurun. Banyak warga tua meyakini bahwa banjir tahunan yang selalu melanda Kampung Jongah bukanlah kebetulan, melainkan sebuah “ritual alam” yang menjaga Batu Ayah tetap hidup. Bagi masyarakat, air bah yang datang dianggap sebagai bentuk kasih sayang alam semesta kepada batu tersebut.
Meski sebagian orang mungkin meragukan cerita tentang suara batu, bagi warga setempat, hal itu sudah menjadi bagian dari pengalaman kolektif mereka. Fakta unik inilah yang menjadikan Batu Ayah bukan sekadar batu besar, melainkan simbol hidup yang berhubungan erat dengan keseimbangan antara manusia dan alam.
Antara Legenda dan Penjelasan Ilmiah
Bagi sebagian orang luar, tentu muncul pertanyaan: benarkah batu bisa tumbuh? Secara ilmiah, batu adalah benda mati. Namun, ada beberapa penjelasan logis mengapa batu bisa terlihat “membesar”. Proses geologi, endapan tanah, pertumbuhan lumut dan vegetasi kecil, serta pengendapan material dari banjir tahunan bisa membuat batu tampak lebih besar seiring berjalannya waktu.
Namun, masyarakat Kampung Jongah tidak melihatnya dari kacamata sains. Bagi mereka, perubahan ukuran batu adalah bukti bahwa batu itu “hidup”. Lebih dari sekadar fenomena alam, Batu Ayah dan Ibu mengandung pesan moral yang jauh lebih dalam: tentang hubungan manusia dengan alam, tentang nilai kebersamaan dalam keluarga, dan tentang kearifan lokal yang terus dijaga meski zaman berubah.
Legenda ini juga menunjukkan bagaimana masyarakat tradisional menafsirkan alam di sekitar mereka. Alih-alih memandang batu hanya sebagai benda mati, warga melihatnya sebagai bagian dari kehidupan yang memberi pelajaran. Perpaduan antara cerita rakyat dan kemungkinan penjelasan ilmiah inilah yang menjadikan kisah Batu Ayah dan Ibu terasa begitu menarik dan bernilai untuk dilestarikan.
Apakah benar batu tersebut bisa bertumbuh seperti makhluk hidup, atau hanya sekadar legenda yang dijaga masyarakat setempat? Apa pun jawabannya, Batu Ayah dan Ibu tetaplah menjadi saksi bisu yang menyimpan cerita, menjaga kearifan lokal, dan mempererat kebersamaan warga Pesisir Selatan.
Bagaimana menurut Kawan GNFI?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News