brave pink hero green dan seablings wajah baru perlawanan di cyber society - News | Good News From Indonesia 2025

Brave Pink, Hero Green, dan SEAblings: Wajah Baru Perlawanan di Cyber Society

Brave Pink, Hero Green, dan SEAblings: Wajah Baru Perlawanan di Cyber Society
images info

Brave Pink, Hero Green, dan SEAblings: Wajah Baru Perlawanan di Cyber Society


Gelombang demonstrasi yang merebak sejak 25 Agustus 2025 di Indonesia tidak muncul dari ruang hampa. Pemicunya adalah kemarahan publik terhadap tunjangan DPR yang dinilai berlebihan di tengah krisis ekonomi, gelombang PHK, serta harga kebutuhan pokok yang kian melambung.

Puncaknya terjadi ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal ditabrak rantis Brimob. Tragedi ini menjadi percikan yang menyulut aksi massa di berbagai kota. Namun, kemarahan kolektif tersebut sesungguhnya telah dipupuk lama.

Di media sosial, publik kerap menyaksikan para elite politik memamerkan gaya hidup mewah, sementara rakyat dipaksa berhemat, membayar pajak lebih tinggi, dan menghadapi lapangan kerja yang semakin sempit. Kontras visual ini menciptakan luka simbolik yang menumpuk, diperparah oleh pernyataan para pejabat publik yang seringkali mengolok-olok rakyat. Fenomena ini menggambarkan kegagalan mereka merepresentasikan diri sebagai wakil rakyat.

Berbeda dengan demonstrasi besar sebelumnya, seperti penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, aksi kali ini tidak digerakkan oleh figur tunggal atau organisasi mapan. Mobilisasi berlangsung secara nonhierarkis dengan memanfaatkan jejaring digital. Tagar seperti #IndonesiaGelap, #KaburAjaDulu, dan kini #ResetIndonesia tidak hanya menjadi slogan, melainkan algoritma emosi yang menular secara real time, mempertemukan ruang digital dengan ruang fisik.

Sejalan dengan teori Emotional Contagion (Kramer et al., 2014), emosi kolektif kini menular lewat interaksi daring. Media sosial bukan sekadar menyalurkan informasi, tetapi juga mengatur ritme kemarahan, harapan, dan solidaritas.

baca juga

Simbol Warna: Brave Pink dan Hero Green

Dalam arus digital tersebut, warna menjadi bahasa baru perlawanan. Brave Pink lahir dari potret seorang ibu berhijab merah muda yang berdiri tenang di garis depan unjuk rasa. Fotonya viral, dan dalam hitungan jam, warna merah muda menjelma menjadi simbol keberanian sipil yang lembut, tetapi kokoh.

Orang-orang membanjiri lini masa dengan filter dan visual bernuansa merah muda, seakan menegaskan bahwa keberanian tidak selalu identik dengan kekerasan, melainkan bisa juga tampil melalui kelembutan dan daya juang perempuan.

Sebaliknya, Hero Green berangkat dari tragedi. Jaket hijau khas ojek online berubah menjadi simbol penghormatan sekaligus perlawanan setelah Affan Kurniawan meninggal dunia. Profil media sosial dilapisi nuansa hijau, sebagai penegasan bahwa pengorbanan orang kecil tak boleh diabaikan, dan bahwa nyawa warga negara tidak boleh sekadar menjadi angka dalam laporan berita.

Solidaritas Regional: SEAblings

Perlawanan digital juga melampaui batas negara. Tagar #SEAbling—akronim dari Southeast Asian Siblinghood—menjadi tanda solidaritas regional. Warga Asia Tenggara menunjukkan dukungan dengan memesan makanan daring dari negara mereka untuk dibagikan kepada para pengemudi dan demonstran di Indonesia. Aksi lintas batas ini memperlihatkan bagaimana media sosial menciptakan ruang persaudaraan baru dalam skala regional.

Kontroversi Platform dan Hak Digital

Di tengah eskalasi, publik kehilangan salah satu jalur informasi utama ketika TikTok memutuskan untuk menonaktifkan fitur live streaming. Langkah yang disebut sebagai keputusan “sukarela” ini justru dipandang kontraproduktif karena siaran langsung menjadi kanal informasi real time yang lebih publik percaya ketimbang televisi.

Menurut Direktur Celios, Nailul Huda, seperti diberitakan Tempo, pembatasan ini bukan hanya melanggar hak atas informasi, tetapi juga merugikan pelaku usaha. Pemerintah dan penyedia platform semestinya melindungi kebebasan pers serta hak publik untuk mengetahui kondisi lapangan, bukan menutupinya.

Menuju Digital Crowd Politics

Fenomena Brave Pink, Hero Green, dan SEAblings menandai pergeseran menuju digital crowd politics alias politik massa yang digerakkan oleh algoritma. Media sosial memberikan daya mobilisasi yang cepat, fleksibel, dan tak bergantung pada tokoh karismatik. Namun, kekuatan ini sekaligus menjadi kelemahan: gerakan sering kali reaktif ketimbang strategis.

Selain itu, algoritma platform lebih mendorong viralitas emosi daripada deliberasi publik. Hal ini membuka ruang manipulasi: dari seruan aksi palsu, buzzer mikro, hingga influencer berbayar yang diarahkan untuk memecah fokus massa. Dengan demikian, solidaritas digital yang semula autentik dapat berubah menjadi alat fragmentasi oleh elite politik.

Jika negara gagal membaca ekosistem baru ini, siklus kerusuhan akan terus berulang karena akar ketidakadilan tetap ada. Alih-alih mengambinghitamkan pihak asing atau "menculik" demonstran, yang lebih mendesak adalah reformasi struktural: perbaikan sistem pendidikan, penciptaan lapangan kerja, regulasi digital yang adil, serta upaya serius mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi.

Hanya dengan cara itu, ruang digital bisa kembali menjadi arena partisipasi sehat, bukan sekadar medan pelarian emosi yang mudah dieksploitasi.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SM
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.