Ketika peralihan menuju energi bersih menjadi agenda global, seorang pemuda dari Gowa, Sulawesi Selatan, memilih untuk mengaplikasikannya dalam dunia pertanian. Andi Fathur Radhy, bersama saudara kandungnya, mendirikan Samata Green House (SGH) di lahan seluas 16×50 meter yang memanfaatkan teknik Nutrient Film Technique untuk menumbuhkan sayuran.
Dari tiga rumah kaca dengan kapasitas 15.000 lubang tanam, mereka bisa menghasilkan hingga 1,5 ton sayuran daun setiap bulan. Di balik kesuksesan itu, Fathur memadukan teknologi tenaga surya dan kecerdasan buatan untuk menciptakan kebun yang efisien dan ramah lingkungan.
Langkah pertama adalah memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkekuatan 5.800 watt untuk menyuplai kebutuhan energi seluruh rumah kaca. Fathur menjelaskan bahwa pemasangan PLTS membantu mengurangi ketergantungan pada listrik konvensional dan menekan biaya produksi, sekaligus menurunkan jejak karbon kebun mereka.
Sistem ini memastikan operasi tetap berjalan meski terjadi pemadaman listrik, sehingga kegiatan tanam dan panen tidak terganggu. Berkat pasokan energi mandiri, SGH dapat menjaga suhu, kelembapan, dan pencahayaan ideal bagi tanaman.
Inovasi berikutnya adalah penerapan Skypian, sebuah sistem Artificial Intelligence of Things (AIoT) yang ia kembangkan. Skypian memantau 15.000 tanaman secara otomatis dan menjalankan proses pemberian nutrisi, pengukuran pH, pengairan, hingga panen. Seluruh parameter pertumbuhan tanaman dikendalikan melalui kecerdasan buatan dan sumber daya listrik yang berasal dari panel surya.
Fathur menyebut sistem ini bekerja dengan aliran listrik sekitar 2,5 kW dan mampu mempercepat masa panen dua minggu lebih cepat dari metode konvensional. Berkat Skypian, dirinya tidak perlu lagi mengecek kondisi tanaman secara manual; semua informasi tersaji dalam aplikasi sehingga ia bisa mengambil keputusan secara tepat waktu.
Selain mengatur iklim mikro, Skypian juga membantu memprediksi kebutuhan nutrisi sehingga pemupukan lebih efisien. Bahkan, proses panen dilakukan otomatis dengan pengaturan yang presisi. Fathur mengatakan bahwa teknologi ini merupakan yang pertama digunakan di Indonesia Timur dan menjadi terobosan bagi petani hidroponik lainnya.
Ia terus memperbaiki algoritma sistem agar semakin adaptif terhadap perubahan cuaca dan jenis tanaman, termasuk menyiapkan integrasi dengan sensor cuaca untuk memprediksi perubahan lingkungan secara real time.
Upaya Fathur tak berhenti pada optimalisasi produksi. Ia aktif membagi ilmu kepada masyarakat lewat program edukasi farm dan memberikan panduan praktis mengenai cara memulai bisnis hidroponik. Dalam panduan tersebut, ia menjelaskan perhitungan modal, analisis pasar, serta strategi pemasaran.
Kegiatan ini bertujuan memperluas pasar sayuran hidroponik dan mendorong petani lokal memakai teknologi energi bersih. Fathur menggandeng mitra ritel dan konsumen langsung untuk membangun ekosistem yang saling menguntungkan.
Pada 2024, inovasinya mendapat pengakuan nasional. Fathur meraih penghargaan SATU Indonesia Awards di kategori teknologi. Dalam ajang tersebut, ia terpilih sebagai salah satu pemenang di antara ribuan pendaftar berkat sistem Skypian berbasis tenaga surya Usianya yang baru 25 tahun membuat pencapaian ini semakin inspiratif dan menunjukkan bahwa generasi muda mampu melahirkan solusi nyata bagi sektor pertanian.
Tak berhenti di situ, Fathur juga dinobatkan sebagai Young Ambassador Agriculture 2024 yang mewakili Sulawesi Selatan di Bogor.
Fathur berambisi mengembangkan sistem pertanian sirkular dengan memanfaatkan energi terbarukan untuk menanam komoditas seperti cabai lokal. Ia ingin membuktikan bahwa pertanian modern bukan sekadar bisnis, tetapi upaya menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan memadukan PLTS dan AIoT, Fathur memberi contoh bahwa inovasi dapat hadir dari desa dan membawa dampak luas. Harapannya, konsep ini menjadi inspirasi bagi petani muda lainnya untuk mengadopsi energi bersih dan teknologi digital dalam bertani.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News