andi rumbrar guru suku wano lentera kehidupan bagi calon generasi emas yang tersembunyi - News | Good News From Indonesia 2025

Andi Rumbrar, Guru Suku Wano: “Lentera Kehidupan” bagi Calon Generasi Emas yang Tersembunyi

Andi Rumbrar, Guru Suku Wano: “Lentera Kehidupan” bagi Calon Generasi Emas yang Tersembunyi
images info

Andi Rumbrar, Guru Suku Wano: “Lentera Kehidupan” bagi Calon Generasi Emas yang Tersembunyi


Saya akan pergi, beritahu pada musuh kami bahwa perang sudah tidak ada. Kami mengampuni dan silakan datang ke tempat kami, sebab sekolah adalah tempat perdamaian dan anugerah.” 

Kalimat diatas adalah sepenggal percakapan antara Andi Immanuel Rumbrar dan salah satu warga Suku Wano ketika mengetahui bahwa pendidikan akan diimplementasikan dalam bentuk sekolah di lingkungan mereka. Sekolah itu berdiri dengan nama Lentera Kehidupan, dan merupakan satu-satunya sekolah yang didirikan bagi suku Wano. Dikepalai oleh Andi Immanuel Rumbrar, Lentera Kehidupan berdiri dengan berbagai tantangan sekaligus kisah yang mengharukan untuk ditelisik.

Andi merupakan seorang penerima beasiswa dari Universitas Pelita Harapan. Ia tercatat masuk pada tahun 2013 di jurusan Pendidikan Guru. Ia lahir dan besar di pesisir pantai, di Biak Kota, Papua. Ketika masuk ke universitas, ia mengaku ada kesulitan-kesulitan yang dialami di tahun pertama. Tapi semangat telah menggelorakan niatnya untuk menyelesaikan studi, terutama karena ia mengetahui ketertinggalan pendidikan di kampung halamannya. “Saya mau pulang ke Papua, bangun Papua, bantu saya punya adik-adik.” ujar Andi dalam suatu wawancara di Youtube Business Lounge, dengan mata yang haru mengenang perjuangan masa lalunya. Setelah resmi lulus, Andi kemudian sempat mengabdikan diri selama 2 tahun di Tolikara. Kemudian, sebuah panggilan jiwa menyambutnya, pindah ke suku Wano, memberikan pendidikan bagi anak-anak di pedalaman sana. 

Awalnya, gagasan untuk pindah ke Wano sempat menyurutkan niatnya. Sebab suku itu terlalu sulit dijangkau oleh masyarakat luar. Tidak tertulis di maps dan satu-satunya akses yang bisa dilalui hanyalah jalur udara dengan pesawat kecil bermuatan kurang dari 600 kg. Kondisi suku Wano yang masih “alami” itu menjadi tantangan baginya. Semua masyarakat tidak bisa berbahasa Indonesia, hidup dengan cara bercocok tanam dan berburu, tidak ada toko serba ada maupun pasar untuk memenuhi kebutuhan. Hamparan yang bisa disaksikan hanyalah Gunung Carstensz Pyramid yang membuat rata-rata suhu di suku Wano mencapai 8 derajat celcius— yang juga menjadi tantangan bagi Andi. 

Tapi segala tantangan itu berhasil didobrak dengan kemauan kerasnya membangun pendidikan. Dengan anak-anak yang sama sekali belum mengenal angka, hari, dan tahun, ia menciptakan metode penuh kesabaran. Andi mengikuti seluruh rutinitas mereka mulai dari berkebun hingga tidur bersama untuk bisa mendapatkan kepercayaan. Setelah itu, mulailah ia mengajarkan pelajaran pertama, mencuci tangan dan menggosok gigi. Sekolah didirikan, dengan seorang translator untuk membantu penerjemahan bahasa suku dan bahasa Indonesia dan hand-sign mulai diajarkan agar komunikasi menjadi lebih mudah. Pelajaran-pelajaran dasar seperti pendidikan karakter, baris-berbaris, berhitung, mulai diperkenalkan. 

Segalanya terasa sulit hingga ia dikesankan oleh kemampuan anak-anak suku yang luar biasa. Kemampuan menyerap pelajaran berkembang drastis hingga mereka bisa menceritakan isi buku yang dibaca, atau berhitung perkalian dan pembagian tanpa coretan. Untuk menyempurnakan pengabdian, Andi merekrut 4 orang guru dan memboyong istrinya ke tanah suku Wano. Sekolah Lentera Kehidupan bukan hanya mengajar anak-anak, tapi juga orangtua. Andi kerap memberikan pengertian bahwa pendidikan merupakan sinergi antara orangtua, guru dan gereja, sehingga bisa menghasilkan pendidikan yang berkualitas. 

Tekad dan perjuangan Andi telah membawanya terpilih sebagai Finalis SATU Indonesia Award 2024 di bidang Pendidikan– ajang penghargaan yang diberikan Astra pada mereka yang mendedikasikan hidup untuk bermanfaat bagi orang banyak. Sejak 15 tahun lalu, Astra sudah konsisten untuk mengapresiasi anak muda yang semangat berkontribusi terhadap masyarakat dan lingkungannya. Apa yang diterima Andi ini tentulah tak sebanding dengan perjuangannya menembus hutan-hutan gelap di Papua Tengah dan melintasi pegunungan demi mengajar anak-anak suku Wano, namun apresiasi ini sangat berharga, mengingat bahwa ada salah satu perusahaan Indonesia yang masih peduli pada kesejahteraan pendidikan. 

“Bapak Wano” adalah panggilan kesayangan yang disematkan oleh masyarakat suku Wano kepada Andi. Ketika istrinya melahirkan anak pertama, Andi menamai anaknya dengan nama “Wanona”. Sebuah nama yang tak hanya memiliki banyak arti, tapi juga sebagai pengingat perjuangan bapaknya dalam membangun pendidikan di suku Wano. Suku yang kata Andi, memiliki anak-anak yang matanya bersinar terang dan memiliki cita-cita untuk belajar dengan baik setiap harinya. 

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AS
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.