Pemerintah Belanda secara resmi menutup babak kolonial dalam sejarah warisan ilmiah Indonesia. Pada 27 September 2025, melalui sebuah upacara bersejarah di Museum Naturalis, Leiden, Belanda menyerahkan Koleksi Fosil Dubois kepada Republik Indonesia.
Repatriasi koleksi yang berjumlah sekitar 28.000 fosil ini menandai kemenangan signifikan bagi diplomasi budaya Indonesia dan komitmen Belanda untuk memulihkan koleksi yang diperoleh secara tidak etis di masa lalu.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, secara langsung menerima dokumen pengembalian koleksi yang tak ternilai harganya ini.
Penyerahan yang bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden RI Prabowo Subianto ke Belanda ini, menegaskan pengakuan Belanda atas kepemilikan sah Indonesia atas warisan budayanya dan membuka lembaran baru dalam hubungan bilateral kedua negara.
Koleksi Dubois, yang meliputi fosil krusial Homo erectus—atau yang dulu dikenal sebagai Pithecanthropus erectus—kini kembali ke tanah kelahirannya, setelah lebih dari satu abad berada di Eropa.
Warisan Sains yang Membentuk Sejarah Evolusi
Dimuat Kompas, koleksi Fosil Dubois adalah harta karun paleoantropologi global, yang ditemukan oleh ahli anatomi dan geologi Belanda, Eugene Dubois, antara tahun 1891 dan 1892. Penemuan revolusioner ini terjadi di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, dan sebagian di Sumatera.
Fosil-fosil ini, termasuk tempurung kepala, gigi geraham, dan tulang paha dari Homo erectus yang dijuluki "Manusia Jawa," menjadi bukti kuat pertama yang menunjukkan adanya manusia purba di luar Afrika dan Asia.
Temuan Dubois pada akhir abad ke-19 adalah sensasi ilmiah yang memicu perdebatan sengit, menantang narasi dominan yang memusatkan asal-usul manusia di Eropa atau Afrika.
Keberadaan Manusia Jawa membuktikan bahwa leluhur manusia telah menyebar luas sekitar 1,9 juta hingga 150.000 tahun lalu. Namun, penemuan itu sendiri diliputi bayang-bayang sejarah kolonial. Dubois melakukan penggalian menggunakan tenaga kerja paksa dari narapidana lokal, sebuah fakta yang kini menjadi pertimbangan kunci dalam keputusan repatriasi.
Diplomasi Gigih Menutup Jurang Sejarah
Pengembalian koleksi fosil ini bukanlah proses yang instan. Ini adalah hasil dari kerja keras dan diplomasi intensif yang dilakukan oleh Tim Repatriasi Kementerian Kebudayaan RI sejak awal tahun 2025. Proses ini melibatkan riset mendalam mengenai asal-usul koleksi dan perundingan yang konstruktif dengan pihak Belanda, termasuk Colonial Collections Committee (CCC) Belanda.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan momen ini sebagai pemulihan martabat pengetahuan. "Hari ini kita menutup jurang sejarah dan memulihkan martabat pengetahuan yang lahir dari Trinil," ujarnya.
Pengakuan kepemilikan sah ini didorong oleh laporan Komite Koleksi Kolonial Independen Belanda yang merekomendasikan pengembalian karena fosil-fosil tersebut diperoleh tanpa persetujuan masyarakat lokal dan memiliki makna spiritual serta ekonomi bagi penduduk setempat.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Gouke Moes, menegaskan bahwa repatriasi ini adalah wujud tanggung jawab Belanda dalam merespons masa lalu kolonial. "Kepulangan Koleksi Dubois adalah bukti bahwa diplomasi budaya Indonesia bekerja, kepemilikan sah NKRI diakui, dan akses riset dunia tetap terjaga," tambah Fadli Zon.
Akses Riset Global di Bawah Kepemilikan Indonesia
Dengan selesainya serah terima, kini fokus beralih pada masa depan koleksi. Kementerian Kebudayaan RI dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda telah menyusun rencana teknis terperinci untuk memastikan proses pemindahan koleksi fosil berjalan aman dan terstruktur.
Kedua kementerian juga menyepakati pembentukan tim gabungan yang tidak hanya mengamankan proses pemulangan, tetapi juga meningkatkan kerja sama riset, inventarisasi, konservasi, publikasi ilmiah, pameran, dan digitalisasi. Inisiatif ini mencakup peningkatan kapasitas peneliti dan pengelola koleksi di Indonesia. Tujuannya adalah membuka peluang baru bagi studi paleoantropologi global, yang kini akan berpusat di Indonesia sebagai pemilik sah warisan tersebut.
Repatriasi ini membuktikan bahwa pengakuan kepemilikan sah dan upaya pelestarian warisan budaya dapat berjalan seiring dengan komitmen untuk memperkaya pemahaman global tentang sejarah evolusi manusia. Kini, setelah 134 tahun, warisan Manusia Jawa akhirnya kembali ke rumah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News