Gapura melengkung bertuliskan Dukuh Bodeyan RT 01 RW 06 membentang di seberang jalan Dusun Pondok, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Di tepi jalan terdapat aliran sungai yang bermuara ke Sungai Kali Jlantah Lama. Resik, dan terawat aliran sungainya. Namun, itu bukan tanpa usaha.
Sebelumnya, budaya buang sampah di sungai telah mengakar kuat pada warga Bodeyan. Dari nenek moyang, warga diajari buang sampah di sungai. Ajaran yang kala itu diyakini benar. Ada pula beberapa warga yang membakar sampah di pekarangan rumah. Menyebabkan polusi udara.
Budaya buang sampah di sungai lantas menimbulkan dampak saluran irigasi tercemar. Cemaran sampah telah membentuk partikel berbahaya. Sumur sebagai sumber mata air warga juga menjadi tercemar. Akibatnya warga harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Banjir konon menjadi isu tersendiri di Bodeyan. Lebih tepatnya genangan air dari sungai pasca hujan yang disebabkan endapan sampah Sungai Kali Jlantah Lama. Debit air hujan yang tak tertampung menjadi meluber ke pekarangan rumah dan jalanan kampung. Genangan terjadi hampir setiap tahun. Kerusakan lahan pekarangan mencapai lebih dari Rp 40 juta setiap kali banjir melanda.
Tahun 2016 pernah terjadi genangan Sungai Jlantah Lama yang tak surut-surut. Karena hujan tiga hari tak berhenti. Genangan di jalan setinggi lutut lebih. Mobilitasi masyarakat terganggu hingga sekolah diliburkan.
Kondisi tersebut menjadi pemicu untuk membersihkan endapan sampah di sungai pada 2022, agar fungsi sungai kembali normal. Pengurus ProKlim Bodeyan bersama-sama dengan para ketua RT dan Ketua RW se-Desa Pondok membentuk komunitas “Jogo Kali Jlantah Lama” yang mengupayakan pengerukan dan pemeliharaan sungai. Sejumlah 22 RT bersama-sama iuran masing-masing Rp 1 juta melakukan pengerukan sungai.
Pengerukan dilakukan swadaya warga dengan dukungan pendanaan dari warga desa yang mencapai lebih dari Rp 49 juta. Serta didukung peralatan dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo selama 10 hari, gratis. Ditemukan berbagai sampah kursi, kasur, TV, pakaian di dasar sungai.
Temuan tersebut menggambarkan budaya buang sampah di Bodeyan yang telah mengakar. Sampah hilang dari pandangan mata dinilai telah selesai urusan. Warga belum memikirkan dampak jangka panjangnya. Diperlukan penggerak agar warga semakin peduli dengan isu lingkungan.
Pengurus ProKlim Bodeyan menginisiasi program kerja berupa pemasangan saringan sampah di setiap jembatan Kali Jlantah, penanaman pohon, serta melakukan perawatan pohon dan pembersihan sampah setiap minggu secara gotong royong.
Pembebasan banjir juga didukung dengan adanya peningkatan sarana prasarana peresapan air hujan. Biopori dari semula 120 unit pada 2020 ditambah menjadi 200 unit pada 2023. Sementara biopori jumbo dari semula nol pada 2020 menjadi 28 unit pada 2023.
Alat pemanenan air hujan yang semula 7 unit pada 2020 ditingkatkan menjadi 46 unit pada 2023. Jumlah air hujan yang diresapkan di lingkungan Bodeyan meningkat dari 764 ribu m3 pada 2020 menjadi 1,28 juta m3 pada 2023
Asal Muasal Proklim Bodeyan
Menggerakan warga untuk peduli lingkungan bukan proyek kejar tayang. Gesekan personal saat mulai pengelolaan lingkungan tak dapat dihindari. Warga masyarakat kala itu dapat dibilang banyak yang kontra dengan program pengelolaan lingkungan dusun. Terutama edukasi perubahan sikap terhadap sampah. Budaya buang sampah di sungai dan dibakar di pekarangan penyebabnya.
Warsini, ketua penggerak Proklim (Program Kampung Iklim) Bodeyan mengisahkan diri dan timnya tak berfokus pada sisi negatif tersebut. Ia dan rekan-rekan fokus berkontribusi pada pengembangan lingkungan.
Kisah dimulai dari sosok pioneer, mendiang Suyamto, mantan Ketua RW yang mendapat sosialisasi dari pemerintah desa. Bermodal pemahaman awal tentang program lingkungan, Ia membentuk tim Proklim (Program Kampung Iklim). Menggandeng tokoh masyarakat Bodeyan, Suyamto mengumpulkan warga dengan jiwa sosial yang loyalitas tinggi karena kegiatan Proklim non-profit.
“Swadaya dan kesadaran masyarakat Bodeyan tinggi. Alhamdulillah terbentuk tim Proklim,” kata Warsini.
Awalnya pengelola masih menjajaki pengetahuan pengelolaan lingkungan dari dasar. Dimulai dengan browsing di internet. Gerakan peduli lingkungan baru dimulai sejak akhir 2016, warga bersatu padu dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pondok melakukan penanaman 100 pohon jambu di tepian sungai desa.
Tahun 2019, berkolaborasi dengan pemerintah desa, difasilitasi perlengkapan sampah pilah. Swakelola sistemnya, petugas dari warga Bodeyan. Sementara anggaran Rp 40 juta dari pemerintah desa dibelikan alat dan material. Komposter sampah dimodifikasi salah satu warga, Heri Bima Suci.
“Terwujudlah 100 bucket tempat sampah pilah. Satu untuk residu, satunya lagi untuk komposter,” papar Warsini.
Sampah organik yang masuk ke tempat sampah komposter akan langsung terurai, menjadi kompos cair dan padat. Total sampah organik yang dikomposkan hingga 2020 mencapai 2,20 ton/bulan. Sementara sampah anorganik akan masuk ke bank sampah. Jumlah sampah anorganik yang dikelola Bank Sampah Maju Lancar meningkat dari sekitar 2.200 kg pada 2021 menjadi 3100 kg pada 2022. Pada semester I 2023 telah mencapai 2.400 kg.
Warsini berharap sampah organik selesai di tataran rumah tangga masing-masing warga. Sebab hal tersebut mengurangi tonase sampah yang dikirim ke TPA. Sampah yang dibuang ke TPA pun harapannya tidak terlalu basah, dengan kandungan sampah organik yang tinggi. Agar pengelolaan lebih mudah. Sejak adanya pengelolaan sampah, tak ada lagi banjir di Dusun Bodeyan.
“Mengedukasi warga tak semudah itu, butuh diulang-ulang hingga paham,” kata Warsini.
Berbuah Anugerah
Perjalanan Proklim Bodeyan bukan sehari dua hari direnda. Pada 2017 mulai didaftarkan Sistem Registrasi Nasional (SRN), baru 2019 mendapat status pratama. Tahun 2019, Kampung Bodeyan meraih juara 1 Kampung Bersih Sehat (KBS) di Provinsi Jawa Tengah. Setahun kemudian Proklim meraih status utama.
Pada 2022 dibangun tunas Kampung Berseri Astra (KBA). Tahun 2023 Proklim mendapat status lestari dari lingkungan hidup. Tahun 2024 dan 2025, KBA Bodeyan berhasil menyabet Anugerah Inovasi Pilar Lingkungan 1 Nasional dari Astra Daihatsu.
Kendala Anggaran, hingga Solusi Mandiri
Warsini memaparkan organisasi masyarakat penggerak lingkungan non profit Proklim kini terkendala pada anggaran. Karena tak bisa terus bergantung pada pihak ketiga, maka ia mengupayakan Proklim agar mandiri finansial. Yakni dengan mengupayakan unit usaha, sebagai tulang punggung keuangan.
“Pernah menanam bawang merah dan sayur. Produktivitas tinggi, namun terkendala lahan,”
Kini usaha yang digeluti yakni kebun melon hidroponik dan kolam lele. Antusiasme warga dan tim penggerak Proklim Bodeyan masih membara. Aktivitas Proklim dipusatkan pada Mini Farm Bodeyan. Stimulan pada warga dilakukan dengan pemberian bibit sayuran dan buah gratis.
“Edukasi (Proklim) mendompleng di PKK, disampaikan saat kumpul rutin. Proklim diberikan waktu untuk menyampaikan presentasi,” pungkas Warsini.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News