Sejarah Pasar 16 Ilir di Palembang menarik untuk disimak. Pasar tersebut baru saja dikunjungi oleh Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming.
Gibran berkunjung Pasar 16 Ilir yang terletak di Kecamatan Ilir Timur I, Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (25/09/2025). Di pasar yang menjual berbagai produk mulai dari pakaian, makanan, hingga suvenir khas Palembang itu, Gibran meninjau aktivitas perekonomian yang berlangsung.
Tak ketinggalan, Gibran mencicipi pempek tumpah, yakni pempek yang disajikan prasmanan. Pempek tumpah ini jugalah yang menjadi ciri khas Pasar 16 Ilir.
“Mas Gibran, hirup cukonya,” seru penjual pempek.
Suasana begitu meriah saat Gibran menghirup kuah cuko. Bahkan para pedagang dan pengunjung pasar seketika bersorak dan bertepuk tangan.
Pasar 16 Ilir yang dikunjungi Gibran bukan pasar biasa. Ada kisah panjang di sana yang juga tak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan Kota Palembang.
Sejarah Pasar 16 Ilir
Sejarah Pasar 16 Ilir tak bisa dilepaskan dari peradaban sungai yang mewarnai perkembangan Palembang sebagai kota. Palembang memang dibelah oleh Sungai Musi dan terdapat pula anak-anak sungai di berbagai sudutnya.
Sejak dulu, masyarakat Palembang biasa memanfaatkan sungai untuk menunjang kehidupannya, tak terkecuali dalam urusan ekonomi. Tak heran apabila sentra perekonomian rakyat seperti Pasar 16 Ilir bisa terletak di tepi Sungai Musi yang merupakan sungai terbesar di Sumatra.
Sejarah Pasar 16 Ilir bermula dari pemukiman penduduk yang berada di tepian Sungai Musi. Para pedagang kemudian berdatangan ke sana hingga hadirlah aktivitas jual-beli yang membuat tempat itu bertransformasi menjadi pasar seperti sekarang.
Sebagaimana dicatat Farida R. Wargadalem dan Helen Susanti dalam jurnal Diakronika, pemukiman penduduk di area yang kini menjadi Pasar 16 Ilir eksis sebelum abad ke-20. Di sana, terdapat satu anak sungai, yaitu Sungai Tengkuruk.
Transformasi dari pemukiman menjadi pasar sendiri mulai terjadi pada awal abad 20 saat pedagang-pedagang cungkukan (hamparan) yang datang ke kawasan tersebut semakin ramai. Pada akhirnya, dibangun lapak permanen bagi para pedagang dan lahirlah pasar yang diberi nama sesuai dengan kampung di mana pasarnya berada, yakni 16 Ilir.
Keberadaan Pasar 16 Ilir tak luput dari perhatian Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Saat itu, area Pasar 16 Ilir termasuk ke dalam zona perniagaan yang ditetapkan pemerintah, dan tentu saja pemerintah kolonial ikut mengatur pasar tersebut.
Saat Pasar 16 Ilir semakin ramai, ada kebutuhan agar pasar juga dibenahi. Jadilah pemerintah kolonial memperbaiki dan membangun lapak-lapak di sana dengan sentuhan modern. Pernah pula areanya diperluas dengan cara mereklamasi anak-anak sungai agar menjadi daratan. Pada 1928 misalnya, Sungai Tengkuruk ditimbun dan dijadikan jalan.
Di Pasar 16 Ilir, barang yang ditransaksikan sebagian besarnya adalah kebutuhan sehari-hari. Komoditas tersebut di antaranya sumber energi seperti minyak bumi dan batubara, juga hasil pertanian seperti sayuran, kopi, karet, dan lada.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan Pasar 16 Ilir sangat penting sejak dulu kala. Bahkan kleh gementee alias pemerintah kota, Pasar 16 Ilir bersama bersama Pasar Sekanak di daerah 27-28 Ilir dijadikan pasar induk.
Menariknya lagi, Pasar 16 Ilir lebih dari sekadar tempat jual-beli. Pasar ini juga jadi wadah pertukaran kebudayaan antar kelompok etnis seperti Eropa, Cina, Arab, Timur Asing dan lain-lain.
Zaman berganti, Pasar 16 Ilir tak lantas ikut mati. Setelah Indonesia merdeka, pasar satu ini tetap eksis dan menjadi tempat berputarnya roda perekonomian Kota Palembang.
Kini, Pasar 16 Ilir dikenal sebagai tempat masyarakat dan siapapun yang datang ke Palembang untuk menikmati pempek tumpah. Kawan tertarik ikut mencicipi pempek di Pasar 16 Ilir seperti Wapres Gibran?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News