5 tarian tradisional khas betawi - News | Good News From Indonesia 2025

5 Tarian Tradisional Khas Betawi, Apa Saja?

5 Tarian Tradisional Khas Betawi, Apa Saja?
images info

5 Tarian Tradisional Khas Betawi, Apa Saja?


Di tengah gemerlap gedung pencakar langit dan hiruk pikuk modernitas, Jakarta menyimpan jiwa yang kaya akan warisan budaya.

Jauh sebelum menjadi metropolitan, kota ini adalah rumah bagi suku Betawi, sebuah etnis yang lahir dari perpaduan beragam budaya. Salah satunya ialah, seni tari.

Tarian tradisional Betawi bukan sekadar rangkaian gerak berirama; ia adalah kanvas hidup yang melukiskan sejarah, nilai-nilai sosial, dan denyut nadi masyarakatnya.

Setiap hentakan kaki, lenggok tangan, dan ekspresi penari merepresentasikan kisah akulturasi budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad, mulai dari pengaruh Tionghoa, Arab, Eropa, hingga Melayu.

1. Tari Topeng Betawi

Tari Topeng Betawi adalah salah satu bentuk kesenian Betawi yang paling komplet dan kompleks. Ia bukan hanya sebuah tarian, melainkan sebuah pertunjukan teater rakyat yang memadukan seni tari, musik, vokal, dan lawakan. Keunikan utamanya terletak pada penggunaan topeng yang dikenakan oleh para penari.

Setiap topeng memiliki karakter dan cerita yang berbeda, merepresentasikan berbagai sifat manusia. Pertunjukan biasanya diawali dengan lagu-lagu instrumental dari musik pengiring khas, Gamelan Topeng, yang terdiri dari rebab, gong, kenong, kempul, dan kulanter. Tarian ini berfungsi sebagai pembuka sebelum lakon utama dimulai.

Para penari, yang disebut ronggeng, menari dengan gerakan yang dinamis sambil bercerita melalui gerak tubuh. Tari Topeng Betawi bukan hanya hiburan, tetapi juga sering kali berfungsi sebagai sarana ritual, seperti untuk menolak bala atau dalam upacara hajatan keluarga.

baca juga

2. Tari Yapong

Meskipun terdengar tradisional, Tari Yapong sejatinya adalah sebuah tari kreasi baru. Tarian ini pertama kali diciptakan oleh seniman legendaris Bagong Kussudiardja untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta pada tahun 1975.

Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah tarian massal yang merepresentasikan kegembiraan dan semangat warga Jakarta.

Nama "Yapong" sendiri tidak memiliki arti khusus. Nama ini lahir dari seruan "ya, ya, ya" dari para penyanyi dan suara musik "pong, pong, pong" yang terdengar dinamis.

Gerakannya terinspirasi dari tarian rakyat Betawi, seperti Tari Topeng dan Tari Cokek, yang kemudian dikembangkan menjadi lebih energik dan teatrikal.

Dengan kostum berwarna-warni cerah yang dipengaruhi budaya Tionghoa, Tari Yapong berhasil menjadi ikon baru kesenian Jakarta yang menggambarkan wajah kota yang dinamis, modern, tetapi tetap berakar pada tradisi.

3. Tari Lenggang Nyai

Tari Lenggang Nyai merupakan salah satu tarian khas Betawi yang terinspirasi dari kisah hidup Nyai Dasimah, seorang perempuan cantik asal Betawi. Kisahnya berawal dari kebimbangan dalam menentukan pilihan pasangan hidup antara seorang pria Belanda dan seorang Indonesia.

Pada akhirnya, Nyai Dasimah menikah dengan seorang Belanda bernama Edward William.

Namun, pernikahan itu justru membuatnya merasa terbelenggu oleh aturan-aturan yang mengekang. Perlawanan terhadap kesewenang-wenangan sang suami inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan hak-hak perempuan. Menginspirasi Wiwiek Widiastuti untuk menciptakan Tari Lenggang Nyai sebagai bentuk penghormatan atas keberanian Nyai Dasimah.

baca juga

Dari segi karakter, Tari Lenggang Nyai menampilkan gerakan yang lincah sebagai cerminan keluwesan masyarakat Betawi. Pola geraknya sering menggambarkan situasi kebimbangan, seakan-akan penari berada di antara dua pilihan, bergerak ke satu sisi lalu beralih ke sisi lainnya.

Gerakannya juga melambangkan keceriaan dan keluwesan seorang gadis Betawi, sekaligus mengekspresikan kebahagiaan Nyai Dasimah saat mampu menentukan jalan hidupnya sendiri.

Dengan demikian, tarian tersebut bukan hanya sarat nilai estetika, tetapi juga menyimpan pesan moral tentang kebebasan dan keberanian perempuan.

Seperti halnya tarian Betawi lainnya, pertunjukan Tari Lenggang Nyai diiringi oleh musik Gambang Kromong yang mengandung unsur budaya Tionghoa. Hal itu juga tercermin dalam kostum yang dikenakan para penari, dengan dominasi warna merah menyala serta hiasan kepala khas tradisi Tionghoa.

Meskipun tergolong karya baru, tarian ini telah cukup populer di kalangan masyarakat Betawi dan kerap dipentaskan dalam berbagai acara, baik di dalam negeri maupun di mancanegara.

4. Tari Cokek

Tari Cokek adalah tarian pergaulan yang sangat kental dengan pengaruh budaya Tionghoa Peranakan. Nama "Cokek" sendiri berasal dari kata dalam dialek Hokkian, chiou-khek, yang berarti "menyanyikan lagu".

Tarian ini biasanya diiringi oleh orkes Gambang Kromong, sebuah ansambel musik yang juga merupakan hasil perpaduan instrumen Tionghoa (seperti sukong, tehyan, dan kongahyan) dengan instrumen lokal.

Dalam pertunjukannya, para tamu diberi kesempatan luas untuk menari berpasangan dengan para penari, yang oleh masyarakat Betawi disebut sebagai ngibing cokek. Untuk menambah semangat dalam menari, biasanya para tamu juga disuguhkan minuman.

baca juga

Bagian awal dari pertunjukan Tari Cokek disebut wawayangan. Pada tahap ini, para penari berbaris memanjang sambil melangkah maju-mundur mengikuti irama Gambang Kromong, dengan tangan direntangkan setinggi kepala untuk mengiringi gerakan kaki.

Dalam tarian itu, para penari berpasangan dan saling berhadapan pada jarak dekat tanpa bersentuhan.

Ada kalanya mereka saling membelakangi, bahkan jika ruang pertunjukan cukup luas, penari dapat membentuk lingkaran sambil bergerak memutar. Kostum yang digunakan biasanya berupa baju kurung dan celana panjang berbahan sutra berwarna, yang menambah kesan anggun sekaligus khas.

5. Tari Sirih Kuning

Tari Sirih Kuning merupakan salah satu tarian khas suku Betawi yang lahir dari perpaduan budaya Betawi dan Tionghoa. Tarian ini memiliki fungsi utama dalam prosesi pernikahan adat Betawi, baik sebagai pengiring maupun simbol penyambutan tamu.

Selain itu, Tari Sirih Kuning juga mencerminkan pergaulan muda-mudi Betawi yang ditampilkan dengan iringan musik Gambang Kromong.

Dalam perkembangannya, tarian ini kerap hadir dalam berbagai acara sakral, terutama pernikahan, dan dianggap sebagai bentuk pengembangan dari Tari Cokek, tarian khas Betawi yang lebih dahulu ada.

Sejarah kemunculan Tari Sirih Kuning berakar dari Tari Cokek yang populer di kalangan masyarakat Tionghoa di kawasan pinggiran Betawi. Tari Cokek biasanya dilakukan berpasangan antara penari wanita dengan tamu pria, menggunakan properti selendang atau cukin untuk mengajak pasangan menari.

Dari segi kostum, Tari Sirih Kuning memperlihatkan perpaduan pengaruh budaya Betawi dan Tionghoa. Penari perempuan umumnya mengenakan kebaya, sementara penari pria memakai baju longgar berlengan panjang.

Unsur Tionghoa tampak jelas pada penggunaan aksesoris, seperti tusuk konde, cadar hias, serta bunga di kepala yang melambangkan status sosial maupun kebahagiaan.

Sementara itu, pada bagian bawah kostum, penari mengenakan kain batik bermotif tanduk yang menjadi ciri khas budaya Betawi. Perpaduan kostum dan gerakannya menjadikan Tari Sirih Kuning tidak hanya indah, tetapi juga sarat akan makna budaya.

Kelima tarian ini hanyalah sebagian kecil dari kekayaan seni budaya Betawi. Melestarikan tarian-tarian ini bukan hanya tanggung jawab para seniman, tetapi juga seluruh masyarakat.

Dengan mengenal, mengapresiasi, dan mendukung pementasannya, kita turut menjaga agar jiwa Jakarta tidak pernah pudar ditelan zaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.