di balik senyum seragam putih krisis kesehatan mental perawat - News | Good News From Indonesia 2025

Di Balik Senyum Seragam Putih: Krisis Kesehatan Mental Perawat dan Solusinya

Di Balik Senyum Seragam Putih: Krisis Kesehatan Mental Perawat dan Solusinya
images info

Di Balik Senyum Seragam Putih: Krisis Kesehatan Mental Perawat dan Solusinya


Sering kali Kawan GNFI melihat perawat dengan senyum ramah dan sikap perhatian. Akan tetapi, seberapa sering Kawan sadari terkait beban emosional yang mereka tanggung?

Di balik senyum ramah dan “seragam putih” yang identik dengan perawat, banyak menyimpan kelelahan mental yang tidak terlihat. Perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dengan dedikasi tinggi dan bersentuhan langsung dengan pasien tetapi sering kali mengabaikan kesejahteraan diri sendiri.

Krisis kesehatan mental pada perawat sangat jarang disorot, padahal dapat berdampak luas, tidak hanya merugikan perawat itu sendiri, tetapi kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien juga dapat berkurang.

Tekanan Kerja yang Nyata

Beban kerja yang tinggi, tuntutan emosional dari pasien dan keluarga, serta insentif yang kurang memadai membuat profesi perawat rentan mengalami krisis kesehatan mental. Sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan sumber daya terbatas menuntut perawat untuk menghadapi rasio tenaga keperawatan yang tidak seimbang dengan jumlah pasien. Akibatnya, perawat sering kali bekerja melebihi kapasitas tanpa dukungan mental yang memadai.

Hasil penelitian terbaru oleh Ni Putu Eka Pertiwi dalam artikelnya yang diterbitkan di Community of Publishing in Nursing (COPING), mengungkapkan bahwa di suatu rumah sakit di Indonesia terdapat 52,2% perawat mengalami burnout syndrome tingkat sedang.

Sementara itu Burnout syndrome menurut Nurmawati dalam artikelnya yang diterbitkan di Journal of Management Nursing adalah bentuk stres kerja yang muncul ketika seseorang menghadapi tuntutan pekerjaan yang terlalu berat.

Akibatnya, stres pun berlangsung terus-menerus dan memicu kelelahan fisik maupun mental. Tidak hanya itu, kondisi ini juga bisa membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri dan merasa kurang menghargai dirinya sendiri. Dalam jangka panjang, burnout dapat memengaruhi suasana hati, hubungan dengan orang lain, serta semangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari.

Melindungi Perawat dari Kekerasan

Perawat sering kali mendapatkan kekerasan, baik fisik maupun psikis. Kabar terbaru datang dari Makassar, di mana keluarga pasien mencekik leher seorang perawat saat menjalankan tugas. Hanya berselang satu bulan sebelumnya juga terjadi kekerasan terhadap perawat dan dokter di Sumatera Selatan.

Kasus ini menunjukkan bahwa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, perawat bukanlah sebagai pelampiasan amarah, sebaliknya perawat menjalani tugas kemanusiaan yang seharusnya dilindungi dan di-“manusia”-kan.

Mengupayakan Insentif yang Layak

Di Indonesia, perawat masih menghadapi gaji yang rendah dan insentif yang minim. Sebagai perbandingan, gaji perawat profesional (ners) di Malaysia berkisar MYR 3.000 per bulan atau sekitar Rp10,2 juta. Sementara itu, di Indonesia, rata-rata hanya berkisar Rp4–7 juta per bulan. Kondisi ini memicu burnout syndrome di kalangan profesi keperawatan.

Survei Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2006 dalam artikel Nadia Fuada yang diterbitkan di Jurnal Kesehatan Masyarakat menunjukkan sebanyak 50,9% perawat di empat provinsi dilaporkan mengalami stres, kelelahan, pusing, kurang istirahat, serta menghadapi gaji yang tidak memadai tanpa insentif tambahan.

Pentingnya Kesehatan Mental bagi Perawat

Kesehatan mental yang dialami perawat tidak boleh diabaikan. Krisis kesehatan mental ini membutuhkan langkah konkret dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat regulasi tentang kesejahteraan perawat.

Fasilitas pelayanan kesehatan juga perlu menyediakan ruang istirahat yang layak, jam kerja manusiawi, insentif yang sesuai, serta program konseling bagi perawat.

Selain itu, masyarakat dapat berperan penting dengan memberikan empati serta apresiasi terhadap perawat. Dukungan kecil, sekadar mengucapkan terima kasih dapat membantu meringankan beban emosional perawat.

Seragam putih bukan sekadar simbol dedikasi, tetapi juga pengingat bahwa di balik seragam tersebut ada manusia biasa yang memiliki batas. Memberikan apresiasi serta menangani krisis kesehatan mental pada profesi perawat adalah langkah penting untuk memastikan tenaga kesehatan di Indonesia mampu untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.