ancaman brain rot bagi masa depan manusia - News | Good News From Indonesia 2025

Ancaman Brain Rot Bagi Masa Depan Manusia

Ancaman Brain Rot Bagi Masa Depan Manusia
images info

Ancaman Brain Rot Bagi Masa Depan Manusia


Di era yang serba cepat saat ini, manusia sudah tidak bisa dipisahkan dari gawai yang membuatnya merasa nyaman berjam-jam di café, kamar maupun di tempat tongkoran. Sangat jarang bahkan sedikit sekali orang-orang untuk sekedar mengobrol atau bertemu tanpa memegang Handphone di tangan.

Handphone sudah menjadi bagian penting dalam hidup manusia, entah itu untuk melakukan pekerjaan, berkomunikasi, mencari informasi atau berita, mengakses transportasi, berbelanja, dan lain sebagainya. 

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementrian Komunikasi dan informatika (Kemkominfo), ada 98 persen dari anak-anak dan remaja tahu tentang internet dan 79,5 persen di antaranya ada pengguna internet.

Kepala pusat infromasi dan Humas Kementrian Kominfo Gatot S Dewabroto menyatakan bahwa hasil dari kesimpulan utama menelusuri aktivitas online dari sample anak-anak dan remaja usaia 10-19 tahun dengan 400 responden yang tersebar di seluruh perkotaan dan pedesaan. Ada tiga motivasi utama dari anak-anak untuk mengakses internet yaitu mencari informasi, terhubung dengan teman dan mencari hiburan seperti bermain game dan bermain sosial media (sosmed).

Anak-anak kita tumbuh dan berkembang bersaman dengan kemajuan teknologi dan berbagai perangkatnya seperti Chatgpt, Ai, Gemini, Deepseek, Meta, Grok, DeepL, dan lain-lain, yang telah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka dan bagi semua orang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak umur balita mereka telah paham dan mengerti cara membuka google, sosmed, dan game online. Internet bukan lagi sesuatu yang asing bagi mereka, karena setiap hari bergulat dengan perangkat-perangkat yang ada dalam handphone mereka.

Bila dilihat secara positif internet memang banyak memberi manfaat yang banyak bagi kita maupun anak-anak, seperti mempermudah dalam belajar, mengakses informasi dengan cepat, selalu up to date (terkini), memperluas wawasan pengetahuan, dan berkomunikasi dengan lancar.

Namun, jika ditarik secara holistik dan luas, ada banyak pula dampak negatif yang ditimbulkan akibat terlalu lama dan berlebihan di dunia internet, sehingga menyebabkan penurunan kognitif maupun psikologis pada seseorang, salah satunya terjadi pembusukan otak (brain rot).

Menurut Nurdyansyah seorang Pakar Teknologi Pendidikan di UMSIDA dalam tulisannya pada 18 Januari 2025, Istilah brain rot atau pembusukan otak muncul untuk memberikan penegasan bahwa budaya scrolling sosmed/internet pada genarasi Z atau generasi Alfa sangat massif terjadi sehingga berdampak negatif terhadap kualitas belajar, pola komunikasi dan pemecahan masalah.

Bahaya Internet Berlebihan

Menurutnya ada banyak pemicu brain rot terjadi pada anak-anak bahkan juga terjadi pada semua orang saat ini, antara lain: menonton sosial media (TikTok, Instagram, Facebook) secara berlebihan tanpa adanya pengawasan, banyaknya konten yang tidak mendidik, menonton sebuah video dengan durasi singkat, dan kurangnya interaksi yang dibangun sesama orang di sekitarnya. 

Tulisan Nurdyansyah juga senada dengan laporan dari Newport Institute, pusat perawatan Kesehatan mental dan kecanduan di Amerika Serikat (AS), mereka menyebut bahwa pembusukan otak sebagai kelesuhan kondisi mental mengurangi rentang perhatian dan penurunan fungsi kongnitif akibat penggunan gawai berlebihan.

Salah satu contoh perilaku seseorang akibat brain rot media sosial yaitu Zombie Scrolling dan Doom Scrolling. Perilaku zombie scrolling ditandai dengan kebiasaan memegang handphone secara berlebihan tanpa tujuan yang jelas, tapi sungguh membawa kesenangan dan pemuasan diri, sedangkan para doom scrolling merasakan hasrat yang luar biasa untuk selalu mendapatkan informasi terbaru, meskipun informasi tersebut meresahkan (Litbang Kompas).

Kebiasaan berlama-lama di dunia sosmed telah mengarahkan anak-anak kita pada situasi yang sangat mengkhawatirkan dan mencemaskan, terutama bagi masa depan mereka sendiri yang sangat bergantung pada layar kecil persegi panjang. Anak-anak akan lebih memercayai informasi internet, hoaks yang beredar, ataupun video di sosmed.

Perang Melawan Brain Rot

Perkembangan teknologi terus menerus melesat dengan segala kecanggihan dan kemajuannya. Kita tidak lagi menggunakan handphone dengan angka dan nomornya harus ditekan menggunakan jari, tapi dengan cukup disentuh dan diusap, kita telah terhubung dengan sesama di berbagai benua. 

Tidak hanya pada bagian teknologi yang sedang berkembang di dunia saat ini, tapi juga pada aplikasi-aplikasi dan pembantu internet. Kemajuan aplikasi-aplikasi inilah yang membuat kita khawatir terhadap masa depan manusia nanti, apakah akan selalu mengadalkan bantuan Google yang membuat otak kita menjadi lemah dan busuk ataukah manusia mampu berpikir secara kritis, analitis dan kompelks meskipun dibalik kemajuan AI.

Kemajuan teknologi tidak hanya membawa dampak pada kecanduan atau ketergantuan, tapi juga Depresi atau stres bagi para pengunannya. Depresi atau stres berlebihan sekarang ini tidak hanya menjangkiti orang dewasa akibat kecanduan pada sosmed, tapi juga sudah merambat pada anak-anak.

Maka, tidak heran banyak sekarang anak-anak selalu merasa kesepian dibalik banyaknya informasi yang terus mereka konsumsi setiap harinya. Jika terus dibiarkan secara terus-menerus, kecemasan yang menghantui anak muda, kelemahan berpikir dalam memahami adalah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan bagi siapapun yang peduli dengan kebaikan bersama.

Brain rot tidak terjadi dalam sehari, hal itu terjadi karena kebiasaan yang diulangi. Begitupun, cara kita menindaklanjuti fenomena ini yakni melakukan kebiasaan-kebiasaan yang lebih bermanfaat dan berguna.

Adapun beberapa cara untuk memerangi, mencegah, serta memulihkan kebusukan otak yang sudah terjadi, antara lain: Pertama, menetapkan batasan waktu layar pada anak-anak, karena dengan melacak berapa banyak waktu yang anak-anak habiskan di dunia internet. Kedua, Kurasi feed (scroll secara berurutan) di sosmed, karena dengan mengurangi waktu feed akan melindungi pikiran anak-anak dengan memerhatikan apa yang dikonsumsi.

Ketiga, Kejar minat non-digital, dengan mengenali hobi atau aktivitas yang anak-anak sukai, seperti berolahraga, berkemah, belajar alat musik, mereka akan merasa lebih tenang dan bahagia. Keempat, lakukan detoks digital, Dengan membatasi waktu di depan layar memang baik, tapi melepaskan diri sepenuhnya dari layar akan memberi waktu bagi pikiran anak untuk beristirahat.

Artika Mulyaning Tyas seorang psikolog klinis juga menyampaikan hal yang senada dengan apa yang menjadi solusi untuk memerangi brain rot yang sudah membuat Kesehatan pikiran dan mental menjadi lemah.

Menurutnya untuk menghindari dampak negatif brain rot pada anak-anak: kita perlu mengatur penggunakan media sosial mereka secara bijak dan teratur, yaitu dengan membatasi waktu penggunakan media sosial, memilih konten yang berkualitas, melatih keterampilan berpikir seperti membaca, berhitung, diskusi, dll dan meningkatkan interaksi sosial di dunia nyata. 

Brain rot yang sudah ada ini bukan hanya sekedar tren media sosial, tapi juga fenomena nyata yang berdampak pada hidup manusia. Dengan penggunan teknologi secara bijak dan penuh kesadaran, seseorang dapat mencegah dampak negatif pada anak-anak dan selalu menjaga Kesehatan otak mereka. Kebiasaan yang baik akan menumbuhkan perkembangkan yang baik juga pada hal kognitif maupun afektifnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.