Pisang matang yang manis sering kali menjadi pilihan utama, sementara pisang hijau dianggap kurang menggoda karena sepat dan keras. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pisang hijau mulai menarik perhatian peneliti pangan dan kesehatan karena kandungan pati resistennya yang tinggi.
Sobti et al., (2025) menjelaskan bahwa pisang hijau tidak hanya bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga berpotensi sebagai agen pengendali obesitas melalui kandungan pati resisten dan senyawa bioaktif lain.
Fenomena ini menunjukkan bahwa bahan pangan sederhana seperti pisang hijau dapat memiliki nilai fungsional tinggi bila diteliti lebih dalam. Tidak lagi sekadar camilan atau pelengkap lauk, pisang hijau kini dilihat sebagai bagian dari inovasi pangan fungsional yang mampu mendukung kesehatan masyarakat.
Pisang Hijau dan Pati Resisten
Pisang hijau merupakan salah satu sumber alami pati resisten yang melimpah. Jenis pati ini tidak sepenuhnya dipecah oleh enzim pencernaan sehingga sebagian besar sampai ke usus besar dalam bentuk utuh. Zhang et al., (2005) menunjukkan bahwa sifat khas pisang hijau ini membuatnya berbeda dengan karbohidrat cepat cerna.
Manfaatnya tidak hanya berhenti pada stabilitas gula darah. Pati resisten juga memberi efek kenyang lebih lama sehingga konsumsi pisang hijau dapat membantu dalam pengaturan nafsu makan. Temuan ini sejalan dengan Taak dan Awasthi (2025) yang menekankan bahwa pisang hijau layak dikembangkan sebagai pangan fungsional karena profil nutrisinya mendukung kesehatan metabolik.
Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati
Pengolahan panas memberi perubahan signifikan pada pati pisang hijau. Saat dikukus, butiran pati kehilangan struktur kristalnya dalam proses yang disebut gelatinisasi. Tekstur pisang menjadi lunak sehingga lebih mudah dimakan.
Manfaat tambahan dapat diperoleh ketika pisang hijau yang telah mengalami proses pengukusan didinginkan sebelum dikonsumsi. Pada tahap ini, sebagian pati mengalami retrogradasi, kembali membentuk struktur kristal yang lebih stabil yang dikenal sebagai resistant starch tipe tiga (RS3).
Xu et al., (2020) menekankan bahwa retrogradasi adalah mekanisme penting yang memperkuat struktur pati setelah gelatinisasi. Dengan demikian, kombinasi resistant starch tipe dua (RS2) alami dan RS3 hasil pendinginan membuat pisang hijau kukus-dingin menjadi pangan dengan manfaat gizi yang lebih besar dibandingkan ketika dikonsumsi mentah atau langsung setelah dimasak.
Manfaat Kesehatan Pisang Hijau Kukus
Pisang hijau yang diolah dengan cara dikukus lalu didinginkan terbukti memberi manfaat nyata bagi kesehatan. Masotti et al., (2011) menunjukkan bahwa pati resisten berperan menurunkan indeks glikemik makanan sehingga baik untuk penderita diabetes maupun orang dengan risiko tinggi gangguan metabolik.
Lebih jauh lagi, penelitian terkini membuktikan peran pisang hijau dalam mendukung kesehatan usus. Batista et al., (2025) menemukan bahwa konsumsi ekstrak buah pisang hijau mampu memperbaiki peradangan usus dalam model hewan. Penelitian ini menambah bukti bahwa pisang hijau tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai agen pelindung sistem pencernaan.
Potensi sebagai Pangan Fungsional Lokal
Di Indonesia, pisang adalah salah satu komoditas utama dengan varietas yang melimpah. Namun, pisang hijau masih jarang dipandang sebagai bahan pangan bernilai tinggi. Agustin et al., (2025) menunjukkan bahwa penggunaan tepung pisang hijau pada produk yogurt sinbiotik dapat memperbaiki sifat fisik dan mikrobiologis produk, membuktikan fleksibilitasnya sebagai bahan tambahan pangan fungsional.
Temuan ini memperkuat pandangan bahwa pisang hijau tidak hanya bisa dikonsumsi langsung, tetapi juga diolah menjadi produk komersial yang sehat. Dengan riset dan inovasi lebih lanjut, pisang hijau dapat menjadi ikon pangan fungsional lokal yang tidak kalah dengan tren global.
Pisang hijau yang dulu dianggap tidak menarik ternyata menyimpan rahasia gizi yang besar. Kandungan pati resistennya membuatnya bekerja mirip serat, menurunkan indeks glikemik, menjaga kesehatan usus, sekaligus memberi rasa kenyang lebih lama. Proses sederhana berupa pengukusan dan pendinginan meningkatkan manfaatnya sehingga pisang hijau layak disebut sebagai pangan fungsional alami.
Dengan pengembangan berbasis riset, pisang hijau berpeluang menjadi bagian dari solusi kesehatan sekaligus inovasi ekonomi pangan di Indonesia. Dari dapur sederhana hingga laboratorium modern, pisang hijau membuktikan bahwa bahan lokal bisa memberi kontribusi global.
Referensi:
- Agustin, F., Putri, R., & Febriyatna, A. (2025). Effect of unripe berline banana flour on synbiotics yogurt of physicochemical and microbiological properties. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 13(1), 64-69.
- Batista, G. R., Quaglio, A. E., Almeida Junior, L. D., Sassaki, L. Y., & Di Stasi, L. C. (2025). Dietary Supplementation with Green Fruits of Musa spp. AAA Ameliorates Acute, Subchronic, and Chronic Intestinal Inflammation with Relapse Induced by Trinitrobenzenesulfonic Acid in Rats. ACS Food Science & Technology.
- Masotti, A. I., Buckley, N., Champagne, C. P., & Green-Johnson, J. (2011). Immunomodulatory bioactivity of soy and milk ferments on monocyte and macrophage models. Food research international, 44(8), 2475-2481.
- Sobti, A. K., Singh, I., Subba, R., & Duggal, S. (2025). Green banana (Musa spp.) in obesity management: nutritional potential, food product formulation and ADMET-guided drug discovery from byproduct. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 14(4), 584-589.
- Taak, K., & Awasthi, M. (2025). Plantain as a functional food: A comprehensive review of its nutritional and therapeutic attributes. Advances in Food Sciences, 47(1), 2–8.
- Xu, L., Gu, L., Su, Y., Chang, C., Wang, J., Dong, S., ... & Li, J. (2020). Impact of thermal treatment on the rheological, microstructural, protein structures and extrusion 3D printing characteristics of egg yolk. Food Hydrocolloids, 100, 105399.
- Zhang, P., Whistler, R. L., BeMiller, J. N., & Hamaker, B. R. (2005). Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility—a review. Carbohydrate polymers, 59(4), 443-458.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News