nyanyi sunyi dalam rantang film yang sekaligus jadi media pendidikan anti korupsi - News | Good News From Indonesia 2025

Nyanyi Sunyi dalam Rantang, Film yang Sekaligus Jadi Media Pendidikan Anti Korupsi

Nyanyi Sunyi dalam Rantang, Film yang Sekaligus Jadi Media Pendidikan Anti Korupsi
images info

Nyanyi Sunyi dalam Rantang, Film yang Sekaligus Jadi Media Pendidikan Anti Korupsi


Pendidikan antikorupsi bisa dilakukan lewat apa saja, termasuk film.

Nyanyi Sunyi dalam Rantang adalah film yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan antikorupsi tersebut. Sambil belajar, masyarakat bisa menontonnya tanpa mengurangi unsur hiburannya.

Film Nyanyi Sunyi dalam Rantang bercerita tentang empat kisah pilu masyarakat yang harus merasakan pahitnya kenyataan bahwa hukum kerap kali tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah. Keempat kisah tersebut diadaptasi dari kisah nyata hingga jadilah film edukatif nan menarik karya sutradara Garin Nugroho satu ini.

Dalam Nyanyi Sunyi dalam Rantang, tergambar bagaimana penegak hukum dengan mudahnya membidik rakyat kecil yang minim pengetahuan tentang hukum. Ujung-ujungnya, masyarakat kecil pula yang menjadi sasaran kriminalisasi.

Kisah pertama menyajikan kisah perempuan Tuminah, yang didakwa dengan hukuman satu tahun penjara setelah mengambil dua butir kakao yang jatuh di tanah perkebunan milik perusahaan. Karena Tuminah dianggap tak memiliki izin, ia pun diseret ke meja hijau. Tuminah tidak memperjualbelikan kakao yang dipungutnya, melainkan hanya dijemur dan boleh diambil oleh siapa pun secara gratis, namun itu tak membuatnya selamat dari hukuman penjara.

Klimaksnya, Tuminah ternyata dikriminalisasi sebab tanahnya diincar oleh perusahaan, sementara ia dan suaminya tak mau menjualnya.

Kisah kedua menceritakan tentang petani bernama Kirman yang mengembangkan benih tanaman di lahannya sendiri. Bukannya mendapat apresiasi, ia malah terjerat kriminalisasi dan dianggap melanggar hak paten korporasi.

Sementara itu, kisah ketiga mengangkat masalah yang dialami oleh aktivis yang lantang bersuara di media sosial tentang dampak buruk tambak ilegal terhadap lingkungan. Sang aktivis pun dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), undang-undang yang dikenal sebagai salah satu yang paling kontroversial di Indonesia.

Terakhir, ada kisah tentang tokoh adat yang sehari-harinya menjaga hutan adat. Pada suatu waktu, ia harus berurusan dengan pihak berwajib karena dituduh menduduki lahan negara. Padahal, nyatanya justru hak komunal masyarakat adatlah yang dirampas.

Setelah penonton disuguhkan kisah tragis dari empat orang korban kriminalisasi, di bagian akhir cerita muncullah sosok perempuan bernama Della. Ia hadir sebagai pengacara yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan keadilan, dengan rantang berwarna merah yang dibawanya kala bekerja.

Nyanyi Sunyi dalam Rantang diproduksi melalui kolaborasi antara Stranas PK dengan Garin Workshop dan Padi Padi Creative. Pemutaran perdananya dilakukan di International Film Festival Rotterdam ke-54 dan penayangan terbatas dalam rangka Hari Antikorupsi Sedunia dan tayang untuk publik pada Mei 2025 lalu.

Film Nyanyi Sunyi dalam Rantang jelas bukan sekadar film biasa. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menilai bahwa film ini diharapkan bisa menjadi cara baru dalam menyentuh kesadaran publik secara lebih dalam terkait isu korupsi.

“Dengan adanya film ini, kita menontonnya bersama dan bisa masuk ke alam bawah sadar kita. Film ini juga menjadi bagian dari otokritik terhadap diri kita masing-masing, sebagai koreksi apa yang sudah kita kerjakan untuk kebaikan di masa depan,” ujar Setyo dalam keterangan tertulis KPK.

Setyo bahkan merekomendasikan agar para pegawai di lingkungan lembaga pemerintah ikut menonton Nyanyi Sunyi dalam Rantang. Tujuannya, sebagai bagian dari internalisasi nilai integritas.

“Harus diberdayakan untuk bisa melihat film ini. Setiap kementerian, lembaga, dan BUMN bisa mengarahkan unit kerja mulai dari struktural hingga unit terbawah, mulai dari pusat sampai unit terkecil di daerah bisa melakukan nonton bareng. Saya ingin semua pihak memeriahkan film ini,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Hukum BRIN, Nawawi, melihat bahwa film Nyanyi Sunyi dalam Rantang relevan dengan kenyataan yang dihadapi Indonesia saat ini, utamanya dalam menggambarkan aspek mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan pidana). Bukan cuma masyarakat saja yang menurutnya cocok menonton film ini sebagai media pembelajaran, melainkan juga peneliti hukum.

“Media film sangat efektif sebagai sarana pembelajaran nonkonvensional, tidak melulu harus melalui jurnal atau buku ilmiah,” ujar Nawawi lewat keterangan tertulis BRIN.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.