Bali selalu identik dengan pariwisata yang gemerlap. Namun, di balik keindahan pantai dan budaya yang mendunia, ada denyut ekonomi yang ditopang oleh jutaan usaha kecil, pedagang, hingga pelaku UMKM. Mereka adalah bagian penting dari nadi perekonomian Bali.
Memasuki 2025, geliat kebangkitan ekonomi mulai terasa dan data yang dirilis BPS Bali memberi gambaran jelas arah pergerakan ini. Sensus Ekonomi 2026 pun hadir sebagai momentum penting untuk memastikan setiap potensi usaha tercatat dengan baik.
Ekonomi Bali, Pulih tapi Belum Sepenuhnya Stabil
BPS Provinsi Bali mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 sebesar 5,52% year-on-year dibanding periode sama tahun sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan IV 2024, terjadi kontraksi sebesar −4,38%.
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp75,47 triliun, sementara atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp41,91 triliun.
Pada triwulan II 2025, kondisinya membaik dengan pertumbuhan mencapai 5,95% (y-o-y). Angka ini menegaskan bahwa pemulihan ekonomi berjalan, meski masih diwarnai fluktuasi musiman dan faktor eksternal.
UMKM: Penopang yang Sering Terlupakan
Data dari Bali Satu Data menunjukkan jumlah UMKM yang cukup signifikan, misalnya di Karangasem tercatat sekitar 31.760 unit usaha, di Klungkung 23.610 unit, dan di Tabanan 26.144 unit. Angka ini belum termasuk ribuan usaha informal lain yang kerap tidak tercatat resmi.
UMKM inilah yang menjaga roda ekonomi tetap berputar saat pariwisata lumpuh. Mereka menyerap tenaga kerja lokal, menggerakkan rantai pasok, hingga melahirkan produk-produk kreatif khas daerah.
Sayangnya, banyak UMKM yang masih kesulitan mengakses modal, teknologi, dan pasar digital. Di sinilah pentingnya data akurat: tanpa peta usaha yang jelas, kebijakan sering meleset dari sasaran.
Pariwisata: Masih jadi Andalan
Struktur produksi Bali pada triwulan I 2025 menunjukkan sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum menyumbang 21,23% terhadap perekonomian Bali. Artinya, pariwisata masih menjadi tulang punggung utama.
Ketergantungan ini membawa dua sisi: ketika pariwisata tumbuh, ekonomi ikut terangkat, tapi ketika terguncang, dampaknya langsung terasa luas.
Karena itu, diversifikasi sektor menjadi penting. Bali tidak bisa hanya bersandar pada turis mancanegara. UMKM lokal, usaha pertanian, perikanan, hingga industri kreatif berbasis budaya bisa jadi kekuatan tambahan yang membuat ekonomi lebih tahan guncangan.
Sensus Ekonomi 2026: Momentum Menentukan
Sensus bukan sekadar kegiatan rutin pencatatan. Sensus Ekonomi 2026 akan menjadi peta besar dunia usaha di Bali, mulai dari usaha mikro di pelosok desa hingga perusahaan besar di kawasan wisata. Data ini akan menentukan arah kebijakan pemerintah, akses bantuan, serta strategi pengembangan ekonomi lokal.
Semakin banyak pelaku usaha yang berpartisipasi, semakin akurat data yang dihasilkan. Dengan begitu, intervensi bisa tepat: siapa yang butuh pelatihan digital, siapa yang butuh akses modal, dan siapa yang berpeluang menembus pasar ekspor.
Ajakan untuk Bersama
Bali sudah menunjukkan tanda-tanda pulih. Namun, perjalanan menuju ekonomi yang kokoh masih panjang. Karena itu:
- Pelaku usaha, sekecil apa pun, jangan ragu ikut serta dalam Sensus Ekonomi 2026.
- Pemerintah daerah dan swasta perlu memperkuat ekosistem pendukung UMKM, mulai dari permodalan, pelatihan, hingga pemasaran digital.
- Masyarakat bisa ikut berperan dengan meningkatkan literasi data, agar lebih paham manfaat sensus bagi kehidupan sehari-hari.
Kebangkitan Bali tidak hanya milik sektor pariwisata, melainkan juga UMKM, pedagang kecil, hingga masyarakat desa. Sensus Ekonomi 2026 adalah kesempatan emas untuk memastikan suara mereka tercatat. Dengan data yang lengkap dan akurat, kita bisa merancang kebijakan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Bali bukan hanya ingin pulih, tetpi juga tumbuh lebih tangguh. Pertanyaannya sekarang: sudah siapkah kita semua mencatat sejarah baru bersama Sensus Ekonomi 2026?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News