Di tengah kekayaan biodiversitas Indonesia, ada satu tanaman berkhasiat dari tanah Bangka Belitung. Ialah mentangor, atau dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai genus Calophyllum.
Tanaman ini bukan sekadar vegetasi biasa, melainkan sebuah entitas biologis yang menyimpan potensi besar dalam dunia farmakologi modern, khususnya dalam “peperangan” melawan penyakit mematikan seperti malaria dan kanker.
Mengenal Tanaman Mentangor
Mentangor merupakan sebutan lokal untuk tumbuhan yang termasuk dalam genus besar Calophyllum dari keluarga Clusiaceae atau Guttiferae. Nama ini tidak universal, karena di berbagai daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda.
Masyarakat di beberapa wilayah mungkin menyebutnya bintangur, aci, nyamplungl, atau betur. Kekayaan nama ini mencerminkan persebaran dan pemanfaatan tanaman ini dalam berbagai budaya lokal.
Sebagai genus, Calophyllum terdiri dari banyak spesies, dan salah satu yang paling menjanjikan dari Bangka Belitung adalah Calophyllumwallichianum Planch. and Triana.
Mentangor tumbuh menjulang
Secara morfologi, pohon Mentangor adalah tumbuhan tinggi yang banyak dijumpai di kawasan seperti Desa Penutuk, Kecamatan Lepar, Bangka Belitung. Pohonnya dapat tumbuh menjulang dengan batang yang kuat dan berkayu. Kulit batangnya menjadi bagian yang paling berharga secara medis. Daunnya cenderung lebar, tebal, dan berwarna hijau tua, menunjukkan karakteristik tanaman tropis.
Meskipun data spesifik tentang bunga dan buahnya tidak dirinci dalam penelitian yang dirujuk, tanaman dari genus Calophyllum umumnya menghasilkan bunga yang kecil hingga sedang dan buah berbentuk bulat atau agak lonjong. Kehadiran fisiknya yang kokoh menjadi penanda kekayaan hutan di Kepulauan Bangka Belitung.
Tanaman Endemik Bangka Belitung
Sumber penelitian, termasuk studi yang dilakukan oleh Universitas Airlangga, menyebutkan bahwa Mentangor, khususnya jenis Calophyllumwallichianum, merupakan tanaman endemik Indonesia yang tepatnya banyak tumbuh di wilayah Bangka Belitung.
Status sebagai endemik menegaskan bahwa tanaman ini memiliki nilai konservasi yang tinggi dan keunikan genetik yang tidak ditemukan di tempat lain. Kelestarian habitatnya di Lepar, Bangka Belitung, menjadi krusial tidak hanya untuk menjaga biodiversitas tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan sumber bahan baku obat potensial ini.
Hal tersebut sejalan dengan praktik tradisional masyarakat setempat, termasuk Suku Sekak, yang telah lama memanfaatkan tanaman ini sebagai bagian dari pengobatan herbal mereka.
Punya Senyawa Ajaib “Asam Kromanoat”
Temuan paling mencengangkan datang dari riset ilmiah yang dipimpin oleh Mulyadi Tanjung dan tim riset Kimia Bahan Alam dari Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
Penelitian fitokimia mendalam berhasil mengungkap rahasia yang tersimpan dalam kulit batang Mentangor. Tim peneliti berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi dua senyawa aktif baru yang pertama kali ditemukan di Indonesia, yaitu asam kalostemanik dan asam kalolongik.
Kedua senyawa ini merupakan turunan dari asam kromanoat, yang merupakan senyawa khas dalam genus Calophyllum. Senyawa-senyawa inilah yang menjadi kunci khasiat obatnya.
Ketika diujikan di laboratorium, kedua senyawa tersebut menunjukkan aktivitas yang "sangat aktif" melawan dua musuh kesehatan global: parasit malaria (Plasmodium falciparum strain 3D7) dan sel kanker serviks (sel HeLa).
Mekanisme kerjanya pun dijelaskan secara ilmiah. Sebagai antikanker, khususnya asam kalostemanik, memiliki polaritas tinggi yang memungkinkannya merusak siklus sel kanker, sehingga efektif menekan pertumbuhannya.
Sementara untuk malaria, senyawa aktif ini bekerja dengan menghambat perkembangan parasit penyebab penyakit tersebut. Temuan revolusioner ini telah dipublikasikan dalam Advanced Journal of Chemistry, Section A pada tahun 2025, memberikan landasan ilmiah yang kuat bagi klaim tradisional.
Mentangor untuk Pengobatan Herbal
Bagian tanaman Mentangor yang dimanfaatkan adalah kulit batangnya. Pemilihan kulit batang didasarkan pada fakta bahwa bagian ini merupakan gudang metabolit sekunder, tempat tanaman menyimpan senyawa-senyawa kimia kompleks yang berfungsi sebagai pertahanan diri, dan dalam hal ini, memiliki khasiat obat bagi manusia.
Dalam praktik pengobatan tradisional masyarakat Bangka, khususnya Suku Sekak, kulit batang Mentangor biasanya diolah menjadi ramuan herbal. Cara konsumsinya kemungkinan besar dengan cara direbus untuk mengambil sari atau ekstrak airnya.
Ramuan ini kemudian diminum untuk mengobati berbagai penyakit, mulai dari infeksi bakteri, HIV, hingga yang paling anyar adalah malaria dan kanker serviks. Penemuan Universitas Airlangga ini memvalidasi praktik turun-temurun tersebut dengan bukti ilmiah, menunjukkan bahwa ramuan tradisional itu bekerja karena mengandung senyawa antimalaria dan antikanker yang poten.
Potensi Cerah dalam Dunia Farmasi
Penemuan senyawa asam kalostemanik dan asam kalolongik dari Mentangor Bangka Belitung membuka pintu yang sangat lebar bagi pengembangan obat-obatan baru yang lebih aman karena berbahan dasar alam.
Dalam dunia yang sedang gencar mencari alternatif pengobatan untuk mengatasi resistensi obat malaria dan efek samping kemoterapi kanker, kehadiran kandidat obat dari Mentangor adalah kabar gembira.
Penelitian lanjutan, seperti yang direncanakan tim, akan fokus pada eksplorasi jenis Calophyllum lain dari berbagai penjuru Indonesia. Ini bertujuan untuk memetakan kekayaan hayati nusantara dan mengidentifikasi spesies mana saja yang memiliki potensi farmakologis serupa.
Dengan demikian, Mentangor tidak hanya menjadi kebanggaan Bangka Belitung, tetapi juga menjadi harapan baru bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia, membuktikan bahwa alam menyediakan solusi bagi beberapa masalah kesehatan terbesar umat manusia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News