cerita rakyat dari yogyakarta legenda ki joko pekik - News | Good News From Indonesia 2025

Cerita Rakyat dari Yogyakarta, Legenda Ki Joko Pekik

Cerita Rakyat dari Yogyakarta, Legenda Ki Joko Pekik
images info

Legenda Ki Joko Pekik adalah salah satu cerita rakyat dari Yogyakarta. Legenda ini berkisah tentang penyesalan Joko Pekik yang sudah salah paham dengan sang adik, Retno Branta.

Berikut kisah lengkap dari legenda Ki Joko Pekik, salah satu cerita rakyat dari daerah Yogyakarta.

Legenda Ki Joko Pekik, Cerita Rakyat dari Yogyakarta

Dilansir dari buku Astri Damayanti yang berjudul Kumpulan Legenda Nusantara Favorit, pada suatu masa Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Raja Brawijaya V. Pada saat itu, kerajaan yang dia pimpin mendapatkan serangan dari Kerajaan Wora-Wari.

Raja Wora-Wari langsung memimpin pasukan dalam penyerangan ke Majapahit tersebut. Alhasil pasukan Majapahit berhasil dikalahkan dan wilayahnya dikuasai oleh Raja Wora-Wari.

Melihat situasi ini, Raja Brawijaya memutuskan untuk melarikan diri ke arah barat. Dia menyusuri Sungai Bengawan Solo dalam pelarian tersebut.

Namun hal ini diketahui oleh Raja Wora-Wari. Dengan mudah Raja Wora-Wari berhasil menyusul Raja Brawijaya.

Pertarungan antara dua raja ini akhirnya tidak terelakkan. Namun kesaktian yang dimiliki oleh Raja Wora-Wari tidak tertandingi oleh Raja Brawijaya V.

Akhirnya Raja Brawijaya V dikutuk menjadi buaya putih oleh Raja Wora-Wari. Dirinya kemudian dikutuk menjadi penunggu Sungai Bengawan Solo.

Di sisi lain, putra dan putri Raja Brawijaya juga berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Begitupun dengan Ki Joko Pekik dan Retno Branta.

Kedua kakak beradik ini juga melarikan diri dari daerah Majapahit menuju arah barat. Namun mereka memilih jalan lain agar tidak diketahui oleh pasukan Raja Wora-Wari.


Setelah berjalan cukup lama, sampailah Ki Joko Pekik dan Retno Branta di pinggiran Sungai Bengawan Solo. Tiba-tiba muncul seekor buaya putih yang membawakan sampan di hadapan mereka.

Kakak beradik ini tidak tahu bahwa buaya putih tersebut jelmaan ayah mereka. Buaya putih itu mengisyaratkan agar Joko Pekik dan Retno Branta naik ke atas sampan tersebut.

Joko Pekik dan Retno Branta kemudian naik ke atas sampan itu. Buaya putih tersebut kemudian mendorong sampan menuju arah barat.

Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, sampailah mereka di sebuah desa di sekitar Yogyakarta. Desa terletak di tepi Hutan Mentaok, yang kini dikenal sebagai daerah Godean.

Joko Pekik dan Retno Branta kemudian turun di sana. Tidak lupa mereka berterima kasih kepada buaya putih tersebut atas bantuan yang sudah diberikan.

Kakak beradik ini kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tidak lama kemudian, sampailah dia di rumah sederhana yang dihuni oleh perempuan tua dan anak lelakinya.

Joko Pekik dan Retno Branta disambut dengan baik hati oleh keluarga itu. Bahkan mereka dipersilahkan untuk tinggal di rumah itu.

Atas kebaikan yang sudah diterima, Joko Pekik kemudian membantu keluarga tersebut dengan berburu di hutan. Nantinya hasil buruan ini akan mereka konsumsi sebagai makanan sehari-hari.

Bertahun-tahun berlalu, ternyata Retno Branta jatuh hati dengan anak lelaki yang ada di rumah itu. Hal ini kemudian dia beritahu kepada Joko Pekik.

Namun sayang, Joko Pekik tidak merestui cinta sang adik. Dia tidak suka jika Retno Branta terlalu dekat dengan pemuda itu.

Retno Branta kemudian mencari cara agar hati sang kakak luluh. Akhirnya dia bertapa dan berdoa kepada Tuhan agar pikiran sang kakak berubah.

Begitu Joko Pekik berangkat berburu ke hutan, Retno Branta memulai pertapaan dengan tidak keluar kamar. Joko Pekik biasanya menghabiskan waktu berburu ini selama seminggu.

Selama itu pula Retno Branta tidak keluar dari kamarnya. Dia hanya memakan kunyit yang sudah dipersiapkan sebelumnya dalam pertapaannya.

Seminggu kemudian, Joko Pekik kembali pulang membawa hasil buruan. Retno Branta yang sudah menyelesaikan pertapaannya juga keluar dari kamar pada saat yang sama.

Tubuh Retno Branta menjadi agak kurus dari sebelumnya. Namun perut Retno Branta justru membesar.

Melihat hal ini, Joko Pekik langsung berprasangka bahwa sang adik sudah melakukan tindakan yang tidak patut. Amarah Joko Pekik langsung memuncak pada saat itu juga.

Retno Branta berusaha menjelaskan bahwa dia tidak melakukan apa-apa selama sang kakak selama pergi berburu. Dia hanya bertapa di kamar seminggu penuh dan memakan kunyit yang sudah disediakan.

Namun amarah Joko Pekik sudah tidak terbendung. Dia langsung mencabut keris dan menghunuskannya ke sang adik.

Retno Branta langsung meninggal dunia seketika. Hal ini tentu menggemparkan desa tersebut.

Ibu tua dan anak lelakinya yang mengetahui ini kemudian memberikan penjelasan yang sama dengan Retno Branta sebelumnya. Mendengarkan hal ini, Joko Pekik kemudian menyesali perbuatan yang sudah dia lakukan.

Ki Joko Pekik kemudian memutuskan untuk bertapa di Sendang Pare Anom. Dia meminta agar Tuhan memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Joko Pekik kemudian mengutuk dirinya sendiri. Dia berpesan jika kelak meninggal dunia, maka tidak boleh seorang pun yang mengunjungi makamnya.

Tidak lama kemudian, Joko Pekik benar meninggal dunia. Penduduk setempat kemudian memakamkan jasadnya di dekat Sendang Pare Anom.

Makam tersebut kemudian dikeramatkan dan tidak boleh untuk dikunjungi. Sementara itu, Retno Branta dimakamkan di daerah Godean.

Begitulah kisah dalam legenda Ki Joko Pekik, salah satu cerita rakyat dari Yogyakarta.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Irfan Jumadil Aslam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Irfan Jumadil Aslam.

IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.