Tidak hanya makanan dan minuman khas, berbagai budaya daerah di Indonesia juga memiliki tata caranya tersendiri dalam menyajikan hidangan kuliner. Salah satu contoh tata cara penyajian makanan khas yang bisa Kawan jumpai di daerah Palembang adalah ngidang.
Ngidang sudah menjadi warisan turun temurun di tengah masyarakat Palembang. Apalagi cara penyajian makanan yang juga menjadi tradisi ini sudah berkembang sejak waktu lama.
Biasanya tata cara penyajian makanan ini bisa dijumpai dalam acara penting yang ada di tengah masyarakat. Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait tata cara penyajian makanan ngidang khas Palembang tersebut?
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Mengenal Ngidang dari Palembang
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, ngidang atau idangan merupakan salah satu tradisi yang ada di Palembang. Tradisi yang berkaitan dengan tata cara penyajian makanan ini bahkan sudah ada sejak ratusan tahun silam.
Dikutip dari artikel Syarifuddin, dkk., "Eksistensi Ngidang Sebagai Tradisi Makan Khas Palembang di Abad 21" yang terbit di Jurnal Sosial Budaya, tradisi ngidang ini diketahui sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang dulunya. Tepatnya tata cara penyajian makanan ini mulai dikenalkan pada masa Sultan Mahmud Badarudin.
Biasanya tradisi ini bisa ditemukan di beberapa acara penting yang ada di masyarakat, seperti pernikahan, keduriaan, dan lainnya. Secara umum, tata cara ngidang dalam menyajikan makanan adalah dengan menyajikannya di atas sebuah kain secara lesehan.
Nantinya para tamu akan duduk bersila di sekitar makanan yang disajikan. Jika dilihat dari asal usulnya, kemunculan tradisi ngidang ini merupakan bentuk akulturasi dari beberapa budaya pendatang yang ada di Palembang.
Tata cara penyajian makanan ini merupakan akulturasi dari budaya Cina dan Arab yang ada di Palembang. Tidak hanya itu, tradisi ini juga memiliki pengaruh Islam yang kental di dalamnya.
Tata Cara Penyajian Makanan Khas Palembang
Dalam tata cara penyajian ngidang, setiap tamu yang datang akan membentuk lingkaran terlebih dahulu. Satu lingkaran ini biasanya terdiri dari delapan orang.
Para tamu ini akan duduk di atas kain yang sudah dibentangkan oleh petugas sebelumnya. Kain ini dikenal dengan sebutan sepra.
Setelah itu, petugas akan mulai membawa nasi dalam sebuah wadah yang bernama dulang. Untuk membawanya, ada juga aturan khusus yang mesti dipahami oleh petugas.
Dalam membawa dulang, para petugas tidak boleng mengangkatnya di depan dada. Akan tetapi, posisi dulang harus diangkat ke samping sejajar dengan bahu.
Selanjutnya petugas akan menyajikan pulur yang terdiri dari sambal, lalapan, dan pencuci mulut. Setelah itu barulah menyajikan lauk pauk utama dalam sajian makanan tersebut.
Terakhir, petugas akan membawa air minum serta pencuci tangan bagi para tamu yang datang.
Memiliki Makna yang Mendalam
Bagi masyarakat Palembang, tradisi ngidang ternyata memiliki makna yang mendalam. Tata cara penyajian makanan ini ternyata memiliki nilai yang lebih mendalam dari apa yang terlihat.
Tradisi ini memiliki semangat gotong royong di dalamnya. Dalam prosesnya, para petugas akan saling bahu membahu dalam menyajikan makanan.
Tidak hanya itu, keberlangsungan tradisi ini juga bisa menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi antarsesama. Selain itu, adanya tradisi ngidang dalam tata penyajian makanan khas Palembang ini juga menjadi cara bagi masyarakat untuk memuliakan tamu yang datang.
Begitulah pembahasan seputar ngidang, tata cara penyajian makanan khas dari Palembang yang sudah berkembang sejak masa kesultanan dulunya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News