Indonesia memikul amanah besar sebagai rumah bagi dua spesies badak paling langka dan terancam punah di dunia: badak jawa (Rhinocerossondaicus) dan badak sumatra (Dicerorhinussumatrensis).
Keduanya berada di ambang kepunahan, dan upaya penyelamatannya tidak bisa lagi mengandalkan metode konservasi konvensional semata. Dalam situasi kritis ini, terbitlah harapan baru dari dunia ilmu pengetahuan.
IPB University, berkolaborasi dengan Kementerian Kehutanan, mengambil inisiatif strategis dengan mengembangkan Laboratorium Pusat Assisted Reproductive Technology (ART) dan Biobank Indonesia.
Fasilitas mutakhir ini dirancang sebagai benteng terakhir untuk menyimpan harta karun genetik satwa liar nusantara, dengan fokus utama pada penyelamatan kedua spesies badak yang menjadi simbol perlindungan biodiversitas Indonesia.
Mengenal Satwa Purba: Badak Jawa dan Badak Sumatra
Meski sama-sama badak dan terancam punah, badak jawa dan badak sumatra adalah dua spesies yang sangat berbeda. Badak jawa memiliki penampilan yang lebih monolitik, dengan ciri khas kulitnya yang menyerupai mosaik atau lapisan baju zirah.
Ukuran tubuhnya lebih besar, dan hanya jantan yang memiliki cula tunggal yang relatif pendek. Populasinya yang tersisa hanya berkisar 76 individu, semua terkonsentrasi di Taman Nasional Ujung Kulon.
Sebaliknya, badak sumatra adalah spesies badak terkecil di dunia dan satu-satunya yang memiliki rambut yang menutupi tubuhnya.
Spesies ini memiliki dua cula dan merupakan kerabat terdekat dari badak wol yang telah punah. Perilakunya juga lebih soliter dan hidup dalam populasi yang terpencar-pencar di Sumatra dan Kalimantan, dengan jumlah total diperkirakan kurang dari 80 individu.
Perbedaan biologis dan ekologis inilah yang membuat strategi konservasi untuk keduanya harus disusun secara spesifik dan didukung oleh sains.
Status Kritis dan Ancaman Kepunahan
Kedua spesies ini diklasifikasikan sebagai Sangat Terancam Punah (Critically Endangered) oleh IUCN. Ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka multifaset.
Hilangnya habitat akibat deforestasi dan fragmentasi hutan memutus koridor jelajah dan tempat mencari makan. Ancaman perburuan liar untuk diambil culanya masih sangat nyata, didorong oleh permintaan pasar gelap.
Selain itu, populasi yang sangat kecil dan terisolasi membuat mereka rentan terhadap bencana alam, penyakit, dan dampak negatif perkawinan sedarah (inbreeding) yang dapat menurunkan keragaman genetik dan kemampuan adaptasi.
Badak jawa, yang hanya ada di satu lokasi, sangat riskan terhadap tsunami atau wabah penyakit. Sementara badak sumatra, dengan populasi yang terpencar, kesulitan untuk menemukan pasangan kawin. Tanpa intervensi manusia yang intensif, kepunahan hanyalah soal waktu.
Baca juga Hanya Ada di Indonesia, Satwa Purba Badak Jawa Ternyata Pemalu
Laboratorium ART dan Biobank
Menjawab tantangan kritis ini, IPB University meluncurkan sebuah terobosan visioner: Laboratorium Pusat Assisted Reproductive Technology (ART) dan Biobank.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, menyambut hangat inisiatif ini dengan menyatakan, “Selama saya jadi Menteri, inisiatif apa pun dari universitas, terutama IPB University yang memang sangat dekat dengan bidang kehutanan, saya akan bersedia mempergunakan otoritas saya untuk membangun jalan ilmu pengetahuan.”
Pernyataan ini menunjukkan komitmen politik kuat untuk menjembatani kebijakan pemerintah dengan fakta ilmiah.
Laboratorium ini berfungsi sebagai bank gen atau biobank yang akan menyimpan dan mengawetkan material genetik seperti sperma, sel telur (oosit), embrio, dan jaringan somatic dari satwa liar, termasuk badak jawa dan sumatra.
Teknologi Reproduksi Berbantu (ART) yang akan dikembangkan meliputi teknik seperti pembekuan sperma (cryopreservation), fertilisasi in vitro (bayi tabung), dan transfer embrio. Teknologi ini memungkinkan para ilmuwan untuk:
- Melestarikan materi genetik dari individu badak yang mati atau hampir punah.
- Meningkatkan keragaman genetik populasi dengan mengawinkan silang individu dari lokasi yang berbeda tanpa harus memindahkan badak secara fisik, yang berisiko tinggi.
- Menghasilkan keturunan baru dari induk yang sudah tidak mampu bereproduksi secara alami.
- Membangun populasi "insurance" atau cadangan di luar habitat aslinya.
Rektor IPB University, Prof. Arif Satria, menegaskan urgensi dari pendekatan ini, “Penyelamatan satwa liar tidak bisa hanya mengandalkan konservasi kawasan. Konservasi genetik melalui biobank adalah langkah yang mendesak.”
Lab ini akan menyinergikan tiga fokus riset unggulan IPB: omics science (genomik untuk pemetaan gen), artificial intelligence (AI untuk analisis data kompleks dan pemantauan), dan sustainability.
Kolaborasi untuk Masa Depan Keanekaragaman Hayati
Proyek ambisius ini tidak bisa dilakukan sendirian. IPB University telah menjalin kolaborasi internasional, seperti dengan Leipzig Zoo di Jerman, yang memiliki pengalaman panjang dalam penelitian reproduksi badak.
Dukungan juga datang dari Bappenas. Leonardo Adypurnama alias Teguh Sambodo, PhD, Deputi Bappenas, menyatakan bahwa inisiatif ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), khususnya dalam hal pemanfaatan biodiversitas secara berkelanjutan.
Baca juga Peneliti IPB University Selamatkan Badak Sumatra dari Kepunahan Lewat Teknologi Bayi Tabung
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News