Di Desa Siahoni, Maluku terdapat sebuah cerita rakyat yang mengisahkan tentang bendera pusaka yang ada di sana. Konon bendera pusaka ini dijaga oleh masyarakat yang ada di Desa Siahoni sejak lama.
Bahkan pada saat Desa Siahoni diserang oleh pihak penjajah, tokoh masyarakat masih memikirkan cara agar bendera pusaka tersebut tetap bisa terjaga dan aman. Lantas bagaimana kisah dari bendera pusaka yang ada di Desa Siahoni tersebut?
Kisah Bendera Pusaka di Desa Siahoni, Cerita Rakyat dari Maluku
Dinukil dari artikel Nining Halimombo, "Bendera Pusaka di Desa Siahoni" dalam buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Buru, dikisahkan pada zaman dahulu di Desa Siahoni terdapat sebuah bendera pusaka yang dipertahankan oleh masyarakat. Mereka berusaha menjaga bendera pusaka tersebut dengan segenap tenaga.
Hal yang sama juga terjadi pada awal kemerdekaan Indonesia. Ketika Belanda kembali mencoba menancapkan kekuasaannya di Indonesia, Desa Siahoni menjadi salah satu tempat yang turut diserang oleh pihak penjajah pada waktu itu.
Peperangan ini membuat situasi Desa Siahoni menjadi mencekam. Masyarakat mulai meninggalkan rumah masing-masing untuk mengungsi.
Kepala desa, Arifin Kaimudin mulai memikirkan kondisi desanya tersebut. Bersama dua tokoh masyarakat lainnya, yakni Mhat Jawa dan Ode Tagu, dirinya mulai memikirkan cara agar situasi di Desa Siahoni bisa kembali kondusif.
Selain itu, dia juga mesti bisa menjaga bendera pusaka yang ada di desa tersebut agar tetap aman. Dengan demikian, bendera pusaka yang sudah dijaga sejak lama tidak jatuh ke tangan penjajah.
Pada suatu hari, Arifin Kaimudin memerintahkan beberapa warga untuk memanggil Mhat Jawa dan Ode Tagu ke rumahnya. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya dua tokoh masyarakat ini datang juga ke rumah kepala desa.
Sesampainya di sana, Arifin Kaimudin langsung menanyakan kondisi kedua tokoh masyarakat tersebut. Dirinya khawatir jika Mhat Jawa dan Ode Tagu sampai ditangkap oleh pihak Belanda.
Untungnya kedua tokoh masyarakat itu bisa tetap bergerak dengan leluasa. Ketiga tokoh masyarakat ini kemudian mulai menyusun rencana untuk menghadapi situasi yang tengah mereka hadapi.
Terdapat tiga bahasan yang menjadi perhatian mereka waktu itu. Pertama, situasi keamanan desa yang mencekam masih saja terus terjadi.
Hal ini menimbulkan masalah kedua, yakni keresahan yang terjadi di tengah masyarakat. Terakhir, mereka juga mesti mencari cara agar bendera pusaka tetap bisa terjaga dengan aman.
Setelah berdiskusi panjang, ketiga tokoh masyarakat ini akhirnya menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi. Mereka memutuskan untuk membagi tugas untuk menangani masing-masing masalah yang tengah terjadi.
Arifin Kaimudin bertugas untuk menenangkan masyarakat yang ada di Desa Siahoni. Sementara itu, Mhat Jawa akan memimpin para pemuda untuk menjaga keamanan desa.
Terakhir, Ode Tagu bertugas untuk menjaga keamanan bendera pusaka. Mereka kemudian bersepakat untuk menjalankan rencana tersebut keesokan harinya.
Pagi pun tiba keesokan harinya. Ketiga tokoh masyarakat ini mulai menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Arifin Kaimudin mulai mengarahkan masyarakat ke satu tempat yang sama agar bisa terlindungi dengan aman. Hal yang sama juga dilakukan oleh Mhat Jawa, memimpin para pemuda dan memastikan keamanan Desa Siahoni bisa terjaga dari pihak penjajah.
Sementara itu, Ode Tagu melakukan berbagai cara agar bendera pusaka yang diamanahkan kepadanya bisa tetap terlindungi dengan aman. Beberapa waktu berlalu, pihak penjajah akhirnya pergi meninggalkan Indonesia.
Kondisi Desa Siahoni kembali menjadi aman dan kondusif. Rencana yang diatur oleh ketiga tokoh masyarakat ini bisa terlaksana.
Akhirnya bendera pusaka yang dijaga dengan segenap usaha bisa tetap berkibar di Desa Siahoni dengan gagahnya. Begitulah kisah bendera pusaka yang ada di Desa Siahoni yang jadi salah satu cerita rakyat dari Maluku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News