Kawan GNFI, siapa sangka Desa Sumurgintung di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, punya potensi besar di sektor perikanan? Sekitar 23% wilayah desa tersebut digunakan untuk pembesaran benih ikan nila dan ikan mas. Perikanan jadi tulang punggung ekonomi warga, tapi mereka menghadapi tantangan serius: harga jual ikan menurun, sementara harga pakan terus meroket.
Dalam dunia budidaya ikan, pakan seringkali menjadi momok yang menghantui. Biayanya yang bisa menyedot hingga 60-70% dari total produksi, ditambah dengan ketergantungan pada pakan pabrikan yang harganya fluktuatif, membuat banyak pembudidaya, khususnya skala rumahan, mengeluh.
Tidak jarang, untuk menekan biaya, pakan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi yang dibutuhkan ikan. Akibatnya, pertumbuhan ikan lambat, daya tahan tubuhnya rendah, dan rentan terserang penyakit. Hal tersebut merupakan cerita lama yang berulang di banyak desa penghasil ikan, termasuk Desa Sumurgintung, Kabupaten Subang.
Melihat kondisi tersebut, mahasiswa KKN-T IPB hadir dengan sebuah inovasi sederhana namun berdampak besar: pakan probiotik mandiri bernama Pelet Cageur. Inovasi tersebut diperkenalkan dalam kegiatan sosialisasi pada 18 Juli 2025. Tujuannya jelas, yaitu menjaga kesehatan ikan sekaligus menekan biaya produksi.
Sebelum program tersebut digulirkan, tim KKN-T melakukan pengamatan langsung ke lapangan. Mereka berinteraksi dengan para pembudidaya ikan di Desa Sumurgintung untuk mendengar langsung keluh kesah.
Permasalahannya kompleks. Di satu sisi, tekanan ekonomi memaksa mereka mencari cara berhemat. Di sisi lain, kualitas pakan yang buruk berujung pada hasil panen yang tidak optimal, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Ditambah lagi, penggunaan pakan yang tidak efisien seringkali mencemari air kolam karena sisa pakan yang tidak tercerna menumpuk dan membusuk.
Apa Itu Pelet Cageur? Mengupas Inovasi Sederhana yang Berdampak Besar
“Cageur” dalam bahasa Sunda berarti “sehat”. Nama tersebut dipilih dengan penuh harapan bahwa pakan ini tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menyehatkan ikan dari dalam. Secara teknis, Pelet Cageur adalah pakan ikan konvensional yang diperkaya dengan probiotik yang dikultur secara mandiri.
Probiotik komersial seperti EM4 yang sudah dikenal luas, diperbanyak jumlahnya menggunakan media molase (tetes tebu) dan air. Proses fermentasi ini membutuhkan waktu beberapa hari. Probiotik yang sudah “aktif” kemudian dicampur secara merata dengan pelet pabrikan sebelum diberikan kepada ikan. Sederhana? Tentu. Namun, dampak dari langkah sederhana ini bisa sangat signifikan.
Teknis Pelaksanaan
Cara membuat Pelet Cageur ternyata tidak rumit. Bahan-bahannya mudah ditemukan: EM4 (1 liter), molase (1 liter), dan air (8 liter). Setelah difermentasi selama 5–7 hari, larutan probiotik siap dicampurkan ke pakan ikan. Aroma khas molase jadi tanda bahwa probiotik sudah matang dan bisa digunakan.
Sosialisasi yang dilakukan mahasiswa bukan hanya sekadar paparan, tapi juga demonstrasi langsung, sesi tanya jawab, hingga pembagian probiotik hasil fermentasi. Hasilnya cukup mengejutkan. Jika sebelumnya hanya 3 dari 10 petani tambak yang menggunakan pakan probiotik, setelah kegiatan tersebut seluruh peserta berkomitmen untuk menggunakannya.
Tidak berhenti di situ, mahasiswa KKN-T IPB juga menyiapkan leaflet panduan pembuatan dan penggunaan Pelet Cageur agar petani bisa mempraktekkannya secara mandiri. Dengan inovasi ini, harapannya kesehatan ikan tetap terjaga, biaya produksi bisa ditekan, dan usaha perikanan di Desa Sumurgintung terus berkelanjutan.
Probiotik: Tentara Kecil Penjaga Kesehatan Kolam dan Ikan
Lalu, bagaimana probiotik dalam Pelet Cageur menjawab semua masalah ini?
- Meningkatkan Efisiensi Pencernaan Ikan: Probiotik mengandung enzim-enzim yang membantu memecah nutrisi dalam pakan menjadi bentuk yang lebih mudah diserap oleh usus ikan. Hal tersebut menunjukkan dengan pakan yang sama, ikan dapat menyerap lebih banyak gizi. Dampaknya, pertumbuhan ikan bisa lebih cepat dan jumlah pakan yang terbuang percuma (yang mencemari air) berkurang drastis.
- Memperkuat Sistem Imun: Saluran pencernaan adalah “otak kedua” bagi ikan. Probiotik yang merupakan bakteri baik akan berkoloni di usus dan bersaing dengan bakteri jahat penyebab penyakit. Dengan usus yang sehat, ikan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dan tidak mudah stres.
- Menjaga Kualitas Air: Sisa pakan dan kotoran ikan menghasilkan amonia yang beracun. Beberapa strain bakteri dalam probiotik mampu mengurai amonia ini menjadi senyawa yang tidak berbahaya, sehingga kualitas air kolam tetap terjaga dan mengurangi frekuensi penggantian air.
Kecil yang Dianggap, Besar Manfaatnya
Pelet Cageur adalah bukti bahwa inovasi tidak harus selalu tentang hal-hal yang besar dan mahal. Terkadang, solusi terbaik justru datang dari memanfaatkan kembali yang alami dengan cara yang lebih cerdas.
Probiotik sering diabaikan padahal punya peran besar dalam kesehatan. Program tersebut tidak hanya sekadar memberikan solusi praktis menghemat biaya pakan serta mengajak para pembudidaya untuk kembali bersahabat dengan alam, memanfaatkan mikroorganisme sebagai mitra dalam berbudidaya.
Dari Desa Sumurgintung, semoga dengan inovasi sederhana dapat terus berkembang dan ditularkan ke desa-desa lainnya untuk menciptakan gelombang perubahan menuju perikanan budidaya yang lebih cageur, efisien, dan berkelanjutan untuk Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News