Nyimpen wirid ning njero wit (menyimpan wirid di dalam pohon), sebuah patron ekosufisme yang pernah tumbuh dan berkembang di Bumi Tarekat Padangan.
Padangan Bojonegoro, sebuah wilayah administratif berada di batas Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, sejak lama dikenal memiliki banyak khazanah hikayat dan tradisi. Terutama hikayat dan tradisi yang berhubungan kental dengan pergerakan sufisme tarekat.
Pada 1938 silam, KH Wahab Hasbullah, salah satu pendiri NU, pernah mengakui kekagumannya pada Padangan Bojonegoro, sebagai kawasan simpul tarekat. Sebab, di tempat itu, terdapat banyak kaum tarekat. Kekaguman Kiai Wahab Hasbullah itu, tentu berdasar fakta dan realitas sejarah.
Sejak abad 14 M, Jipang Padangan memang dikenal sebagai Tlatah Sufisme Jawi. Bermacam tarekat pernah ada di sini. Dari Naqsabandiyah, Syattariyah, Naqsabandiyah Kholidiyah, Syadziliyah, hingga Rifa’iyyah — mayoritas hanya disebut Tarekat Padangan. Keberadaan bermacam Tarekat di Padangan ini, kian masyhur pada abad 19 M.
Besarnya pengaruh ajaran Tarekat di Padangan ini, melahirkan sub-kultursufisme dalam kehidupan masyarakat sehari-hari— khususnya dalam lelaku Wirid. Bahkan, melahirkan bermacam olah budaya yang lahir dari kecenderungan wirid sufistik. Termasuk hikayat cerita dan tradisi sufi.
Baca Selengkapnya