indonesia penggenggam asa energi masa depan - News | Good News From Indonesia 2025

Indonesia, Penggenggam Asa Energi Masa Depan

Indonesia, Penggenggam Asa Energi Masa Depan
images info

Energi mengalir di setiap lini kehidupan, bila bersumber dari yang baik, hasilnya pun akan baik 

Energi masa depan bersemayam melimpah di Kepulauan Indonesia. Mengapa tidak? Sebab Tuhan telah menganugerahkan kepada Indonesia kekayaan alam yang harus dimanfaatkan sekaligus dilestarikan bagi generasi penerus bangsa.

Energi ini diharapkan menjadi sumber yang berkelanjutan, ramah bagi lingkungan maupun manusia. Energi tersebut tidak lain adalah energi hijau, yakni Energi Baru Terbarukan (EBT). 

Kini, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi sebuah keharusan, mengingat bumi tengah menghadapi krisis iklim yang semakin parah. Negara-negara di seluruh dunia berupaya mencari solusi dengan beralih ke EBT sebagai pengganti energi fosil yang kotor, demi menurunkan emisi global. 

Di Indonesia, dampak krisis iklim terlihat nyata melalui meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi, seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, hingga kekeringan. 

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak 2023 hingga Juli 2025 tercatat lebih dari 10.700 kejadian bencana, dengan banjir serta kebakaran hutan dan lahan menjadi yang paling dominan. 

Kondisi ini menegaskan urgensi untuk segera beradaptasi terhadap krisis iklim dan mendorong pemanfaatan EBT sebagai solusi masa depan Indonesia. 80 tahun sudah Indonesia merdeka, kini saatnya energi pun merdeka dari ketergantungan pada fosil. Lalu, bagaimana langkah dan tantangan kita ke depan?

Posisi EBT dalam Pembangkit Listrik Global

Kekayaan Alam dan Kilometer Pertama Telah Dilewati

Dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai energi masa depan Indonesia. Ia juga menyampaikan optimisme bahwa Indonesia dapat menjadi pelopor energi bersih di dunia. 

Keunikan bagi Indonesia ialah, potensi EBTnya tersebar di berbagai kepulauan dengan keunggulan masing-masing, seperti hidro (air) di Kalimantan Utara, surya di NTT, arus laut di Maluku, bayu, di Kalimantan Selatan, serta panas bumi di hampir seluruh pulau, kecuali Kalimantan.

Hal ini dapat menjadi penopang energi di tiap wilayah tanpa harus bergantung pada daerah lain, sekaligus mendorong terwujudnya kemandirian energi. 

Menurut Kementerian ESDM, potensi EBT Indonesia mencapai 3.686 gigawatt (GW), yang mencakup tenaga surya, angin, air, biomassa, panas bumi, arus laut, dan sumber lainnya.

Dari total potensi tersebut, tenaga surya menjadi yang terbesar dengan 3.295 GW. Namun, realisasi pemanfaatanya baru 14,2% per Mei 2025, masih di bawah target Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025 sebesar 15,9%. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mencapainya. 

Hadirnya potensi surya didukung oleh letak geografis Indonesia yang strategis di sepanjang Garis Khatulistiwa, sehingga memperoleh paparan sinar matahari rata-rata hingga 12 jam per hari.

Salah satu PLTS yang telah terealisasi adalah PLTS Cirata di Jawa Barat, salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Dengan 340.000 panel surya di lahan seluas 200 hektare, PLTS ini mampu memasok listrik bagi sekitar 50.000 rumah. 

PLTS Waduk Cirata: Inovasi PLTS Terapung yang Mendorong Kemajuan Ekonomi Hijau Indonesia

Kemudian, energi bayu atau angin menjadi potensi terbesar kedua setelah surya, dengan kapasitas mencapai 155 GW. Salah satu yang telah beroperasi adalah PLTB Sidrap di Sulawesi Selatan, berkapasitas 75 megawatt (MW). Dengan 30 kincir angin, PLTB ini mampu memasok listrik bagi sekitar 70.000 pelanggan. 

Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2025 tentang peta jalan transisi energi nasional untuk menurunkan emisi karbon.

Salah satu ketentuannya mewajibkan dunia industri melakukan audit energi serta menyusun peta jalan menuju energi bersih. 

Upaya ini didukung oleh berbagai pihak dan pemanfaatan teknologi rendah emisi, seperti carbon capture and storage (CCS), yang dirancang untuk mengurangi emisi CO2 dengan cara menangkapnya agar tidak ke atmosfer. 

Seluruh usaha ini merupakan bagian dari transisi energi Indonesia menuju sumber yang lebih bersih. Setiap tahap membawa asa bagi kehidupan yang berkelanjutan dan lebih peduli pada lingkungan. Dengan semangat kemerdekaan, 80 tahun Indonesia berdiri adalah momentum untuk merdeka pula dari krisis iklim melalui energi bersih. 

80 Tahun Indonesia dan Tantangan Menuju Energi Bersih

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berkomitmen untuk beralih pada sumber energi bersih, sejalan dengan komitmennya dalam Perjanjian Paris tentang perubahan iklim. Ketersediaan dana menjadi tantangan utama bagi Indonesia untuk merealisasikan proyek-proyek hijau terkait energi. 

Kerja sama dan diplomasi internasional terus digencarkan untuk mengikat investasi hijau ke dalam negeri. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam memperkuat komitmen pada energi bersih, sekaligus mengurangi proyek energi kotor, salah satunya menidurkan secara bertahap operasional PLTU batubara. Hal ini sejalan dengan janji penghentian penggunaan batubara pada 2040. 

Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) di Indonesia menjadi salah satu bentuk dukungan internasional melalui kolaborasi berbagai negara, termasuk Jepang, Jerman, Inggris, Uni Eropa, dan lainnya.

Inisiatif ini menyediakan pendanaan awal sebesar US$20 miliar untuk tiga hingga lima tahun ke depan, yang akan dikembangkan dalam Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif sebagai landasan strategis menuju target emisi nol berish pada 2060. 

Di samping kerja sama internasional, perbaikan di dalam negeri juga perlu direalisasikan, karena hal ini menjadi portofolio penting untuk menunjukkan keseriusan Indonesia dalam transisi energi dan penanganan krisis iklim. 

Kehutanan, misalnya, memegang peran penting bagi Indonesia sebagai paru - paru dunia sekaligus zamrud khatulistiwa dengan hamparan hijau di sepanjang garis ekuator. Perlindungan dan pelestarian ekosistem hutan mutlak diperlukan agar tetap mampu menyerap emisi karbon. 

Menurut data Kementerian Kehutanan, luas hutan Indonesia pada 2024 mencapai 95,5 juta hektare. Karena itu, upaya reboisasi harus terus digencarkan, terutama pada lahan-lahan yang mengalami deforestasi.

Tak luput juga, kolaborasi dan pengakuan terhadap masyarakat adat yang sejak lama mendiami hutan sebagai penjaga sekaligus pelestari ekosistem harus terus diperkuat.

Harapan besar bagi Indonesia terletak pada kebijakan yang berpihak pada energi bersih dan lingkungan, sekaligus mendorong investasi dalam transisi hijau. Pemanfaatan Danantara dengan jejaring globlanya dapat menjadi sarana memperluas pendanaan hijau ke Indonesia.

Investasi Perdana Danantara di Filipina, Dorong Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Proyek-proyek hijau pun perlu digencarkan sebagai program strategis jangka panjang untuk mewujudkan energi bersih, bahkan swasembada energi yang menjadi perhatian Presiden Prabowo. 

Kemerdekaan kali ini terasa istimewa karena menandai delapan dekade Indonesia berdiri. Berbagai peristiwa, tahapan, dan perbaikan telah dilalui, begitu pula harapan untuk masa depan.

Semuanya akan lebih bermakna bila diwujudkan dengan energi bersih, lingkungan yang terjaga, serta komitmen bersama demi generasi mendatang dalam hidup yang berkelanjutan. 

#80CeritaBaikIndonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.