Pendakian gunung adalah salah satu aktivitas wisata alam yang paling digemari di Indonesia. Namun, keindahan alam ini sering kali dibarengi dengan risiko tinggi. Baru-baru ini, duka menyelimuti dunia pendakian setelah seorang turis asal Brasil, Juliana Marins, terjatuh di Gunung Rinjani dan meninggal dunia.
Tragedi ini membuka mata kita bahwa mendaki bukanlah kegiatan mass tourism biasa, melainkan ekowisata dengan risiko serius yang membutuhkan standar keselamatan ketat.
Untuk itulah pemerintah bersama para pemangku kepentingan meluncurkan Modul Grading Jalur Pendakian Gunung di Taman Nasional (TN) dan Taman Wisata Alam (TWA).
Sistem ini berfungsi sebagai pedoman nasional untuk mengukur tingkat kesulitan jalur pendakian berbasis risiko, sekaligus mendukung prinsip zero accident.
Apa Itu Grading Jalur Pendakian Gunung?
Grading jalur pendakian adalah klasifikasi tingkat kesulitan jalur berdasarkan analisis risiko. Penilaian ini menggunakan kerangka HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) dengan enam dimensi utama:
- Morfologi Jalur: kemiringan, jenis medan, panjang, dan elevasi.
- Geografi & Aksesibilitas: panjang rute, lokasi camp, sumber air, serta akses evakuasi.
- Iklim & Cuaca: curah hujan, suhu ekstrem, kabut, dan kecepatan angin.
- Navigasi & Orientasi: kejelasan jalur dan risiko tersesat.
- Potensi Risiko & Respon Darurat: jarak dari evakuasi, sinyal komunikasi, kesiapan SAR.
- Aspek Biologi: keberadaan satwa liar atau vegetasi beracun.
Skor dari faktor-faktor ini menghasilkan klasifikasi Grade I hingga V, dengan total skor maksimum 36 poin.
Lima Tingkat Grading Pendakian Gunung di Indonesia
Sistem grading membagi jalur pendakian ke dalam lima tingkatan:
- Grade I (Sangat Mudah | Skor 12–15)
Jalur jelas, landai, <5 km, elevasi <2000 mdpl. Cocok untuk pemula, risiko rendah. - Grade II (Mudah | Skor 16–20)
Medan campuran, 5–10 km, ketinggian 1500–2500 mdpl. Perlu persiapan lebih, cocok untuk pendaki baru dengan kondisi fisik baik. - Grade III (Menengah | Skor 21–24)
Jalur 8–12 km, elevasi 2000–3000 mdpl, memerlukan minimal satu malam berkemah. Cocok untuk pendaki berpengalaman. - Grade IV (Sulit | Skor 25–29)
Medan curam berbatu, jalur >12 km, ketinggian >3000 mdpl. Wajib persiapan matang, hanya untuk pendaki terlatih. - Grade V (Sangat Sulit/Ekstrem | Skor 30–36)
Medan ekstrem, lokasi terpencil, cuaca ekstrem, risiko tinggi. Hanya untuk pendaki profesional.
Distribusi Jalur Pendakian di Indonesia
Hasil validasi nasional mencatat 81 jalur resmi di TN dan TWA telah dinilai. Distribusinya adalah:
1). Grade V (Ekstrem): 3 jalur
Terdiri dari Gunung Leuser (Jalur Blangkejeren), Carstensz Pyramid (Lembah Kuning – Puncak) dan Gunung Trikora (Habema – Puncak).
2). Grade IV (Sulit): 16 jalur
Termasuk Gunung Rinjani, Gunung Semeru, Gunung Kerinci, Gunung Argopuro, dan Gunung Gandang Dewata.
3). Grade III (Menengah): 32 jalur
Termasuk Gunung Merbabu, Gunung Merapi (jalur tertentu), Gunung Tambora, Gunung Pangrango, dan Gunung Halimun Salak.
4). Grade II (Mudah): 26 jalur
Termasuk Gunung Ijen, Gunung Papandayan, Gunung Batur, dan Gunung Maras.
5). Grade I (Sangat Mudah): 4 jalur
Termasuk Gunung Bromo, Gunung Permisan, dan jalur wisata di Lembah Ramma.
Menariknya, sekitar 40% jalur berada di kategori Grade III (menengah). Artinya, sebagian besar jalur pendakian di Indonesia tidak bisa dianggap enteng meski bukan kategori ekstrem.
Implikasi Grading bagi Pendaki dan Pengelola
Sistem grading ini bukan hanya label, melainkan acuan penting bagi semua pihak.
a). Bagi Pendaki:
- Panduan memilih gunung sesuai kemampuan.
- Memahami kebutuhan perlengkapan, dari trekking pole hingga GPS.
- Menyadari risiko seperti kabut, hujan ekstrem, hingga satwa liar.
b). Bagi Pengelola Jalur:
- Dasar menyusun SOP keselamatan.
- Menentukan kewajiban pemandu & porter, terutama bagi Grade IV dan V.
- Menyediakan fasilitas seperti helipad evakuasi udara, shelter darurat, hingga asuransi.
Tabel dalam dokumen menunjukkan bahwa untuk jalur Grade IV–V, pendaki wajib memiliki pengalaman di jalur dengan grade lebih rendah. Sistem ini memastikan pendakian dilakukan bertahap sesuai kapasitas.
Contoh Gunung Populer dan Grading-nya
Agar lebih mudah, berikut beberapa gunung populer dengan grading-nya:
- Gunung Rinjani (NTB) – Grade IV
Jalur Sembalun, Senaru, dan Torean termasuk sulit. Pendaki butuh stamina tinggi dan pemandu. - Gunung Semeru (Jatim) – Grade IV
Jalur Ranupane–Mahameru menantang dengan cuaca ekstrem. - Gunung Kerinci (Sumatera Barat–Jambi) – Grade IV
Gunung tertinggi di Sumatera ini memerlukan pengalaman pendakian serius. - Gunung Merbabu (Jateng) – Grade III
Jalur Cuntel, Suwanting, dan Thekelan masuk kategori menengah. - Gunung Ijen (Jatim) – Grade II
Relatif mudah, tetapi risiko paparan belerang tetap harus diwaspadai. - Gunung Bromo (Jatim) – Grade I
Jalur wisata populer, sangat ramah untuk pendaki pemula.
Tips Mendaki Aman ala Grading Jalur
Kawan GNFI, sebelum mendaki, pastikan untuk:
- Pilih gunung sesuai kemampuan. Jangan asal ikut tren.
- Lengkapi dokumen. Beberapa jalur mewajibkan surat sehat hingga asuransi.
- Gunakan pemandu lokal. Terutama di jalur Grade IV–V.
- Pantau cuaca. Gunung dengan curah hujan tinggi rentan longsor dan kabut.
- Ikuti aturan zero waste. Semua sampah wajib dibawa turun kembali.
- Latih fisik & mental. Semakin tinggi grade, semakin besar tuntutan stamina dan teknik.
Safety First, Bukan FOMO
Kawan GNFI, mendaki gunung bukan sekadar mengejar foto indah di puncak atau ikut tren FOMO. Setiap jalur menyimpan risiko berbeda, mulai dari jalur santai di Bromo hingga jalur ekstrem di Carstensz. Dengan adanya sistem grading jalur pendakian gunung, kita semua bisa lebih bijak memilih jalur sesuai kemampuan dan kesiapan.
Mari jadikan prinsip “Safety First” sebagai panduan utama. Karena sejatinya, keindahan gunung baru bisa benar-benar dinikmati jika kita kembali turun dengan selamat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News