menyingkap kisah kerajinan blangkon di kaliasem dusun petung - News | Good News From Indonesia 2025

Menyingkap Kisah Kerajinan Blangkon di Kaliasem, Dusun Petung

Menyingkap Kisah Kerajinan Blangkon di Kaliasem, Dusun Petung
images info

Kawasan Kaliasem, Dusun Petung telah diam-diam menjadi pusat bagi salah satu kerajinan paling ikonik di Jawa, yaitu blangkon. Blangkon merupakan nama bagi penutup kepala tradisional yang terbuat dari kain batik. Lebih dari sekadar pakaian, blangkon membawa sejarah, seni, dan filosofi dalam setiap untaiannya.

Di Kaliasem, beberapa studio kecil dan usaha keluarga mempertahankan warisan ini dengan memproduksi blangkon yang menjadi langganan para seniman dan penggemar budaya dari berbagai daerah di Indonesia.

Di saat pakaian hasil produksi industri mendominasi pasar, para pengrajin di Kaliasem membuktikan bahwa kerajinan tradisional terus memegang peranan penting dalam kehidupan modern. 

Peluang Ekonomi dan Cinta Budaya sebagai Permulaan

Setiap pengrajin di Kaliasem menyimpan kisah tersendiri tentang awal mula dari bisnis mereka. Meskipun demikian, terdapat bagian cerita yang sama, yaitu tentang bagaimana mereka pertama kali belajar belajar membuat blangkon.

Di masa muda, para pengrajin ini memutuskan untuk ikut bekerja pada pengrajin yang lebih senior. Beberapa pengrajin melakukannya untuk menambah uang saku, tetapi beberapa pengrajin lainnya melakukannya atas dasar rasa cinta terhadap budaya Jawa.

Keterampilan yang diasah dengan ketekunan bertahun-tahun kemudian menjadi fondasi bagi berdirinya usaha keluarga yang saat ini dijalankan.

Pemilik Badawi Blangkon, seorang pengrajin blangkon jahit tangan yang populer di kalangan seniman tradisional Jawa, mengatakan bahwa usahanya telah berjalan selama kurang lebih 15 tahun. 

“Awalnya saya ikut orang. Di tahun 2010 mulai berani jahit sendiri dan jualin blangkon sendiri. Saya coba datang ke toko-toko untuk menawarkan blangkon saya. Kebetulan, ada teman saya yang wiyaga memesan blangkon. Dari situ, banyak teman-temannya yang menanyakan (siapa pengrajinnya) dan informasinya terus tersebar dari mulut ke mulut,” ujar Badawi dalam wawancaranya dengan tim KKN PPM UGM Citra Kasturi. 

Ada pula Aibon Blangkon yang memilih bertahan karena kecintaannya terhadap budaya Jawa. “Sudah terlanjur sayang dengan apa yang saya lakukan dan mempertahankan kemandirian jiwa,” tuturnya sembari menjahit blangkon di atas pendopo.

Kegiatan Komunal dan Regenerasi

Jika menyangkut sumber daya manusia tambahan, hampir semua pengrajin memilikinya. Umumnya, para pengrajin baru yang turut membantu merupakan anggota keluarga atau tetangga yang sama-sama tinggal di Dusun Petung.

“Ini pengrajinnya merupakan adik-adik dan tetangga saya sendiri,” pungkas pemilik Jumakir Blangkon saat ditemui di halaman rumahnya. 

Halaman rumah Jumakir dipenuhi oleh blangkon yang dijemur. Jumakir blangkon lebih berfokus menerima pesanan dalam jumlah besar dari toko-toko di Jawa Tengah dan DIY.

Oleh sebab itu, Jumakir Blangkon memiliki banyak pengrajin blangkon yang cukup banyak, termasuk seorang pemuda yang berusia 18 tahun.

Situasi yang serupa juga dijumpai di Aibon Blangkon. Setiap pesanan yang masuk dikerjakan oleh dibantu pengerjaannya dengan anggota keluarga yang ada. Aibon Blangkon juga sempat mengajak dan mengajari seorang tetangga untuk turut membantu.

Setelah mendapatkan ilmu yang cukup, tetangga tersebut juga membuka usaha blangkon sendiri yang berfokus pada penjualan blangkon kodian ke pasar-pasar di DIY. 

Cerita-cerita ini mengungkapkan bagaimana pembuatan blangkon di Kaliasem, Petung merupakan usaha komunitas dengan setiap ilmu dan keterampilan dibagikan secara lintas generasi dan rumah tangga, memastikan bahwa regenerasi terus terjadi, sehingga kerajinan blangkon tetap berkembang. 

Tantangan Bisnis dan Keberagaman Pelanggan

Jumakir Blangkon memberikan informasi bahwa penjualan blangkon itu bersifat musiman. Artinya, pesanan akan datang dalam jumlah banyak dalam waktu-waktu tertentu, kemudian berkurang di waktu lainnya.

Contohnya pada periode agustusan kemarin. Jumlah festival, upacara adat, dan pentas seni yang diadakan meningkat dengan pesat. Pada periode ini, jumlah pesanan blangkon yang masuk meningkat tajam karena para penampil dan peserta kegiatan membutuhkan blangkon. 

“Antrean saya penuh sampai tanggal 25 Agustus nanti,” jawab Badawi Blangkon saat ditanyai mengenai jumlah pesanan yang masuk sejak awal Agustus. 

Badawi Blangkon mengatakan bahwa pesanan blangkon yang datang tidak hanya berasal dari DIY, tetapi juga Solo, Kebumen, Sidoarjo, dan daerah lainnya di Pulau Jawa. Para pelanggan biasanya akan mengirim kain yang mereka pilih, kemudian memberikan rincian mengenai ukuran dan model yang mereka kehendaki.

Setiap pelanggan biasanya memiliki kepercayaan filosofis yang memengaruhi hasil akhir blangkon. “Contohnya ada yang minta wiron (lipatan pada blangkon) berjumlah 17 supaya sesuai dengan rakaat shalat,” terang Badawi Blangkon. 

Selain seniman profesional, generasi muda yang baru mulai terjun ke dalam kesenian Jawa juga turut memesan blangkon kepada para pengrajin di Kaliasem.

“Banyak pesanan yang datang dari SMKI,” ujar Badawi Blangkon. SMKI merupakan sebutan bagi SMK N 1 Kasihan, Bantul. SMK ini mengajarkan kompetensi keahlian berupa seni tari, seni karawitan, seni pedalangan, dan seni teater ke dalam kurikulum mereka. 

Blangkon dengan Kualitas Baik

Para pengrajin di Kaliasem membagikan penilaian mereka mengenai blangkon yang berkualitas. Blangkon yang dikategorikan sebagai blangkon premium atau halus itu tidak hanya dinilai dari segi bahan baku saja, tetapi juga dari keawetannya.

Blangkon dengan jahitan rapi tidak akan rusak saat dilipat atau dicuci. Dapat dikatakan pula bahwa blangkon tersebut tidak kaku atau keras, sehingga tidak sakit saat dikenakan dalam waktu yang lama.

Saat dikenakan, blangkon yang bagus akan menyesuaikan bentuk kepala pemakainya, memberikan penampilan yang indah dipandang mata. 

Blangkon yang sedemikian rupa hanya dapat dihasilkan melalui ketekunan dan kecintaan para pengrajin terhadap setiap proses pembuatan blangkon. Setiap kisah dan pesanan yang hadir merupakan bukti bahwa budaya tradisional akan terus relevan di dalam kehidupan Indonesia, begitu juga peran penting yang dipegang oleh masing-masing pengrajin.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Aibon Blangkon, “Jangan sampai budaya ini hilang oleh waktu.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.