Bagi sebagian orang, minyak jelantah, kulit buah, atau halaman rumah yang sempit mungkin hanya bagian kecil dari rutinitas sehari-hari yang luput dari perhatian.
Namun, di Desa Kuwu, tiga hal ini justru menjadi awal dari langkah besar untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Melihat peluang tersebut, tim KKN-T IPB University 2025 yang tengah mengabdi di Desa Kuwu memperkenalkan gerakan Kuwu Bersinar: Bersih, Indah, Nyaman, dan Ramah Lingkungan, sebagai cara mengajak warga mengolah limbah rumah tangga menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Harapannya, limbah tidak lagi dianggap sekadar sisa yang dibuang, melainkan sumber daya yang bisa memberi nilai ekonomi sekaligus mempercantik lingkungan.
Salah satu trobosan inovasi yang diperkenalkan adalah pemanfaatan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi.
Minyak jelantah yang selama ini kerap dibuang begitu saja ternyata dapat meninggalkan jejak pencemaran yang perlahan dapat merusak lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Melalui pelatihan yang diberikan oleh tim KKN-T IPB University, warga Desa Kuwu diajak untuk mengubah minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi yang ramah lingkungan. Prosesnya pun sederhana, minyak jelantah direndam menggunakan arang selama semalam dan disaring hingga bersih.
Mahasiswa KKNT IPB University Dorong Eskalasi Pertanian Terpadu di Bojongrangkas
Kemudian, minyak dicampur dengan asam stearat dengan perbandingan 1:1 lalu dipanaskan menggunakan api kecil. Setelah itu, masukan krayon sebagai pewarna dan minyak esensial 10-20 tetes per 100 ml.
Aduk hingga merata dan tuangkan pada cetakan. Tambahkan sumbu lilin dan tunggu hingga mengeras pada suhu ruang.
Lilin aromaterapi dari minyak jelantah ini tidak hanya berfungsi sebagai penerangan cadangan, tetapi juga memiliki potensi untuk dijual. Dengan cara ini, minyak jelantah yang sebelumnya menjadi masalah, justru bertransformasi menjadi produk kreatif bernilai tambah.
Melalui inovasi ini, KKN-T IPB University mengajak warga Desa Kuwu melihat bahwa setiap tetes minyak jelantah menyimpan potensi untuk membawa perubahan menuju desa yang bersih, indah, nyaman, dan ramah lingkungan.
Selain lilin aromaterapi dari minyak jelantah, tim KKN-T IPB University juga memperkenalkan pembuatan ecoenzym sebagai salah satu upaya pengelolaan limbah sampah dapur organik di Desa Kuwu.
Ecoenzym merupakan cairan serbaguna hasil fermentasi limbah organik segar seperti kulit buah, yang dicampur dengan gula merah dan air dalam perbandingan tertentu.
Cairan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari pembersih alami, pupuk cair, hingga pengusir hama ramah lingkungan.
Proses pembuatannya pun terbilang sederhana dan dapat dilakukan di rumah. Warga cukup menyiapkan gula merah cair sebanyak 357 gram, limbah organik segar sekitar 1,1 kg, serta air bersih 3,57 liter.
Mahasiswa KKNT IPB University 2025 Kembangkan PGPR Akar Bambu untuk Pertanian Berkelanjutan di Sukareja
Semua bahan ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik, diaduk hingga merata, lalu ditutup rapat dan diberi label tanggal pembuatan. Wadah disimpan di tempat teduh selama tiga bulan untuk proses fermentasi, dengan catatan pada 1–2 minggu pertama tutup wadah dibuka sedikit untuk mengeluarkan gas. Setelah masa fermentasi selesai, cairan ecoenzym siap dipanen.
Melalui pelatihan ini, warga Desa Kuwu diajak untuk melihat limbah organik bukan lagi sebagai sisa yang mengotori lingkungan, melainkan sebagai bahan baku bernilai guna.
Selain mengurangi timbunan sampah, pembuatan ecoenzym juga membantu menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada bahan kimia.
Inisiatif ini diharapkan dapat menumbuhkan kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat.
Tak berhenti pada pengolahan limbah rumah tangga, tim KKN-T IPB University di Desa Kuwu, juga menghadirkan inovasi vertical farming sebagai solusi cerdas memanfaatkan lahan yang terbatas untuk berkebun.
Sejak penyuluhan pertama, tim KKN-T IPB disambut meriah dengan antusiasme warga, tidak hanya mendengarkan, tetapi langsung mengajak tim untuk membantu membuatkan alat bangun sederhana menggunakan pipa paralon.
Hangat semangat gotong royong sangat terasa saat proses pembuatan berlangsung dan setelah sistem vertikal ini terpasang, warga berkomitmen merawatnya setiap hari.
Proses pembuatan vertikal farming ini terbilang sederhana. Pipa paralon (PVC) berdiameter 3–4 inci dipotong sepanjang ±1 meter, kemudian dibuat lubang tanam berdiameter 5–7 cm dengan jarak 15–20 cm pada satu sisi.
Bagian bawah ditutup menggunakan tutup PVC dan diberi kerikil untuk drainase. Paralon dipasang tegak, diikat kuat pada tembok, pagar, atau tiang menggunakan tali atau kawat, lalu diisi media tanam yang terdiri dari campuran tanah, kompos atau pupuk kandang, dan cocopeat.
Bibit sayuran seperti kangkung, bayam, sawi, hingga kemangi ditanam di setiap lubang, kemudian disiram rutin dari bagian atas agar air meresap ke seluruh media.
Melalui semangat inovasi dan kolaborasi, gerakan Kuwu Bersinar bukan hanya menghadirkan solusi kreatif untuk mengatasi limbah rumah tangga, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sejak dari rumah.
Apa yang dilakukan oleh tim KKN-T IPB University 2025 di Desa Kuwu membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten dan melibatkan masyarakat.
Dari minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi, sampah dapur menjadi ecoenzym, hingga halaman sempit disulap menjadi kebun vertikal, semua menjadi bukti bahwa desa bisa menjadi motor penggerak perubahan menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kuwu kini tidak hanya bersinar, tapi juga menginspirasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News