Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja mengumumkan daftar kota dengan kualitas lingkungan terbaik tahun 2024, dan hasilnya mengejutkan sekaligus menginspirasi. Tidore Kepulauan, sebuah kota kecil di Maluku Utara yang pernah menjadi pusat perdagangan rempah dunia, kini memimpin Indonesia dalam hal kualitas lingkungan hidup. Bersama sembilan kota lainnya, mereka membuktikan bahwa masa depan hijau Indonesia dimulai dari daerah-daerah yang selama ini mungkin terlupakan dari sorotan media nasional.
Ketika polusi udara Jakarta mencapai level berbahaya dan banjir menggenang berbagai kota besar, ada secercah harapan dari ujung-ujung nusantara. Makin tahu Indonesia Dari kepulauan rempah di timur hingga gerbang barat Indonesia, dari pegunungan Jambi hingga teluk-teluk Papua, sepuluh kota berhasil membuktikan bahwa pembangunan dan kelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.
Tidore Kepulauan berhasil mempertahankan mahkota sebagai kota dengan kualitas lingkungan terbaik dengan skor 80,26. Kota yang pernah menjadi pusat kekuasaan Sultan Tidore ini kini menunjukkan supremasi baru dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pencapaian luar biasa ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari konsistensi luar biasa dalam meraih Piala Adipura sebanyak 10 kali berturut-turut, sebuah prestasi yang menunjukkan dedikasi jangka panjang terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Keunggulan Tidore Kepulauan terletak pada sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi, menggabungkan teknologi modern dengan kearifan lokal masyarakat pesisir. Program konservasi laut dan pesisir telah menjadi DNA pembangunan kota, dengan penanaman mangrove yang tidak hanya berfungsi sebagai benteng alami dari abrasi, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai spesies laut. Pengelolaan wisata berbasis lingkungan telah membuktikan bahwa ekonomi dan ekologi dapat berkembang bersama-sama, menjadikan setiap wisatawan sebagai duta kelestarian alam.
Sungai Penuh membuktikan bahwa kota kecil dapat memiliki dampak besar dalam pelestarian lingkungan. Dengan skor 79,48, kota yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI nomor 25 tahun 2008 ini memiliki keunikan geografis yang luar biasa, dimana 59,2% atau 23.177,6 hektar dari total wilayahnya merupakan bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti konkret komitmen kota terhadap konservasi hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia.
Baca Selengkapnya