Bukhi Prima Putri adalah praktisi hidup minim sampah yang saat ini menjalani slow living di Prawirotaman, Yogyakarta. Sosoknya menarik karena ia menawarkan perspektif unik dan mendalam di tengah tren global tentang gaya hidup berkelanjutan (sustainable living).
Bagi Bukhi sebuah langkah penting mesti diambil banyak orang untuk kembali ke kearifan lokal yang memiliki kedekatan dengan alam. Karena dari situ ia meyakini fondasi utama untuk hidup lebih harmonis akan tercipta bersama kesederhanaan tanpa merusak lingkungan sekitar.
Mengurangi, menggunakan kembali, dan terus-menerus mendaur ulang. Itulah ciri-ciri dari gaya hidup berkelanjutan demi generasi mendatang yang lebih baik. Dan menurut Bhuki, prinsip ini teramat penting untuk nasib bumi yang bergantung besar dengan kesadaran manusia yang menghuninya.
Bukhi sendiri memiliki mimpi besar terhadap Indonesia di masa depan. Salah satu yang diharapkannya ialah pemeliharaan dan pelestarian kekayaan alam Indonesia yang menurutnya dijaga dengan cara desentralisasi.
Desentralisasi
Ada sejumlah hal yang disayangkan Bukhi terkait kebijakan pemerintah, utamanya yaitu mengenai pemeliharaan kekayaan alam Indonesia. Menurut Bukhi sepatutnya hal itu diserahkan ke masing-masing pemerintah daerah (desentralisasi) yang lebih paham akan wilayahnya sendiri.
“Supaya apa? Supaya benar-benar relevan. Kadang-kadang kebijakan dari atas itu sama sekali enggak nyambung sama apa yang dibutuhin sama satu wilayah,” ucap Bukhi kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Bukhi juga berharap dengan generasi muda Indonesia khususnya yang tinggal di daerah. Ia menilai kekayaan alam Indonesia akan tetap terjaga jika muda-mudi tanah air dibekali kecerdasan dan semangat menjaga serta merawat tempat mereka dilahirkan.
“Aku harap semakin banyak anak-anak muda yang tercerahkan yang nanti punya visi menjadi pemimpin terhadap wilayahnya masing-masing. Setiap wilayah akan butuh anak-anak muda dengan adab yang baik, punya hati nurani yang baik, juga punya visi ke depan terhadap keseimbangan atau keselarasan alam,” ucapnya.
Pakem Kuliner Indonesia
Adapun sebelumnya Bukhi membahas pakem kuliner Indonesia. Menurut Bukhi, orang Indonesia terbiasa memasak sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya sehingga hasilnya tidak melulu sama tapi tetap kaya cita rasa.
“Aku melihatnya Indonesia tuh luar biasa kaya saking kayanya udah enggak bisa dibuat pakem lagi. Contoh lodeh di rumah sama lodeh di rumah tetangga aja udah beda. Bahannya beda tergantung dari yang ada di belakang rumah atau dalam kulkas,” kata Bukhi.
Bukhi paham kekayaan kuliner Indonesia berakar dari sikap orang Indonesia yang welcome menerima kultur memasak dari bangsa lain. Sikap ini pun dilihatnya bisa menjadi tantangan khususnya dalam mendokumentasikan dan menetapkan pakem agar lebih muda diturunkan ke generasi selanjutnya.
“Kita butuh segala sesuatu yang dipakemin supaya bisa diturunkan lebih mudah. Tapi kita juga butuh untuk inovasi sebagai penanda zamannya. Jadi antara preservasi budaya dan inovasi itu harus berjalan beriringan,” ucapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News