Literasi bukan sekadar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Di era digital ini, literasi memiliki makna yang lebih luas, yaitu kemampuan memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, Indonesia masih berjuang keras untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ini.
Data Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menempatkan Indonesia di peringkat 69 dari 80 negara peserta. Posisi ini mengukur kemampuan matematika, sains, dan literasi siswa.
Penilaian yang diselenggarakan setiap tiga tahun sejak 2000 ini menunjukkan bahwa minat baca siswa Indonesia masih sangat rendah dan memerlukan evaluasi serius dalam sistem pendidikan nasional.
Merespons kondisi ini, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) gencar melakukan program pengembangan dan pemasyarakatan budaya baca. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menggandeng mahasiswa melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) Literasi. IPB University menjadi salah satu perguruan tinggi yang dipercaya menjalankan misi penting ini di berbagai wilayah Indonesia.
Terjun Langsung ke Desa Andir
Tim mahasiswa IPB University yang terdiri dari Rizqy Wahyu Fitrah, Hariyol, Azdan Haikal Akmal, Raden Ajeng Indiani Gadwisva, Maulana Ahmad Baihaqi, Fanesha Nadya Rezki, Atikah Nurussyifa Aziz, dan Nadhifa Ghina Syafira mendapat tugas khusus. Mereka ditempatkan di Desa Andir, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Tim ini menjalankan program literasi intensif di SDN Andir 1. Kegiatan difokuskan pada siswa kelas 4, 5, dan 6 dengan metode pembelajaran yang menarik dan interaktif.
"Kami merancang kegiatan membaca, menulis, dan berhitung dengan pendekatan yang menyenangkan," ujar salah satu anggota tim. Siswa diminta membaca buku yang telah disediakan, kemudian menceritakan kembali isi bacaan tersebut.
Untuk mengukur pemahaman dan kemampuan menulis, mereka diminta menuangkan cerita dalam bentuk tulisan.
Sesi berhitung dilakukan dengan memberikan materi terlebih dahulu, dilanjutkan dengan soal-soal yang harus dijawab siswa. Agar tidak monoton, kegiatan diselingi dengan permainan edukatif (mini games) yang membuat suasana belajar lebih hidup.
Temuan Mengejutkan di Balik Antusiasme
Meski siswa menunjukkan antusiasme tinggi selama program berlangsung, tim mahasiswa menemukan realita yang mengkhawatirkan. Beberapa siswa kelas 4, 5, dan 6 ternyata masih belum menguasai kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung dengan baik.
"Ini sangat mengejutkan karena pada usia dan tingkat kelas tersebut, kemampuan dasar ini seharusnya sudah dikuasai," ungkap tim. Setelah berinteraksi lebih dalam, terungkap beberapa faktor penyebab kondisi ini.
Pertama, kurangnya waktu belajar di rumah. Mayoritas siswa mengaku tidak pernah menyentuh buku atau mengulang pelajaran setelah pulang sekolah. Kedua, minimnya peran orang tua dalam mendampingi proses belajar anak di rumah. Banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka sebagai pendidik pertama bagi anak.
Ketiga, dan mungkin yang paling krusial adalah kekurangan tenaga pendidik di SDN Andir 1. Sekolah ini hanya memiliki kurang dari 10 guru untuk mengampu seluruh kegiatan pembelajaran.
Akibatnya, para guru harus mengemban berbagai tugas administratif selain mengajar, sehingga fokus terhadap pembelajaran siswa menjadi terbagi.
Panggilan Darurat untuk Pemerintah
Kondisi yang ditemukan di SDN Andir 1 bukanlah kasus terisolasi. Banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah terpencil, menghadapi tantangan serupa. Kekurangan tenaga pendidik dan beban kerja guru yang berlebihan menjadi masalah sistemik yang memerlukan perhatian serius pemerintah.
"Era digital menuntut kualitas pendidikan yang lebih baik, tetapi kondisi di lapangan masih jauh dari ideal," tegas tim mahasiswa. Mereka menekankan perlunya kebijakan komprehensif yang tidak hanya menambah jumlah guru, tetapi juga meningkatkan kualitas pembelajaran dan keterlibatan orang tua.
Program KKN-T Literasi IPB University di Desa Andir menjadi cermin kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Di satu sisi menunjukkan semangat dan potensi siswa yang tinggi, namun di sisi lain mengungkap berbagai tantangan struktural yang harus segera diatasi.
Literasi bukan hanya tanggung jawab sekolah, melainkan kerja sama tiga pilar: pemerintah, sekolah, dan keluarga. Tanpa sinergi ketiga elemen ini, cita-cita Indonesia untuk meningkatkan peringkat literasi global akan terus menjadi mimpi yang sulit terwujud.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News