Pulau Seliu merupakan sebuah desa pesisir di Kabupaten Belitung, terletak di bagian selatan Pulau Belitung dan langsung menghadap Laut Jawa. Posisi geografisnya yang terbuka membuat wilayah ini menjadi jalur alami bagi angin laut, gelombang tinggi, dan arus deras.
Kondisi ini memang memberi kekayaan sumber daya ikan bagi nelayan, tetapi sekaligus membuat mereka rentan terhadap cuaca ekstrem yang bisa berubah dengan cepat. Musim angin barat maupun angin timur kerap membawa risiko gelombang besar, sementara hujan deras dan badai kadang datang tanpa tanda jelas dapat mengancam keselamatan para nelayan.
Sayangnya, minimnya infrastruktur pemantauan cuaca di Kabupaten Belitung selama ini membuat informasi spesifik untuk wilayah seperti Desa Pulau Seliu sangat terbatas. Nelayan biasanya hanya mengandalkan pengetahuan tradisional atau intuisi untuk memprediksi cuaca.
Cara ini tentu memiliki kelemahan, terlebih ketika perubahan iklim global memengaruhi pola cuaca lokal.
Kini, situasi mulai berubah dengan hadirnya Automatic Weather Station (AWS) atau Stasiun Cuaca Otomatis pertama di Kabupaten Belitung yang dipasang oleh tim KKN-T IPB 2025 di Desa Pulau Seliu. Inisiatif ini lahir untuk memberikan akses informasi cuaca yang akurat, cepat, dan mudah dipahami oleh masyarakat pesisir.
Dengan AWS, nelayan tak lagi harus bergantung sepenuhnya pada perkiraan berbasis pengalaman. Mereka bisa memantau data cuaca real-time dari ponsel melalui situs map.sinaubumi.org.
AWS secara otomatis merekam parameter cuaca setiap 10 menit, seperti curah hujan, suhu udara, kelembapan, kecepatan dan arah angin, tekanan atmosfer, hingga indeks cuaca ekstrem seperti risiko kebakaran dan evapotranspirasi.
Semua data ini dapat diakses kapan saja, dilengkapi prakiraan cuaca hingga 10 hari ke depan. Bagi nelayan, ini adalah terobosan besar untuk merencanakan waktu melaut, memperkirakan kondisi laut, dan menghindari bahaya cuaca buruk.
“Melalui pemasangan AWS ini, kami ingin menunjukkan bahwa teknologi cuaca bukan hanya milik kota atau lembaga besar, tapi bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir seperti di Pulau Seliu. Sekarang, nelayan bisa mengambil keputusan melaut dengan lebih aman dan terukur karena datanya tersedia langsung di ponsel mereka,” ujar Andri, mahasiswa Geofisika dan Meteorologi IPB University dan salah satu anggota tim KKN-T IPB 2025 yang ikut dalam proses pemasangan dan edukasi penggunaan alat ini.
Tidak hanya itu, pengembang sistem AWS di Desa Pulau Seliu juga tengah menyiapkan layanan yang akan mengirimkan ringkasan cuaca harian langsung ke grup WhatsApp nelayan dan warga desa setiap sore.
Dengan fitur ini, informasi penting seperti peringatan angin kencang atau hujan lebat bisa segera sampai ke masyarakat, sehingga keputusan untuk menunda atau menyesuaikan jadwal melaut dapat diambil lebih cepat.
Kehadiran AWS di Desa Pulau Seliu adalah langkah nyata menuju kemandirian masyarakat pesisir. Warga tidak hanya menjadi pengguna data, tetapi juga bagian dari proses pengamatan ilmiah yang bermanfaat langsung bagi kehidupan sehari-hari.
Sebelumnya, data cuaca rinci seperti ini hanya tersedia di tingkat provinsi atau nasional, dan sering kali kurang relevan untuk wilayah kecil seperti Desa Pulau Seliu.
Dengan adanya AWS, Desa Pulau Seliu menjadi pionir pemanfaatan teknologi cuaca presisi di Kabupaten Belitung. Inisiatif ini diharapkan bisa menginspirasi desa-desa pesisir lain untuk mengadopsi teknologi serupa demi keselamatan dan keberlanjutan mata pencaharian nelayan.
Lebih dari sekadar alat pemantau, AWS Desa Pulau Seliu adalah simbol transformasi: dari mengandalkan tanda alam menjadi mengambil keputusan berbasis data yang akurat, demi masa depan komunitas nelayan yang cerdas, adaptif, dan tangguh menghadapi cuaca ekstrem.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News