Banten sejak lama telah terkenal sebagai tempat yang melahirkan para jawara. Para jawara Banten ini pada masa lalu, kerap melawan penjajah menggunakan sebuah senjata bernama golok.
Karena itu, ada sebuah kecamatan di Kabupaten Serang yang termasyhur sebagai penghasil golok yaitu Ciomas. Dalam catatan sejarah, golok Ciomas sudah ada sejak zaman kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf, putra dari Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Berbeda dengan di daerah lain, golok dari Ciomas mempunyai ciri yang kuat dengan beberapa motif seperti Kembang Kacang, Mamancungan, Candung, dan Salam Nunggal. Golok Ciomas dibuat dari besi bernama Sulakar, yang juga dipakai sebagai bahan pijakan kaki di kereta delman pada masa lampau.
Hal yang berbeda lainnya adalah bahan baku yang digunakan untuk membuatnya berasal dari batu murni serta tambahan batu meteor. Karena penggabungan ini membentuk corak sidik jari sehingga terlihat warna kuning keemasan pada Golok Ciomas.
"Dari abad ke 7 penggunaan batu meteor untuk senjata sudah ada, tapi kalau di ciomas sendiri batu meteor digunakan untuk Golok Ciomas tidak ada dokumen yang menjelaskan tapi tradisi itu ada untuk proses pengumpulan batu meteor," kata Sejarawan Abah Yadi.
Digunakan untuk melawan Belanda
Ketika kompeni menguasai wilayah Banten, para jawara tetap menggunakan golok sebagai senjata. Hal ini digunakan untuk mewaspadai bila tentara kompeni melakukan penyerangan.
Pada tahun 1888, golok menjadi senjata andalan warga Banten, termasuk di Ciomas, Kabupaten Serang. Pada masa itu, para petani Banten bersatu bersama jawara dan kalangan ulama untuk memukul mundur pasukan penjajah Belanda yang sewenang-wenang.
Dimuat dari penelitian berjudul “Golok Pusaka Cilegon dalam Dinamika Budaya Banten – Faldi Ahmad (2018) merujuk Halwany Michrob dan Mujahid Chudari, "Catatan Masa Lalu Banten" dijelaskan bagaimana golok menjadi senjata para petani.
Pada awalnya, Belanda tidak mencurigai petani karena dianggap tak mempunyai kekuatan untuk melawan. Namun rupanya Belanda salah sangka, karena para petani justru telah menyiapkan golok-golok yang diselipkan ke pinggang dan terhalang oleh pakaian hingga pemberontakan pun tak terhindarkan.
Warga Banten juga memajang golok di dalam rumahnya sebagai bentuk kewaspadaan. Disebutkan jika alat tersebut bisa menjadi salah satu medium untuk menangkal serangan musuh atau orang yang berniat jahat saat bertamu ke rumah si pemilik.
“Makanya tidak heran jika di setiap rumah di 67 daerah Cilegon-Banten itu pasti mempunyai golok untuk berjaga-jaga dari serangan musuh,” tulis penelitian itu.
Menjadi buruan para kolektor
Tetapi pada masa modern, fungsi golok khususnya yang berasal dari Ciomas kian berubah. Saat ini, alat tersebut banyak dipakai sebagai pajangan dengan nilai sejarah yang tinggi.
Banyak yang menarik dari senjata tajam yang menyerupai pedang ini. Bahkan hingga sekarang, golok Ciomas masih menjadi buruan para kolektor karena memiliki nilai historis dan magis yang cukup kuat.
Merujuk laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, golok banyak membantu pekerjaan sehari-hari, terlebih bagi para petani atau pekebun. Walau demikian, golok juga masih dipergunakan oleh para pesilat sebagai salah satu alat pertahanan diri maupun sebagai alat penyerang.
Golok Ciomas saat ini masih mengakar kuat dengan sejarah di Banten. Karena berdasarkan riwayat yang tumbuh di warga, alat tersebut begitu dengan dengan pertumbuhan dan kejayaan dari Kesultanan Banten.
Golok Ciomas telah mendapatkan pengakuan hukum sebagai warisan budaya tak benda Provinsi Banten sejak 2017 dan ditetapkan sebagai cagar budaya pada 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Model-model golok seperti Satria Banten, Jengkol Sarumbu, Maharaja, hingga Prabu Maswah Pati telah dilindungi hak cipta untuk menjaga keasliannya.
Sumber:
- Kisah Golok Ciomas yang Melegenda, Dulu Dipakai Petani sampai Jawara Lawan Belanda
- Kisah Golok Ciomas dari Banten, Dari Bahan Baku Besi Murni Hingga Batu Meteor
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News