Halo, kawan GNFI! Sampah merupakan salah satu persoalan lingkungan yang terus menjadi perhatian, tidak hanya di kota besar tetapi juga di wilayah pedesaan seperti Desa Mulyorejo, Kabupaten Pekalongan.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas pertanian, rumah tangga, dan konsumsi barang kemasan, volume sampah yang dihasilkan warga pun kian bertambah. Jika hal ini terus dibiarkan begitu saja dan tidak dikelola dengan baik, sampah dapat mencemari lingkungan, menyebabkan bau tidak sedap, hingga mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.
Menjawab tantangan tersebut, tim KKN IPB 2025 mulai memperkenalkan dua metode pengolahan sampah yang saling melengkapi satu sama lainnya, yakni menggunakan ecoenzyme dan insinerator. Kedua pendekatan ini menjadi solusi terpadu untuk menangani sampah organik dan anorganik dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan efisien.
Ecoenzyme merupakan cairan hasil fermentasi limbah organik seperti kulit buah, sisa sayuran, dan gula yang difermentasi selama sekitar tiga bulan dalam wadah tertutup. Hasil dari proses ini adalah larutan berwarna cokelat dengan aroma khas yang bisa digunakan sebagai pupuk cair, cairan pembersih alami, pengusir serangga, dan bahkan penetral bau.
Di Desa Mulyorejo, masyarakat diajak untuk tidak lagi membuang sisa dapur begitu saja, tetapi mengolahnya menjadi produk yang bermanfaat. Dengan menggunakan botol bekas dan bahan-bahan organik dari dapur, yang mana diharapkan setelah dilakukan sosialisasi warga bisa mulai memproduksi ecoenzyme secara mandiri. yang mana cairan ini kemudian bisa digunakan untuk menyiram tanaman di pekarangan rumah maupun lahan pertanian.
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah organik yang dibuang, tetapi juga membantu pertanian yang menjadi mata pencaharian utama warga Desa Mulyorejo.
Sementara itu, untuk mengatasi sampah anorganik yang sulit diurai seperti plastik, kertas, dan kain bekas konveksi, Desa Mulyorejo juga mulai memanfaatkan teknologi insinerator skala kecil. Insinerator adalah alat pembakar sampah tertutup yang mampu membakar sampah pada suhu tinggi dengan emisi yang lebih terkendali dibanding pembakaran terbuka dan tentunya lebih tertata pengelolaannya.
Alat ini dibangun atas kolaborasi antara mahasiswa KKN dan dibantu oleh pemerintah desa Mulyorejo. Sebelum dibakar, sampah dipilah terlebih dahulu seperti Sampah yang masih basah, mudah meledak, dan mengandung bahan kimia akan dipisahkan, untuk mengoptimalkan pembakaran sampah di Insinerator.
Abu hasil pembakaran insinerator bisa dimanfaatkan menjadi beberapa hal tergantung dari jenis sampah yang dibakar. untuk sampah anorganik hasil pembakarannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan urukan atau sebagai campuran dalam pembuatan batako sederhana. sedangkan untuk bahan organik kering abunya dapat dijadikan amelioran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan tanaman.
Dengan kehadiran insinerator ini, volume sampah anorganik yang menumpuk dapat dikurangi secara signifikan, dan warga pun tidak lagi membakar sampah sembarangan di halaman rumah yang dapat mencemari udara dan membahayakan kesehatan.
Penggabungan antara ecoenzyme dan insinerator menjadi contoh penerapan pengelolaan sampah terpadu yang cocok di tingkat desa. Sampah organik diolah menjadi produk bermanfaat melalui proses biologis yang murah dan mudah dilakukan, sementara sampah anorganik yang tidak bisa didaur ulang ditangani dengan cara pembakaran tertutup yang lebih aman.
Kombinasi ini memungkinkan Desa Mulyorejo untuk mengurangi ketergantungan pada tempat pembuangan akhir (TPA) dan mengurangi pencemaran lingkungan yang sebelumnya sering terjadi akibat pembakaran terbuka.
Selain itu, pendekatan ini juga mampu membangun kemandirian masyarakat dalam mengelola sampahnya sendiri tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pihak luar.
Meski demikian, perjalanan ini tentu tidak selalu mudah. Masih ada sebagian warga yang belum terbiasa memilah sampah dari rumah, atau enggan menyisihkan waktu untuk membuat ecoenzyme.
Tantangan lain adalah biaya operasional dan perawatan insinerator yang masih cukup tinggi untuk ukuran desa. Namun dengan semangat gotong royong yang terus dijaga dan dukungan dari berbagai pihak, Desa Mulyorejo optimis dapat mengatasi kendala tersebut.
Dalam waktu dekat, desa juga merencanakan pengembangan bank sampah terpadu yang menggabungkan sistem digital dan insentif bagi warga yang aktif mengumpulkan dan memilah sampahnya. Dengan adanya bank sampah ini, diharapkan warga makin termotivasi dan lingkungan desa pun semakin bersih dan sehat.
Kawan GNFI, apa yang dilakukan oleh warga Desa Mulyorejo menunjukkan bahwa solusi pengelolaan sampah tidak selalu harus dimulai dari hal besar atau teknologi canggih. Justru dari langkah kecil dan sederhana seperti membuat ecoenzyme di rumah, memilah sampah, hingga mengoperasikan insinerator skala kecil, kita bisa menciptakan dampak yang besar bagi lingkungan sekitar.
Kolaborasi antara pendekatan alami dan teknologi inilah yang membuat pengelolaan sampah di desa ini menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia. Mari kita belajar dari semangat warga Mulyorejo, bahwa menjaga bumi bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis lingkungan, tetapi tanggung jawab kita semua. Mulailah dari rumah, dari dapur, dari diri sendiri. Sampah bukan musuh, melainkan bahan baku masa depan yang menunggu untuk dimanfaatkan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News