7,68 juta ton sampah plastik banjiri Indonesia pada tahun 2024...
Ya, kegiatan di darat sedikit banyaknya pasti berdampak pada kondisi laut. Sebaliknya aktivitas di laut juga memengaruhi kondisi daratan. Sebagai contoh, 70% sampah yang ada di wilayah laut Indonesia berasal dari daratan. Jadi, jelas aktivitas daratan berdampak pada pencemaran di laut.
Sebaliknya, naiknya permukaan air laut hingga tsunami bisa menyebabkan malapetaka bagi penduduk di daratan.
Lihat saja, timbunan sampah kian menggunung di berbagai sudut kota di seantero wilayah darat kota besar di Indonesia. Tidak usah repot, cukup datangi saja TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) atau bak container sampah di pinggiran jalan yang acapkali dibanjiri sampah.
Tanpa terkecuali juga sampah hasil konsumsi masyarakat di kota metropolitan, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Makassar, dan Bali.
Nyaris memiliki keluhan satu suara soal sampah yang menggunung dan semakin menggeliat untuk setiap tahunnya.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2023, dari total timbunan sampah sebesar 40,2 juta ton per tahun. Di mana sekitar 60,4 persen telah terkelola, sementara itu 39,6 persen sisanya belum terkelola.
Seabin, Tempat Sampah Pembersih Plastik di Laut
Sebagian besar desa/kelurahan di Indonesia belum memiliki tempat pembuangan sampah keluarga yang layak. Dengan demikian, 70,50 persen warga membuang sampah dengan cara dibakar atau ditimbun dalam lubang.
Pada Tahun 2024, timbunan sampah nasional mencapai 64 juta ton per tahun, dengan sekitar 12 persen atau 7,68 juta ton merupakan sampah plastik.
Terdapat peningkatan jumlah produksi sampah dari tahun 2023 ke tahun 2024 sebesar lebih dari 50%!
Fenomena ini adalah sebagai suatu ekses dan konsekuensi meningkatnya jumlah penduduk. Ditambah dengan tempat pembuangan maupun pengelolaan sampah yang jumlahnya terbatas menjadi masalah yang krusial untuk diselesaikan.
Sampah plastik ini hendaknya jangan dipandang sebelah mata dan harus menjadi perhatian khusus karena dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.
"Laut adalah tong sampahnya dunia," beber Profesor I Nyoman Suyasa. Ia merupakan Guru Besar dari Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta pada Forum Bumi bertajuk "Solusi Pengelolaan Darat dan Laut Terpadu di Indonesia”.
Acara ini diselenggarakan di Jakarta, Hari Rabu, 4 Juni 2025. Forum Bumi Solusi terselenggara atas kolaborasi Yayasan KEHATI bekerja sama dengan National Geographic Indonesia. Tujuannya untuk menggugah kepedulian dan kontribusi pemikiran dalam isu lingkungan dan pelestarian Bumi Nusantara.
Ada sekitar 131 aliran sungai di Indonesia yang menjadi jalan membawa malapetaka ke laut. Karena darat dan laut itu jelas saling terkait.
Bali Bersih Sampah
Mau contoh teladan nyata dalam pengurangan sampah plastik di Indonesia? Sudah ada bukti konkretnya, di Provinsi Bali. Digagas Gubernur I Wayan Koster (29/5/2025), Bali mengeluarkan kebijakan agar para produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) menjual kemasan air minum 1 liter atau lebih dalam kemasan plastik.
Dalam hal ini, pemerintah Bali membatasi produk AMDK di bawah 1 liter seperti air mineral bervolume 220 ml yang sangat jamak kita temukan di warung makan.
Untuk tahun 2025 masih ditoleransi karena sudah sempat diproduksi para produsen. Namun, mulai 1 Januari 2026, Koster memastikan tidak ada peredaran AMDK di bawah 1 liter untuk seluruh wilayah Bali.
Komitmen dan Aksi Nyata Bali Mengurangi Sampah Plastik
Kebijakan ini tertuang dalam SE (Surat Edaran) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Dengan kebijakan tersebut, harapannya dapat mereduksi kuantitas sampah plastik di Indonesia, paling tidak mulai dari wilayah Bali dahulu. Demi kelestarian lingkungan dan alam yang beradab untuk generasi anak cucu kita semua kelak.
Untuk itu dibutuhkan pula kerja sama tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat.
Save Our Earth, Say No To Plastic!
Konkretnya, mari kita kurangi penggunaan plastik, serta jaga dan sadar lingkungan, contohnya dengan perlengkapan serba stainless. Plastik adalah salah satu penyumbang terbesar dalam pencemaran lingkungan.
Mengapa? Karena sampah plastik sangat sulit terurai. Mampu bertahan selama ratusan tahun di rimba alam raya yang bisa menyebabkan kerusakan ekosistem dan membahayakan kehidupan makhluk hidup serta organisme.
Jadi bagaimanakah cara kita terjun langsung menyelamatkan Bumi atau melindungi lingkungan? Apa kita harus menjadi ASN pada Dinas Lingkungan Hidup? Atau harus terjun langsung menjadi aktivis lingkungan pada WALHI atau Greenpeace?
Oh, tentu tidak! Kita bisa mulai selamatkan Bumi dari hal sederhana, yaitu mengganti komponen material pada barang sekali pakai (disposable items) yang lazim kita gunakan. Seperti 3 perlengkapan berbasis tableware: gelas, sendok dan sedotan yang biasanya menggunakan material berbasis plastik. Kita ganti dengan material serba stainless.
Dengan demikian, niscaya kita bisa mengurangi gunung timbunan plastik sejumlah 7,68 juta ton per tahun di seluruh Indonesia. Dengan prinsip 3S, mulai sekarang, mulailah dari diri sendiri dengan memakai stainless. Aplikasikan pada pola dan ritme konsumsi kita sehari-hari.
Duo Exhibition “Siaga Banjer”, Presentasi Surya dan Wildan Merespon Isu Sampah dengan Medium Komik
Sampah Plastik adalah Masalah Dunia
Fenomena booming sampah plastik menjadi momok yang menakutkan di seantero dunia. Tidak saja di negara-negara berkembang , tetapi juga di negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang.
Penggunaan material plastik saat ini di negara Eropa Barat mencapai 60kg/ orang/ tahun. Adapun di Amerika Serikat mencapai 80kg/ orang/ tahun, sementara di India hanya 2kg/ orang/ tahun.
Masa pandemi Covid-19 juga menjadi momentum pencetusnya perbukitan sampah di manapun umat manusia berada. Ya, Covid-19 sempat menjadi permasalahan baru yang muncul di lingkungan, khususnya dalam konteks membanjirnya sampah plastik.
Dilansir dari BBC Indonesia, jumlah layanan GoFood meningkat hingga 20%, sementara GrabFood juga mengalami peningkatan sebesar 4%. Frekuensi belanja daring di Jabodetabek diperkirakan naik dari 1–5 kali sebulan menjadi 1–10 kali.
Sementara berdasarkan survei LIPI pada 20 April–5 Mei 2020, disebutkan bahwa aktivitas belanja online juga meningkat hingga 62% dengan 96% dari total jumlah paket menggunakan selotip, pembungkus plastik, dan bubble wrap.
Pembelian alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan face shield juga meningkat dari 4% menjadi 36%.
Tantangannya, untuk mengintegrasikan pengelolaan persampahan darat dan laut ini, perlu dukungan dan partisipasi banyak pihak dan pemangku kepentingan. Banyak sektor, banyak mau dengan banyak kepentingan.
Salah satunya dengan mengedepankan aspek CDNA, suatu kajian dengan kepanjangan Capacity Development Need Assessment, alias Penilaian Kebutuhan Peningkatan Kapasitas.
Hasil kajian dari CDNA ini mengungkapkan karakter masyarakat yang berbeda dari masing-masing wilayah.
Mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dengan sektor swasta. Dengan mengurangi penggunaan plastik, meningkatkan sistem daur ulang, dan kesadaran masyarakat, kita dapat menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan lestari.
Bali sudah memulainya, kamu kapan?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News