Bagi sebuah komunitas, menggaet anak-anak muda atau Gen Z adalah hal penting. Hanya saja, dibutuhkan cara khusus agar mereka mau bergabung dan aktif dengan komunitas tersebut.
Itulah yang dibahas Chief Executive Officer (CEO) Infipop, Irfan Prabowo alias Fanbul, dalam bootcamp Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget bertajuk "Membangun Komunitas yang Mengakar, Menggerakkan, dan Punya Identitas yang Kuat" yang diselenggarakan secara daring pada Senin (30/6/2025). Di hadapan perwakilan komunitas bermain tanpa gadget dari berbagai penjuru Indonesia, ia berbagi resep untuk menggaet Gen Z ke dalam komunitas.
Fanbul mengajak peserta bootcamp untuk mengenali dulu karakter-karakter yang dimiliki Gen Z. Dengan cara itu, para peserta bootcamp dapat menentukan dan mengimplementasikan strategi yang tepat guna memikat para anak muda kelahiran 1997 hingga 2012 itu.
Menurut Fanbul, karakter pertama dari Gen Z yang perlu dipahami adalah Paradox of Choice yang berarti semakin banyak pilihan rasanya sama seperti tidak punya pilihan sama sekali. Bagi Gen Z, banyaknya informasi yang mereka terima sebagai golongan yang akrab dengan teknologi informasi akhirnya malah membuat mereka kerap lupa dengan informasi-informasi yang ada.
Kondisi tersebut membuat komunitas perlu menyesuaikan pola komunikasinya kepada Gen Z, khususnya melalui konten media sosial. Apalagi, anak muda masa kini juga diketahui punya attention span yang lebih pendek terhadap suatu konten.
"Gen Z atau anak muda itu fokusnya adakah bagaimana mereka bisa dikasih informasi yang sama, tapi berulang-ulang." ujar Fanbul.
Karakter kedua dari Gen Z adalah jiwa aktivisnya. Gen Z punya semangat untuk menjadi penggerak dan suka bergabung dengan komunitas dengan tujuan yang baik.
Hanya saja, tujuan yang baik dari suatu komunitas bukan satu-satunya pertimbangan Gen Z untuk bergabung. Komunitas tersebut juga harus dikelola secara seru dan penuh kreativitas.
"Mereka tidak pengin gerakan itu boring. Mereka pengin ini jadi creative activism. Mereka pengin gerakan ini dikontenkan dan bisa mengenalkan mereka sama banyak orang untuk kumpul dan seru-seruan meski topik yang dibahas berat." lanjut Fanbul.
Kemudian karakter ketiga dari Gen Z adalah kesukaannya untuk memiliki personal branding yang unik sekaligus gemar berkumpul. Hanya saja dalam bergabung dengan komunitas, Gen Z tidak hanya mempertimbangkan ketertarikan atas suatu hal yang sama.
"Zaman dulu milenial berkomunitas biasanya dimulai dari interest yang sama. Suka otomotif, olahraga atau koleksi barang tertentu. Akhirnya terbentuklah komunitas-komunitas. Sedangkan anak muda sekarang, Gen Z, mereka ciptakan komunitas lebih kecil lagi dan itu tidak cuma dari interest yang sama, tapi concern dan pain yang sama." kata Fanbul lagi.
Luar Biasanya Manfaat Dongeng: Jadi Solusi Anak Kecanduan Gadget
Mengapa Menggaet Gen Z Penting?
Apa pentingnya menggaet Gen Z bisa jadi bergelayut di dalam pemikiran para penggerak komunitas, terutama yang berasal dari generasi terdahulu. Fanbul pun punya jawaban atas pertanyaan tersebut.
"Milenial lebih punya ilmu, network, dan uangnya karena sudah duluan bekerja atau berbisnis, tetapi yang bisa menarasikan brand kita, yang bisa membuat ini ramai dan viral, yang membuat organisasi kita pop adalah Gen Z." terangnya.
Komunitas atau organisasi yang ramai berkat Gen Z juga dapat membawa keuntungan secara komersial. Ini tak lepas dari perubahan lanskap pemasaran di era digital di mana komunitas kini sangat diperhitungkan.
Pada masa lalu, pemasaran banyak bertumpu pada konten iklan dan media untuk menayangkannya. Kini, perkumpulan yang terorganisir baik itu secara daring maupun luring juga senantiasa dilirik oleh pengiklan.
"Jadi di era digital sekarang, fokusnya bukan bikin konten yang bagus saja, bukan tentang memilih media yang besar saja, tapi harus clear kita mau merangkul komunitas digital yang mana." pungkas Fanbul.
Melihat Manfaat Permainan Tradisional, Ternyata Penting bagi Tumbuh Kembang Anak!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News