Halo, Kawan GNFI!
Di tengah gelombang modernisasi yang mengubah wajah banyak tradisi, masih ada warisan budaya yang terus dijaga dengan sepenuh hati oleh masyarakat lokal.
Salah satu contohnya adalah Tradisi Bersih Telaga Sumur yang diselenggarakan setiap tahun oleh masyarakat di Kalurahan Tepus, Kapanewon Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Ritual ini tidak hanya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kelestarian alam, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dan kehidupan.
Apa Itu Tradisi Bersih Telaga Sumur?
Bersih Telaga Sumur merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh warga dari empat padukuhan di Kalurahan Tepus, yaitu Trosari I, Trosari II, Tegalweru, dan Gembuk.
Tradisi ini dilaksanakan di Telaga Sumur, sebuah sumber mata air yang memiliki peran penting sebagai penopang kebutuhan hidup warga sehari-hari, terutama dalam bidang pertanian dan kebutuhan air bersih.
Sutikno dan Yudis Bamboo, Kerajinan Bambu dari Gunungkidul untuk Indonesia
Aktivitas tersebut bukan sekadar kegiatan seremonial tahunan, melainkan merupakan bentuk ekspresi spiritual yang dalam.
Masyarakat memaknainya sebagai bentuk permohonan keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan dari alam serta sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur yang diyakini menjaga keseimbangan alam dan kehidupan sosial desa.
Nuansa Kejawen yang Kental
Kawan GNFI, salah satu daya tarik utama dari Tradisi Bersih Telaga Sumur adalah nuansa kejawen yang kental. Pelaksanaan Bersih Telaga Sumur dilakukan secara bergotong royong dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Beberapa tahapan utamanya antara lain:
Gotong Royong Membersihkan Telaga
Warga dari masing-masing padukuhan secara sukarela membersihkan area telaga dari lumut, sampah alami, dan dedaunan. Kegiatan ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga melambangkan pembersihan batin masyarakat agar senantiasa hidup dalam kebersamaan dan niat yang baik.
Menyiapkan Ubarampe
Ubarampe atau perlengkapan ritual disiapkan dengan penuh ketelitian. Di antaranya terdapat ingkung ayam (ayam kampung utuh yang dimasak), nasi tumpeng, kembang setaman, serta thakir yang dibungkus dari daun pisang.
Semua bahan dimasak secara bersama-sama oleh para laki-laki dan tidak boleh dicicipi sebelum ritual selesai sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai sakral upacara.
Doa dan Kenduri
Doa dipimpin oleh sesepuh atau tokoh adat dengan menggunakan bahasa Jawa. Doa-doa tersebut berisi permohonan agar telaga tetap membawa keberkahan, menghindarkan warga dari musibah, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Setelah prosesi doa, makanan ubarampe dibagikan kepada warga sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur.
Asal Usul Nyamuk Berdengung, Cerita Rakyat dari Daerah Gunungkidul
Tarian Janggrung dan Pertunjukan Seni
Acara dilanjutkan dengan pertunjukan tarian tradisional Janggrung. Tarian ini menjadi simbol kegembiraan dan penghormatan terhadap roh leluhur, sekaligus memperkuat nilai-nilai budaya kejawen yang hidup di masyarakat.
Selain tarian, beberapa pertunjukan kesenian lain seperti tembang Jawa atau iringan gamelan juga ditampilkan.
Makna Filosofis Tradisi
Tradisi Bersih Telaga Sumur mengandung filosofi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam, Tuhan, dan leluhur. Masyarakat percaya bahwa alam adalah bagian dari kehidupan spiritual yang harus dijaga, dihormati, dan disyukuri.
Telaga, sebagai sumber air utama, tidak hanya dianggap sebagai benda fisik, tetapi juga sebagai manifestasi keberkahan dan penjaga kehidupan.
Makna sosial dari tradisi ini juga sangat kuat. Kegiatan bersama ini mempererat solidaritas antar warga, memupuk semangat gotong royong, dan menciptakan ruang pertemuan lintas generasi.
Anak-anak diajarkan untuk mengenal budaya leluhur, sementara orang tua memberikan teladan dalam menjaga dan melestarikan tradisi.
Peluang Pengembangan Wisata Budaya
Melihat kekayaan nilai dan daya tarik visual dari Tradisi Bersih Telaga Sumur, kebiasaan tersebut memiliki potensi besar sebagai objek wisata budaya yang otentik.
Jika dikembangkan dengan pendekatan berbasis komunitas, bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin melihat langsung kearifan lokal yang masih lestari.
Pemerintah desa bersama warga setempat dapat mengembangkan program edukasi budaya, pemandu lokal, hingga paket wisata budaya yang melibatkan pertunjukan seni, kuliner tradisional, dan interaksi langsung dengan warga.
Tentunya, semua dilakukan dengan tetap menjaga kesakralan dan esensi spiritual dari tradisi itu sendiri.
Sosok Sudarmi, Perempuan Gigih yang Pimpin Pengelolaan Hutan Jati di Gunungkidul
Tantangan Pelestarian Tradisi
Meski masih dijalankan dengan baik, Tradisi Bersih Telaga Sumur menghadapi sejumlah tantangan. Generasi muda yang mulai meninggalkan desa untuk bekerja atau belajar di kota membuat keterlibatan mereka dalam tradisi semakin berkurang.
Di sisi lain, pengaruh budaya luar dan modernisasi kadang membuat generasi muda kurang tertarik dengan tradisi lokal.
Selain itu, minimnya dokumentasi dan kajian akademik tentang tradisi ini juga menjadi kendala dalam upaya pelestarian jangka panjang.
Oleh karena itu, diperlukan upaya sinergis antara masyarakat, pemerintah desa, akademisi, dan media untuk mendokumentasikan dan mempromosikan nilai-nilai luhur dalam tradisi ini.
Langkah Pelestarian dan Harapan ke Depan
Kalurahan Tepus sendiri telah memulai inisiatif dokumentasi tradisi melalui situs resmi desa. Beberapa artikel, foto, dan video kegiatan telah dipublikasikan agar bisa diakses oleh masyarakat luas.
Ini merupakan langkah awal yang baik untuk membuka akses informasi dan menarik minat generasi muda serta peneliti budaya.
Ke depan, diharapkan aktivitas tersebut tidak hanya lestari di lingkungan lokal. Namun, juga bisa dikenal secara nasional bahkan internasional sebagai contoh nyata dari budaya hidup yang masih terjaga di Indonesia
Melalui sinergi antara pelestarian tradisi dan inovasi dalam penyebaran informasi, Bersih Telaga Sumur bisa menjadi inspirasi dan kebanggaan bersama.
Menjaga Warisan, Menjaga Identitas
Kawan GNFI, di tengah derasnya globalisasi dan era serba cepat, kita sering kali melupakan akar budaya yang menjadi identitas bangsa. Tradisi seperti Bersih Telaga Sumur bukan hanya ritual, melainkan warisan nilai, rasa, dan hubungan antara manusia, leluhur, dan alam.
Dengan mengenal dan menghargai tradisi ini, kita tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga penjaga dari warisan budaya yang sarat makna. Mari, kita dukung upaya pelestarian budaya lokal seperti ini, baik melalui dokumentasi, edukasi, maupun partisipasi aktif.
Karena ketika budaya tetap hidup, maka jiwa bangsa pun tetap bernyawa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News