naik gunung jadi gaya hidup begini tren anak muda indonesia mencari puncak dan makna - News | Good News From Indonesia 2025

Naik Gunung Jadi Gaya Hidup: Begini Tren Anak Muda Indonesia Mencari Puncak dan Makna

Naik Gunung Jadi Gaya Hidup: Begini Tren Anak Muda Indonesia Mencari Puncak dan Makna
images info

Kesibukan di dunia membuat orang-orang membutuhkan pelarian demi melupakan permasalahan mereka maupun membangkitkan semangat yang hilang. Nongkrong di tempat kopi untuk healing mungkin sudah jadi hal biasa, tetapi mendaki gunung? Itu luar biasa.

Fenomena naik gunung seperti trekking, camping, maupun hiking kini telah menjadi tren di kalangan muda, khususnya di Indonesia.

Tak sekadar menaklukkan ketinggian, mereka menganggapnya sebagai gaya hidup, pencarian makna, cara dalam membangun citra diri, bahkan menenangkan pikiran.

Siapa sangka, gunung yang dulunya identik dengan kegiatan ekstrem para pencinta alam, kini dipenuhi generasi muda yang membawa ransel, matras, dan semangat untuk “menyembuhkan diri” lewat alam.

Di balik unggahan siluet matahari terbit di puncak atau foto estetik berlatarkan awan yang bergulung, tersimpan cerita yang lebih bermakna: tentang pencarian, pelarian, dan kebutuhan akan koneksi yang lebih jujur dengan diri sendiri maupun sesama.

Gunung Rinjani Jadi Percontohan Taman Nasional Jejak Langkah Nol Sampah, Nol Kecelakaan di Indonesia

Dari manakah asalnya tren naik gunung ini muncul?

Alasan Anak Muda Ramai-Ramai Mendaki Gunung

  1. Self Healing dan Ketenteraman Alam

Setelah berhari-hari merasa penat oleh tekanan akademik, pekerjaan, dan media sosial, alam menjadi pilihan untuk menenangkan diri. Keindahan yang disajikan, hijaunya tanaman, serta sejuknya udara yang bersih, semakin memantapkan pilihan para kaum muda untuk meredakan pikirannya dengan mendaki gunung.

  1. Eksistensi dan Media Sosial

Maraknya penggunaan media sosial juga turut mendukung para kaum muda yang sedang mendaki untuk mengunggah keseruannya. Dengan lanskap pegunungan maupun langit berpayung awan cerah, mereka berlomba-lomba memamerkan outfit mendakinya di media sosial disertai dengan kata-kata motivasi.

Mereka menganggap, naik gunung telah menjadi simbol gaya hidup aktif yang “berani keluar dari zona nyaman”. Unggahan mereka di sosial media telah dipandang keren oleh sebagian besar kaum muda di Indonesia. 

  1. Pencarian Jati Diri dan Komunitas

Mendaki gunung juga tak lepas dari pengenalan pada diri sendiri. Mendaki menawarkan ruang refleksi yang jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Di tengah sepinya hutan, jalur menanjak, dan udara dingin malam, seseorang dihadapkan pada dirinya sendiri. Pengalaman ini sering kali membuka mata bahwa hidup bukan melulu tentang kecepatan, melainkan tentang keberanian menjalani proses.

Gunung-Gunung Favorit Anak Muda di Indonesia

File:Batok, view from Bromo volcano, Java, Indonesia, 20220820 0539 9409.jpg
info gambar

Sebagai negara yang terbentang di daerah garis khatulistiwa dan topografi yang beragam, keindahan alam yang dimiliki Indonesia sudah tidak diragukan lagi termasuk gunung-gunung di dalamnya.

Lantas, apakah Kawan GNFI penasaran, apa saja gunung-gunung primadona para anak muda di Indonesia? Berikut beberapa di antaranya:

  1. Gunung Ramah Pemula dan Instagramable

Pada kategori ini meliputi Gunung Prau, Gunung Andong, Gunung Papandayan, Gunung Bromo, dan Gunung Ijen. Alasannya karena mudah diakses, trek tidak terlalu ekstrem, dan view yang memukau.

Tertawan di Ketinggian dengan Keindahan Spektakuler Danau Segara Anak Rinjani
  1. Destinasi untuk Tantangan Lebih Serius

Pada kategori ini meliputi Gunung Semeru, Gunung Rinjani, Gunung Gede, Gunung Merbabu, Gunung Semeru, dan Gunung Selamet. Beberapa gunung tersebut menjadi tujuan setelah pengalaman naik gunung-gunung kecil.

Dampak Positif untuk Diri dan Lingkungan Sekitar

Kegiatan mendaki gunung tak luput dari perjuangan dan proses: perjuangan untuk menghadapi jalur yang terjal, menanjak, sarat akan lelah, serta proses untuk mencapai puncak yang memakan waktu panjang—bahkan bisa hingga berhari-hari.

Manfaat mendaki gunung pun tidak main-main. Aktivitas ini melatih mental agar menjadi pribadi yang lebih kuat, sekaligus menjadi sarana detoks digital dan refleksi diri—mengasingkan diri sejenak dari hiruk-pikuk persaingan kehidupan.

Di samping itu, kegiatan mendaki juga dapat menaikkan ekonomi masyarakat setempat. Misalnya jasa ojek basecamp, porter, warung, penginapan, hingga sewa peralatan mendaki. Semakin banyak anak muda yang mendaki gunung, semakin terdorong pula perkembangan ekonomi mikro di sekitar kawasan pendakian.

Catatan Kritis, Jangan Sampai Alam jadi Korban Tren

Tren mendaki gunung tidak boleh dijadikan alasan siapapun menjadi abai terhadap kelestarian lingkungan.

Sayangnya, dalam hal ini Indonesia masih menghadapi tantangan besar soal kesadaran akan kebersihan lingkungan. Saat pengunjung membludak, sampah kerap berserakan dan merusak keindahan alam.

Edukasi tentang kelestarian lingkungan perlu terus digencarkan. Pengunjung harus paham bahwa merusak atau mengambil flora dan fauna berarti memberi tekanan pada ekosistem gunung. Mendaki bukan ajang pamer keberanian, tapi wujud tanggung jawab pada alam.

Bagi banyak anak muda, naik gunung bukan sekadar aktivitas fisik. Ia telah menjadi ruang tumbuh, perjalanan batin, dan gaya hidup yang bermakna. Di balik pemandangan indah, ada pelajaran tentang syukur dan kesadaran menjaga bumi.

Dari puncak gunung, kita belajar: hidup bukan soal cepat sampai, melainkan tentang menghargai setiap langkah dan kebersamaan. Semoga tren ini terus berkembang sebagai bentuk cinta dan kepedulian terhadap alam Indonesia, bukan sekadar tren modern belaka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.