Rebo Kasan merupakan salah satu tradisi tolak bala yang diadakan masyarakat Bangka Belitung, khususnya Desa Air Anyir pada Hari Rabu terakhir bulan Safar Tahun Hijriah.
Tradisi ini biasa dilaksanakan di Temberan dan Dusun Mudal, daerah yang letaknya tepat di tepi pantai. Selain menolak bala, tradisi ini juga bertujuan untuk memanjatkan doa dan memohon keselamatan.
Agar memahami lebih lanjut mengenai tradisi unik ini, GNFI sudah merangkum sejarah, asal-usul, hingga prosesi pelaksanaan Rebo Kasan. Yuk, simak artikel berikut sampai selesai.
Sejarah dan Asal Usul Tradisi Rebo Kasan
Mengutip dari situs Kemendikdasmen, Tradisi Rebo Kasan sudah berlangsung secara turun temurun sejak puluhan tahun lalu. Awal diadakannya upacara ini bermula dari arahan pemuka agama yang menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa akan terjadi bala bencana sebanyak 320 ribu macam, 300 ribu bala besar dan 20 ribu bala kecil. Namun tak seorangpun tahu dimana bencana tersebut akan terjadi. Oleh karena itu, penduduk Desa Air Anyir diminta untuk berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan agar dijauhkan dari bencana tersebut.
Dalam tradisi ini, masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktifitas fisik atau perjalanan jauh mulai dari fajar hingga lewat tengah hari, kemudian dianjurkan juga untuk berdoa bersama-sama.
Dahulu, upacara Rebo kasan biasa dilakukan di tepi pantai atau ujung batas kampung. Upacara ini dipersiapkan dengan membawa perlengkapan seperti seperangkat alat makanan di atas dulang, ketupat lepas, dan air wafak. Seiring perkembangan zaman, upacara ini mulai dilakukan di masjid, setelah itu dilanjutkan dengan membuang ketupat lepas yang sudah terurai ke laut.
Tidak hanya di Air Anyir, upacara ini juga dilaksanakan di dusun Temberan dan dusun Mudal. Ketiganya sama-sama melaksanakan upacara namun dengan waktu yang berbeda-beda. Di Temberan dan Mudal, upacara dilakukan secara sederhana dan tertutup, sementara di Air Anyir dilakukan besar-besaran dan dipublikasikan. Setelah selesai, penduduk Temberan dan Mudal akan bergabung ke Desa Air Anyir.
Apa Itu Tradisi Rebo Kasan
Dilansir dari situs Kemendikdasmen, Rebo Kasan berasal dari kata Rabu Kasat. Kasat menurut bahasa lokal penduduk Merawang berarti terakhir. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan untuk menolak bala dan memohon keselamatan bagi masyarakat.
Tradisi ini berasal dari anggapan masyarakat bahwa hari Rabu pada akhir bulan Safar adalah hari kesialan. Meskipun sebenarnya dalam Islam tidak ada yang dinamakan hari kesialan. Hari ini dipercaya sebagai hari munculnya penyakit dan bahaya. Rebo Kasan sendiri merupakan akulturasi budaya Jawa dan nilai-nilai Islam
Kegiatan ini biasa diisi dengan amalan seperti berdoa, salat sunah, hingga bersedekah. Selain itu, masyarakat juga bisa mengisi hari tersebut dengan memohon ampun kepada Allah SWT (beristigfar) dan membaca Al-Qur'an untuk menambah pahala.
Prosesi Pelaksanaan Rebo Kasan
Di Desa Air Anyir, prosesi Upacara Rebo Kasan biasa dilaksanakan di Kompleks Mesjid Iman Air Anyir. Upacara ini dihadiri oleh pemimpin upacara, pemuka agama, Bupati Kabupaten Bangka, dan pejabat pemerintah lainnya.
Sebelum acara, panitia akan menyediakan panggung untuk meletakkan dua buah guci untuk menaruh air wafak. Menjelang hari upacara, guci-guci tersebut akan dikeluarkan dari tempatnya dan diisi air yang diambil dari tujuh mata air yang melewati Desa Air Anyir.
Selain air wafak, terdapat pula tujuh guci yang akan diisi dengan air. Air ini melambangkan air dari tujuh penjuru tempat yang mengelilingi desa Air Anyir. Kemudian, pemuka agama akan membuat tulisan wafak, tulisan dari tinta hitam di atas permukaan hitam. Alat untuk menulis berupa lidi atau pelepah gula kabung.
Tak hanya air dan tulisan wafak, masyarakat juga membuat ketupat lepas sebagai simbol lepasnya bala. Terdapat 2 macam bentuk anyaman ketupat lepas yang masing-masing melambangkan perempuan dan laki-laki.
Menjelang upacara Rebo Kasan, masyarakat juga mempersiapkan adat nganggung, yaitu adat dimana setiap keluarga dalam satu rumah akan membawa satu dulang makanan.
Pada hari Upacara Rebo Kasan, tamu-tamu, masyarakat, pejabat, dan pemuka agama akan berkumpul di panggung yang sudah disediakan untuk mendengarkan pembacaan kalam ilahi yang diambil dari surah Al-Hajj.
Kemudian akan dikumandangkan azan dengan menghadap ke timur. Setelah azan selesai, prosesi selanjutnya yaitu pencelupan wafak ke dalam air guci, lalu diaduk di dalam air. Kertas tersebut berisi doa memohon pertolongan kepada Allah SWT. Setelah proses tersebut, pemimpin upacara memimpin doa diikuti dengan seluruh penduduk yang berhadir.
Sebelum acara prosesi melarung ketupat lepas, masyarakat diberi kesempatan untuk minum air wafak yang dibagikan. Hal tersebut bertujuan agar terhindar dari bala. Setelah acara tersebut, masyarakat akan melanjutkan prosesi Adat Nganggung dan berkumpul untuk makan bersama dari rumah ke rumah.
Selesai Adat Nganggung, peserta upacara menuju ke Pantai Mas Desa Air Anyir membawa ketupat untuk dilarung ke laut. Prosesi melarung ketupat ini merupakan rangkaian upacara terakhir Rebo Kasan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News