Malam Satu Suro merupakan salah satu momen penting dalam budaya maupun kepercayaan Masyarakat Jawa. Khususnya yang masih menjaga tradisi leluhur. Istilah “Satu Suro” merujuk pada tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah, yang di mana menjadi awal tahun baru Islam.
Malam Satu Suro ini menandai awal tahun baru dalam kalender Jawa, yang merujuk pada tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Berdasarkan kalender hijriah dari Kementerian Agama, malam Satu Suro 2025 jatuh pada tanggal 26 Juni 2025, dimulai sejak matahari terbenam.
Menurut kalender Jawa, Satu Suro merupakan hari pertama di tahun baru Jawa yang sangat di hormati dan dianggap penting oleh Masyarakat Jawa dan mempunyai nilai spiritual yang tinggi.
Makna Malam Satu Suro dalam Budaya Jawa
Malam Satu Suro itu memiliki makna dan arti tersendiri Kawan. Nama “Suro” sendiri merupakan adaptasi dari kata “Muharram”, yang dalam bahasa Arab berarti bulan yang diharamkan atau yang disucikan.
Malam ini dianggap sebagai waktu yang sangat sensitif secara spiritual. Banyak yang percaya pada malam Satu Suro tersebut mempunyai energi yang sangat kuat dan memerlukan kehati-hatian dalam bersikap maupun bertindak.
Oleh karena itu Kawan, sebagian masyarakat Jawa memilih untuk tidak melakukan aktivitas besar seperti mengadakan pesta, hajatan, ataupun bepergian jauh. Filosofi utama di balik malam Satu Suro ini adalah laku prihatin. Ini adalah tindakan untuk menahan diri dari kesenangan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperbaiki kualitas diri.
Dalam konteks ini malam Satu Suro merupakan menjadi momentum untuk muhasabah diri serta melepaskan beban-beban negatif dari tahun sebelumnya.
Tradisi Malam Satu Suro di Berbagai Daerah
1. Tapa Bisu Mubeng Beteng di Yogyakarta
Salah satu tradisi paling terkenal dalam menyambut malam Satu Suro adalah Tapa Bisu Mubeng Beteng yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta.
Dalam prosesi ini, para abdi dalem, tokoh masyarakat, hingga warga umum berjalan kaki mengelilingi Kawasan keraton tanpa berbicara sepatah kata pun. Ritual ini dilakukan tengah malam, dimana para peserta diimbau untuk menjaga laku diam, tidak makan, minum, ataupun, berbicara selama prosesi berlangsung.
Tapa bisu melambangkan pengendalian diri dan refleksi batin. Dalam tradisi keraton, ritual ini juga dipercaya sebagai bentuk pembersihan dari energi-energi jahat yang bersarang di wilayah keraton.
2. Satu Suro di Solo (Kirab Kebo Bule dan Pusaka Keraton)
Perayaan Satu Suro di Solo menggelar ritual Jamas dan Kirab Pusaka Keraton, ikut serta salam acara kirab tersebut beberapa ekor kebo bule yang dijuluki Kebo Kyai Slamet.
Acara kirab ini dimulai dari Keraton Solo pada jam 12 malam dan mengelilingi beberapa aturan di Kota Solo diiringi punggawa istana dan para pasukan istana.
3. Satu Suro di Cirebon
Malam satu suro di Cirebon diperingati oleh Keraton Kanoman dengan menggelar pembacaan Babad Cirebon. Peringatan mala mini dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
4. Satu Suro di Bantul (Ritual Samas)
Ritual Samas ini bertujuan untuk mengenang Maheso Suro yang dipercaya telah mendatangkan kemakmuran warga pesisir Pantai Selatan.
5. Satu Suro di Magetan (Ledug Suro)
Ledug Suro diperingati dengan Upacara Andum Berkah Bolu Rahayu, yang diyakini oleh masyarakat Kabupaten Magetan bahwa memakan bolu rahayu yang sudah diberikan doa-doa tersebut bisa digunakan sebagai obat, pelaris, dan lainnya.
6. Upacara Labuhan
Upacara dengan melakukan persembahan-persembahan kepada penguasa lautan supaya para nelayan selamat dalam mencari ikan dan memperoleh ikan yang banyak.
7. Ngadulag (Bedug Sunda)
Di Tatar Sunda, khususnya Sukabumi, tradisi Ngadulag atau lomba membunyikan bedug digelar menjelang malam satu suro. Selain menjadi hiburan rakyat, irama bedug juga dianggap sebagai bentuk doa dan semangat spiritual menyambut pergantian tahun.
8. Pawai Obor Satu Suro
Di sejumlah daerah, terutama Kawasan pedesaan, Masyarakat menggelar pawai obor dengan berjalan kaki sambil membawa obor dan melantukan doa. Masyarakat biasanya mengenakan pakaian tradisional atau busana muslim. Pawai ini melambangkan penerangan batin untuk menyambut tahun yang baru.
9. Upacara Bubur suro
Tradisi ini umum ditemukan di Jawa Barat dan Sebagian Jawa Tengah. Masyarakat membuat bubur putih dengan lauk khas yang kemudian dibagikan kepada warga sekitar. Upacara ini mempunyai arti sebagai sedekah dan doa keselamatan agar terhindar dari marabahaya di tahun yang baru.
Baca Juga: Grebeg Suro Ponorogo 2025: Jadwal Rangkaian Acara hingga Harga Tiket
Tradisi malam Satu Suro mencerminkan beragamnya budaya di negara Indonesia. Meskipun akar tradisinya dari banyak sumber seperti ajaran agama, animisme, dan Kejawen. Namun semuanya mengajarkan nilai yang penting, yaitu intropeksi diri, kedekatan dengan Sang Pencipta, dan pelestarian warisan dari leluhur dan nenek moyang.
Pelestarian tradisi ini penting untuk menjaga identitas kita sebagai budaya bangsa Indonesia. Dengan pendekatan yang baik, ritual maupun tradisi malam Satu Suro ini akan dapat terus diwariskan dan dimaknai oleh generasi muda atau anak bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News