Ketika mendengar nama Pagar Alam, pikiran sebagian besar orang mungkin langsung tertuju pada keindahan alamnya dari hamparan kebun teh yang membentang di kaki Gunung Dempo udara sejuk pegunungan hingga panorama wisata alam yang memesona.
Namun jauh sebelum menjadi destinasi wisata alam yang populer Pagar Alam menyimpan kekayaan budaya dan adat istiadat masyarakat Besemah yang begitu dalam dan unik. Sayangnya warisan luhur ini perlahan mulai memudar dari kesadaran kolektif.
Suku Besemah Akar Budaya Pagar Alam
Pagar Alam merupakan bagian dari wilayah yang dihuni oleh suku Besemah salah satu kelompok etnis asli di Provinsi Sumatera Selatan.
Suku ini dikenal dengan sistem sosialnya yang kuat, menjunjung tinggi adat istiadat, gotong royong, dan nilai kekeluargaan. Dalam masyarakat Besemah nilai serawai (kerja sama) dan besanding (saling membantu) sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu warisan penting suku Besemah adalah sistem hukum adat yang secara turun-temurun digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam masyarakat.
Misalnya perselisihan tanah atau masalah keluarga akan diselesaikan di bawah arahan Tungku Tigo Sajarangan yaitu pemangku adat, tokoh agama, dan kepala pemerintahan desa.
Upacara Adat dan Tradisi Lisan yang Mulai Menghilang
Salah satu bentuk budaya yang semakin jarang dijumpai di Pagar Alam adalah upacara adat pernikahan Besemah. Dulu pernikahan bukan hanya tentang dua insan yang bersatu tetapi tentang menyatukan dua keluarga besar melalui serangkaian prosesi sakral seperti ngantat jujur (mengantar mahar), nyanduk (menjemput mempelai), dan berkidoh (pesta adat).
Tradisi lisan seperti pantun, syair, dan cerita rakyat juga menjadi bagian penting dari pendidikan informal generasi muda. Melalui kisah-kisah lisan, nilai moral, etika, dan sejarah leluhur ditanamkan sejak kecil. Namun seiring waktu tradisi ini semakin langka terdengar karena tergeser oleh arus media modern.
Rumah Adat dan Batu Megalit Bukti Fisik Warisan Leluhur
Pagar Alam juga dikenal sebagai kota megalit karena banyaknya peninggalan batu megalit yang tersebar di berbagai titik. Lebih dari 1.000 situs megalitik ditemukan di daerah ini menjadikannya salah satu pusat kebudayaan kuno di Nusantara.
Batu-batu ini dipercaya sebagai bagian dari ritual leluhur dan seringkali memiliki ukiran atau bentuk manusia, binatang, atau simbol spiritual.
Sayangnya meski sudah masuk dalam register cagar budaya nasional banyak situs megalit belum dilestarikan secara maksimal. Padahal, situs-situs ini tidak hanya saksi sejarah, tetapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Pagar Alam.
Peran Generasi Muda dan Komunitas Lokal
Meski menghadapi tantangan globalisasi harapan tetap ada. Sejumlah komunitas pemuda di Pagar Alam mulai menunjukkan kepedulian terhadap pelestarian budaya. Komunitas seperti Rumah Budaya Besemah menggelar pertunjukan tradisional, pelatihan bahasa daerah, serta mendokumentasikan cerita rakyat melalui media digital.
Di sisi lain sekolah-sekolah di Pagar Alam mulai memasukkan muatan lokal budaya Besemah dalam kurikulum. Ini adalah langkah penting agar generasi muda tidak tercerabut dari akar budayanya.
Pagar Alam memang dikenal karena pesonanya yang alami tetapi kekayaan sejatinya terletak pada budayanya. Nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kearifan dalam menyelesaikan masalah, serta ekspresi seni dan adat adalah warisan yang tak ternilai.
Di tengah laju modernisasi tugas kita bersama untuk tidak hanya mempromosikan Pagar Alam sebagai destinasi wisata tetapi juga sebagai kota dengan budaya yang hidup dan terus berkembang.
Karena lebih dari sekadar gunung dan teh Pagar Alam adalah jejak peradaban, cerita leluhur, dan identitas bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News