Publik pasti tidak asing dengan tagar #JusticeFor yang kerap berseliweran di media sosial, utamanya saat terdapat kasus hukum yang dianggap tidak adil oleh masyarakat. Tagar tersebut bukan hanya sekadar ungkapan solidaritas, tetapi juga cerminan kegeraman publik atas dugaan ketimpangan hukum.
Menariknya, pola yang terjadi nyaris selalu sama. Kasus-kasus yang terjadi umumnya melibatkan keluarga orang “terpandang”, proses hukum yang berjalan lambat, tertutup, atau bahkan hanya menguap begitu saja.
Keresahan publik bukan tanpa alasan. Hal ini menunjukkan adanya praktik selective justice atau keadilan yang pilih kasih—hukum terasa tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Dalam sebuah artikel jurnal yang ditulis oleh Geng Zhimin dalam SHS Web of Conferences, dijelaskan bahwa selective justice adalah keadaan saat terjadi kejahatan di sebuah negara atau wilayah, pihak pengadilan memperlakukan pelaku secara berbeda-beda tergantung pada kondisi atau situasi tertentu.
Keadilan selektif semacam ini memicu munculnya ketidakadilan karena bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum dan dapat mempersulit penerapan aturan hukum. Pola-pola serupa sering terjadi saat proses hukum telah mengalami intervensi.
Di Balik Palu Hakim, Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan
Apa Penyebabnya Terjadinya Selective Justice?
Menanggapi hal ini, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), Amira Paripurna, S.H., LL.M., Ph.D., memberikan tanggapannya terkait keadilan selektif tersebut. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut bisa terjadi akibat tidak transparannya proses hukum.
“Salah satunya adalah tidak transparannya proses hukum. Informasi mengenai perkembangan perkara kerap kali tak dibuka ke publik. Penyelidikan bisa berlarut-larut tanpa alasan yang jelas, bahkan sejumlah alat bukti seperti CCTV, jejak digital, atau hasil visum tiba-tiba dinyatakan hilang atau tidak diakui,” jelas Amira dalam keterangannya di unair.ac.id.
Amira juga menerangkan, penetapan tersangka kerap tidak segera dilakukan meski sudah ada bukti awal yang cukup. Tak hanya itu, di era serba digital ini, kemungkinan untuk munculnya narasi tandingan yang sengaja dibentuk untuk menyudutkan korban kejahatan juga sangat besar.
Indonesia Jadi Negara dengan Supremasi Hukum Terbaik Ke-3 di ASEAN
Lembaga Negara Punya Kontrol
Amira menjelaskan, lembaga-lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Yudisial (KY) merupakan alat kontrol publik dan moral terhadap integritas penegakan hukum. Akan tetapi, kewenangannya terbatas.
“Kewenangan lembaga-lembaga ini memang penting, tetapi terbatas. Mereka tidak bisa membatalkan putusan atau memaksa lembaga lain. Rekomendasi yang mereka keluarkan pun tidak memiliki daya paksa,” terangnya.
Meskipun demikian, lembaga-lembaga tersebut tetap dapat berperan untuk membantu “menegakkan” keadilan. Komnas HAM misalnya. Lembaga ini dapat berperan untuk menyelidiki pelanggaran HAM dalam proses hukum, utamanya bila ada indikasi penyiksaan, intimidasi, atau diskriminasi pada korban dan saksi.
Kampus Bisa Jadi Jembatan Akses Keadilan
Amira menilai bahwa kampus memiliki peran yang sangat penting untuk menegakkan keadilan. Menurutnya, universitas bisa menjadi jembatan akses keadilan bagi masyarakat, utamanya kelompok rentan.
“Bantuan hukum kampus bisa hadir dalam berbagai bentuk, seperti penyuluhan hukum (legal literacy) layanan konsultasi dan pendampingan hukum gratis, hingga litigasi strategis untuk mendorong perubahan kebijakan melalui kasus tertentu,” paparnya.
Kampus juga dapat melakukan advokasi hukum berbasis riset, mempublikasikan opini publik, dan mengawal jalannya kasus strategis yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Amira turut memberikan contoh bagaimana lembaga Anti-Corruption and Civil Rights Commission milik Korea Selatan dapat dijadikan model terbaik di Asia.
“Lembaga tersebut efektif dalam memberantas korupsi dan menjamin perlindungan hak-hak sipil. Meski sistem kita berbeda, prinsip transparansi dan partisipasi publik mereka bisa diterapkan di Indonesia,” pungkasnya.
Pakar UGM: Komika dan Kritiknya Bantu Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News