Masjid Al Osmani tercatat sebagai masjid tertua di Kota Medan. Masjid ini dibangun oleh Sultan Deli ketujuh, Sultan Osman Perkasa Alam ini sudah berusia 170 tahun.
Berlokasi di jalan K L Yos Sudarso, Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, masjid ini dibangun pada tahun 1854. Pembangunan masjid ini bertujuan sebagai pusat ibadah dan keilmuan bagi masyarakat Melayu.
Dimuat dari Mistar.id, Ketua Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Al Osmani, H. Ahmad Faruni, menjelaskan masjid tertua yang pada awalnya berukuran 16 x 16 meter ini dibuat dari bahan kayu berkualitas tinggi. Bahannya dibawa langsung dari Kalimantan melalui kapal laut dan menyusuri Sungai Deli.
Pembangunan masjid ini tidak hanya bertujuan sebagai tempat beribadah, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran agama. Kala itu, banyak ulama dari Timur Tengah dan Yaman yang datang untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat Melayu.
“Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai tempat silaturahmi antara rakyat dan sultan, terutama pada hari-hari besar Islam seperti salat Jumat dan perayaan keagamaan lainnya,” ucapnya.
Dilakukan renovasi
Masjid ini mengalami renovasi besar-besaran pada masa kepemimpinan Kesultanan Deli Sultan Mahmud Perkasa Alam. Pada masa pemerintahannya, Ukurannya diperluas menjadi 26 x 26 meter dan dibangun menggunakan bahan batu permanen.
Dirinya merekrut seorang Arsitek Jerman bernama GD Langereis untuk merenovasi masjid tersebut. Karena itu muncul ornamen arsitektur yang unik, mencerminkan perpaduan budaya Eropa, Timur Tengah, India, Cina, dan Melayu Deli.
Ahmad menyebutkan, gaya arsitektur Eropa terlihat pada bentuk bangunan yang memiliki elemen minimalis dan struktur kokoh. Pengaruh Timur Tengah dapat ditemukan pada desain tiang-tiang masjid yang memiliki ornamen seperti yang dapat ditemukan di masjid-masjid Madinah.
Sementara itu, gaya arsitektur India terlihat jelas pada bagian atas masjid yang berbentuk lengkung dan menyerupai ornamen Taj Mahal. Pengaruh budaya Cina tampak pada desain pintu masjid, sedangkan warna kuning dan hijau yang mendominasi masjid mencerminkan kebudayaan Melayu Deli.
“Ini merupakan karya dari Sultan Mahmud yang membuat masjid hari ini menjadi sebuah peninggalan yang bersejarah atau kita katakan sebagai cagar budaya,” katanya.
Tempat budaya
Ahmad mengatakan masjid ini menjadi tempat ibadah umat Islam, dan sarana berkumpul antara raja dan rakyatnya. Selai itu, masjid ini jadi muasal persebaran ilmu pengetahuan, ilmu Islam, dan peradaban di kawasan rumpun Melayu, Labuhan Deli.
Masjid yang memiliki kapasitas menampung 1.000 lebih selalu pada dengan jemaah.
Jemaah bahkan bisa salat pada bagian teras-teras yang disanggah tiang-tiang kokoh dan terbuka langsung dengan alam sekitar masjid.
Masjid ini juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Masyarakat yang berkunjung juga diperolehkan berziarah ke makam-makam para raja dan keturunan kesultanan di sekeliling halaman.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News