tugu biawak wonosobo tampil realistis hanya butuh dana rp50 juta - News | Good News From Indonesia 2025

Tugu Biawak Wonosobo Tampil Realistis, Hanya Butuh Dana Rp50 Juta

Tugu Biawak Wonosobo Tampil Realistis, Hanya Butuh Dana Rp50 Juta
images info

Belakangan ini, ramai dibicarakan oleh warganet di media sosial tentang tugu-tugu yang ada di Indonesia dan biaya dalam pembuatannya. Salah satu yang dibicarakan adalah Tugu Biawak yang terletak di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Tugu Biawak banyak dibicarakan karena bentuknya yang sangat realistis menyerupai hewan aslinya. Tugu ini menggambarkan seekor biawak yang sedang memanjat bebatuan dengan tubuhnya yang panjang dan meliuk, juga dengan corak kulitnya yang khas.

Dengan tinggi sekitar 7 meter, tugu yang berdiri gagah di tengah Jalan Nasional Wonosobo—Banjarnegara ini sangat menarik perhatian masyarakat.

Selain bentuknya yang tampak nyata, hal lainnya yang membuat tugu ini menjadi pusat perhatian adalah karena dana yang digunakan untuk pembuatannya hanya sebesar Rp50 juta. Yuk! simak sampai habis cerita di balik populernya Tugu Biawak.

Proses Penciptaan Tugu Biawak Wonosobo

Ide pembangunan Tugu Biawak berawal dari keinginan Karang Taruna Desa Krasak untuk menciptakan sebuah karya yang dapat merepresentasikan wilayah setempat.

Mereka merasa Desa Krasak tidak mempunyai ikon yang dapat dikenali oleh masyarakat luas. Pada akhirnya, munculah ide untuk membangun patung berbentuk biawak.

Kenapa biawak? Karena Desa Krasak memang terkenal sebagai habitat asli dari hewan tersebut. Bahkan penamaan desa ini konon berasal dari suara yang dihasilkan saat biawak sedang berjalan di atas dedaunan mati, yakni “krasak-krasak”.

Baca juga: Festival Balon Udara Wonosobo 2025, Tradisi Tahunan yang jadi Ajang Kreativitas dan Penggerak Ekonomi Lokal

Ide yang diusulkan ternyata mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat, hingga pada akhirnya direalisasikan. Bupati Wonosobo, Arif Nurhidayat, memercayai Rejo Arianto sebagai seniman lokal untuk mendesain tugu tersebut.

Rejo yang berasal dari Gubragan, Wonosobo, merupakan seorang seniman yang menamatkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Ia aktif berkarya sebagai seniman, terutama di bidang seni lukis dan seni patung.

Rejo menganggap penciptaan Tugu Biawak sebagai bentuk sumbangsih diri terhadap kampung halamannya sehingga ia tidak mengharapkan imbalan apa pun selama proses pembuatannya.

Sebelum membuat sketsa, ia membutuhkan waktu untuk mengamati gerak-gerik biawak secara langsung. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk memelihara biawak di rumahnya dengan alasan agar patung yang akan dibuat sesuai dengan hewan aslinya.

Proses pembangunan dimulai pada bulan Februari tahun 2025. Kerangka dibuat dengan menggunakan besi yang kemudian diisi dengan semen dan dicat saat tahap penyelesaian. Tanpa memakan waktu lama, tugu tersebut sudah selesai 1,5 bulan setelah peletakan batu pertamanya.

Tugu Selesai Dibangun dan Mendapatkan Banyak Pujian dari Masyarakat

Pada bulan April tahun 2025, Tugu Biawak sudah rampung dan resmi menjadi ikon kebanggaan masyarakat Wonosobo. Banyak masyarakat setempat yang berdatangan untuk melihat tugu setinggi 7 meter itu secara langsung.

Ada juga wisatawan yang berhenti sejenak saat melintasi jalan Wonosobo—Banjarnegara hanya untuk mengambil foto dan mengagumi keindahan tugu tersebut. Bentuknya yang sangat realistis sungguh menarik perhatian masyarakat.

Viral di Media Sosial dan Dibandingkan dengan Tugu Lainnya di Indonesia

Tidak lama setelah selesai dibangun, tugu yang memiliki nama lain Monumen Krasak Menyasak ini viral dan banyak dibicarakan di media sosial. Hal utama yang banyak dibahas adalah anggaran dana yang digunakan untuk membuatnya.

Pembangunan tugu ini hanya memakan dana sekitar Rp50 juta yang berasal dari program Corporate Social Responsibility (CSR), yakni bagian dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Wonosobo.

Warganet memberikan pujian karena dengan dana terbatas, pembangunannya dapat memberikan hasil yang cukup baik dan bernilai seni tinggi. Mereka juga memuji keidentikan tugu tersebut dengan biawak asli.

Bentuk kepala, posisi badan, corak, warna tubuh, hingga tekstur kulitnya dapat dikatakan sangat akurat. Hal ini membuat para warganet kerap membandingkan Tugu Biawak dengan tugu berbentuk hewan lainnya di seluruh Indonesia.

Baca juga: Menyapa Awan nan Lembut di Tengah Indahnya Panorama Bukit Sikapuk Wonosobo

Beberapa tugu yang sering dibandingkan, antara lain adalah Tugu Pesut Mahakam Samarinda, Tugu Penyu Sukabumi, dan Tugu Gajah Gresik. Tugu-tugu tersebut menjadi sorotan karena memakan biaya miliaran rupiah untuk pembangunannya, tetapi hasilnya justru tidak memuaskan.

Tugu Pesut Mahakam Samarinda memakan biaya sebesar Rp1,1 miliar dan banyak mendapatkan kritik karena bentuknya tidak mirip dengan Pesut Mahakam. Tugu Penyu Sukabumi menghabiskan biaya Rp15 miliar, tetapi ternyata hanya terbuat dari bambu dan kardus sebagai pondasi utamanya sehingga tidak kokoh. Terakhir, Tugu Gajah Gresik dengan biaya Rp1 miliar tidak merepresentasikan bentuk gajah yang besar dan gagah.

Tugu Biawak Wonosobo menjadi bukti nyata bahwa untuk membangun ikon daerah tidak perlu menggunakan anggaran yang fantastis agar mendapatkan hasil yang maksimal. Cukup dengan nilai seni yang tinggi, tugu ini berhasil mendapatkan apresiasi dari seluruh masyarakat Indonesia. Ayo, berwisata ke Tugu Biawak di Wonosobo!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.