Kawan GNFI apakah pernah mendengar karakter fiksi Si Doel? Karakter utama yang muncul dari cerita Si Doel yang Anak Betawi, sinetron Si Doel Anak Betawi, hingga kemunculan di layar lebar Si Doel The Movie, telah mewarnai masa-masa nostalgia bagi yang mengikuti perjalanan Si Doel.
Hadirnya karakter Doel yang menemani Kawan GNFI ternyata lahir dari kisah seorang penulis hebat pada masanya, loh, Kawan GNFI. Mari kita kupas tuntas seluk beluk penulis cerita Si Doel Anak Betawi, yuk!
Baca Juga: Biografi Sunan Kalijaga, Sang Wali Songo yang Bijak dan Penuh Kearifan Budaya
Biografi Penulis Si Doel Anak Betawi
Namanya Aman Datuk Madjoindo, kerap dipanggil Aman. Lahir di Supayang, Solok, pada tahun 1896 dari keluarga petani sukses bernama Fa’at dan Rafi’ah. Sebagai lulusan Kweekschool (sekolah guru) Aman mengajar di Solok selama 3 tahun dan di Padang selama 6 tahun. Ia adalah seorang Minang tulen yang menetap cukup lama di Jakarta, tepatnya di daerah Jatinegara.
Setelah menjadi guru, Aman merantau ke Jakarta bersama istrinya. Selama beberapa bulan perantauannya di Jakarta tahun 1919, ia bekerja sebagai penjaga toko buku dan kuli bangunan di Tanjung Priok.
Pada tahun 1920, ia berlabuh ke Balai Pustaka dan mulai berkarier sebagai korektor, lalu menjadi ajudan redaktur dan redaktur penuh. Saat di redaksi bahasa Melayu, Aman bekerja bersama Tulis Sutan Sati, Sutan Muhammad Zein, dan Sutan Pamuntjak.
Saat itu di Balai Pustaka sedang gencar menerjemahkan buku anak berbahasa Belanda ke Bahasa Melayu. Aman ingin sekali bisa menerjemahkan buku-buku tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengikuti kursus Bahasa Belanda dan setelah lulus kursus ia di angkat sebagai redaktur.
Melalui proses inilah Aman mulai banyak menyadur, menerjemahkan, dan mengarang karya. Sampai akhir hayatnya, Aman berhasil menerbitkan lebih dari 20 buku selama kariernya sebagai penulis di Balai Pustaka.
Buku yang Melambungkan Namanya
12 tahun setelah ia berkarier di Balai Pustaka, tepatnya tahun 1932, buku cerita Si Doel Anak Betawi terbit. Buku ini telah cetak berulang-ulang kali dan menjadi karya masterpiece Aman.
Selama tiga tahun, Aman melakukan pengamatan dan menulis cerita yang terinspirasi dari kisah hidup seorang anak tetangganya yang bernama Doel. Aman begitu tertarik dengan anak tersebut yang selalu bersemangat, gemar mengaji, dan begitu patuh terhadap kedua orang tuanya.
Pada masa itu, orang Betawi umumnya lebih memilih memasukkan anak-anaknya ke pesantren atau pengajian dibanding di sekolah pemerintah. Hal ini dijadikan latar belakang cerita Si Doel Anak Betawi karangan Aman.
Tokoh utamanya seorang anak bernama Abdoel Hamid yang biasa dipanggil Doel. Ia punya cita-cita yang berbeda dengan kebanyakan anak Betawi pada umumnya: bersekolah dan pakai setelan seragam rapi. Keinginannya itu ditentang keras oleh engkongnya namun diam-diam didukung oleh ibunya. Engkongnya percaya bahwa sekolah umum itu bisa membawa anak jauh dari ajaran agama.
Pada masa kolonial, terdapat anggapan bahwa sekolah umum milik pemerintah kolonial merupakan upaya untuk menyebarkan agama Kristen di kalangan Masyarakat. Meskipun demikian, Doel tetap bertekad ingin sekolah dengan memakai kemeja, dasi, topi, dan sepatu yang baginya sangat Istimewa untuk dikenakan.
Sejak novel Aman terbit, cerita Si Doel begitu populer dan pada tahun 1973 mulai diadaptasi menjadi film oleh Sjuman Jaya. Kelanjutan cerita Si Doel saat dewasa juga dibuat menjadi sinetron yang tayang di TV dari tahun 1994 sampai tahun 2006.
Karya Aman dari Masa ke Masa
Tidak hanya buku Si Doel Anak Betawi, Aman juga menelurkan berbagai jenis buku seperti buku cerita anak, buku terjemahan, buku saduran, buku teka-teki, dan buku syair. Karya yang paling dominan yaitu buku cerita anak yang berjumlah 16 buku.
Hal tersebut menjadi pertanda bahwa Aman sebagai sastrawan merupakan sosok yang peduli dengan literasi bagi anak-anak. Pernyataan ini tercermin dari pengantar dalam salah satu buku karangannya tentang keinginan Aman menyajikan cerita-cerita yang baik untuk menghidupkan imajinasi anak-anak.
Pada masa awal kariernya di Balai Pustaka Aman berhasil menyadur dongeng terkenal berbahasa Belanda, yakni Schone Slaapster (Putri Tidur), lalu diterbitkan dengan judul Puteri Rimba Larangan (1926). Selain itu, Aman juga menyadur cerita dongeng khas Minangkabau, yaitu Kaba Si Palalok yang diterbitkan dengan judul Cerita Si Penidur (1928). Buku berbahasa Belanda lain karya Cornelis Johannes Kieviet juga diterjemahkan oleh Aman dengan judul Kembar Enam (1929).
Tahun 1930-an menjadi tahun-tahun produktif bagi Aman. Ia sukses membuat 4 buku dalam rentang waktu 8 tahun. Pada tahun-tahun inilah, Aman membuat cerita Si Doel Anak Betawi yang tetap dikenang sampai saat ini. Buku lainnya yang juga banyak mengalami cetak ulang yaitu buku Pak Janggut (1938) yang menghadirkan cerita jenaka bagi anak-anak dengan tokoh ikonik.
Baca Juga: Legenda Watu Gajah di Tuban Jawa Timur, Kisah Pasukan Gajah yang Membatu
Akhir Hayat dalam Gelap
Aman Datuk Madjoindo meninggal pada 6 Desember 1969 dalam kondisi tidak bisa melihat. Selama mengalami masalah pada matanya, ia tidak lagi membaca dan menulis.
Enam bulan sebelum berpulang, Aman menyempatkan diri untuk menghadiri pameran Apollo 11 yang diselenggarakan di Jakarta Fair 1969. Ia ingin menyaksikan suasana pendaratan luar angkasa Apollo 11. Setelah itu ia kembali ke Sirukam, Solok menggunakan kapal Ambulombo, kapal yang pernah membawa ia dan istrinya pergi ke tanah suci. Ia sengaja memilih kapal Ambulombo karena ingin mengenang masa perjalanan menunaikan ibadah haji.
Kini, Aman dimakamkan di samping rumahnya yang terletak di Jalan H. Aman Dt. Madjoindo No. 13 A, Gantiang, Sirukam Solok.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News