Sunan Kalijaga adalah Salah satu tokoh Wali Songo yang cukup ikonik dan popular yang memegang peran sentral dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15 hingga ke-16.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Walisongo yang memiliki metode dakwah yang unik dan inklusif, yaitu memadukan antara nilai-nilai Islam dengan nilai budaya lokal Jawa.
Tak hanya sebagai tokoh agama, Sunan Kalijaga dikenal sebagai budayawan dan seniman. Dalam dakwahnya, Sunan Kalijaga menggunakan wayang kuling, tembang Jawa, dan Gamelan.
Transformasi Kehidupan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir pada sekitar akhir abad ke-15 dengan nama Asli Raden Said. Beliau merupakan putra dari Tumenggung Wilatikta, seorang pemimpin Tuban yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Raden Said tumbuh dah berkembang dalam lingkungan kerajaan, yang membuat sosoknya dikenal sebagai pemuda yang pemberani, cerdas, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Beliau seringkali prihatin melihat ketimpangan dan penderitaan rakyat karena ketidakadilan. Situasi ini membawanya menjadi perampok yang dikenal sebagai “Brandal Lokajaya”, yang hasilkan digunakan untuk membantu masyarakat miskin.
Dalam perjalanan hidupnya, Raden Said pernah mencoba mencuri dari Sunan Bonang. Namun pada perjumpaan tersebut menjadi titik balik yang membawanya kepada transformasi spiritual.
Di suatu kisah, beliau harus menjalani ujian simbolis dengan duduk di pinggir sungai hingga menemukan kayu yang hanyut sebagai simbol pembersihan diri. Setelahnya, Raden Said berganti nama menjadi Sunan Kalijaga dan mulai berdakwah di sekitar Jawa.
Nama “Kalijaga” dipercaya diambil dari kisahnya tersebut yang ditafsirkan menjaga diri atau bertama di tepi kali untuk jangka waktu yang lama.
Perjalanan Dakwah Sang Wali Songo
Sunan Kalijaga memiliki gaya berdakwah dengan cara yang khas. Beliau memanfaatkan budaya lokal sebagai media dakwah. Beliau berpandangan bahwa kearifan lokal dapat disesuaikan agar sejalan dengan ajaran agama Islam.
Selama berdakwah, Sunan Kalijaga memiliki filosofi yang terkenal yaitu “Ngeli Tanpo Kelangan Aji”, yang artinya mengikuti arus tanpa harus kehilangan nilai. Filosofi tersebut membawa Sunan Kalijaga strategi dakwahnya dengan menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
Bentuk dakwah dengan budaya lokal yang digunakan oleh Sunan Kalijaga adalah penggunaan wayang kulit dalam menyebarkan ajaran agama islam. Ia menafsirkan ulang kisah-kisah pewayangan dengan mencampurkan pesan-pesan islam, seperti keesaan Tuhan, keadilan, dan pengorbanan.
Sunan Kalijaga juga melahirkan tembang Jawa yang bertafsirkan nilai-nilai Islam. Selain itu, beliau merancang busana Muslim khas Nusantara, seperti blangkon dan sarung. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat menerima ajaran Islam tanpa merasa asing dengan kearifan lokal mereka.
Peran Penting dalam Perkembangan Demak
Sunan Kalijaga memiliki peran penting dalam perkembangan Kesultanan Demak, salah satu kerajaan islam terbesar di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga dipercaya sebagai salah satu penasihat spiritual yang paling berpengaruh disana.
Sunan Kalijaga berkontribusi pada terciptanya struktur keagamaan dan pemerintahan yang berbasis nilai islam dan keragamaan budaya. Tak hanya itu, beliau terlibat pada pembangunan dan perancangan Masjid Agung Demak sebagai sebuah simbol akulturasi agama Islam dan Budaya Jawa.
Baca juga: Mengenal Masjid Agung Demak, Tempat Berkumpul Wali Songo pada Era Penyebaran Islam
Sunan Kalijaga menjadi penyeimbang politik kekuasaan disana. Beliau mendorong agar islam disebarkan dengan cinta damai, bukan kekerasan dan paksaan, sehingga pemimpin dapat menjadi teladan akhlak bagi rakyatnya.
Warisan Sunan Kalijaga
Meskipun tidak ada catatat sejarah yang konkrit, Sunan Kalijaga diperkirakan meninggal sekitar akhir abad ke-16 Masehi. Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu, Demak. Makamnya saat ini dijadikan tempat ziarah dan wisata religius yang ramai dikunjungi.
Baca juga: Berziarah ke Makam Sunan Kalijaga di Demak
Warisan terbesar yang dihadirkan oleh Sunan Kalijaga adalah model dakwah yang penuh damai tanpa menghilangkan kearifan lokal. Pendekatan ini mampu menjadikannya Islam diterima dengan baik yang menyatu dengan budaya masyarakat Jawa.
Pendekatan khas Sunan Kalijaga bertahan selama ratusan tahun dan menjadi akar dari yang kita kenal dengan Islam Nusantara. Islam Nusantara adalah wajah Islam yang hadir sebagai kekuatan agama dan budaya yang toleran, ramah, dan membumi di tengah keberagaman budaya Indonesia.
Pendekatan ini terbukti berhasil di daerah pesisir utara Jawa seperti Demak, Cirebon, dan Kudus, yang menjadi pusat perkembangan Islam di Pulau Jawa.
Tak hanya itu, Tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta adalah contoh lain dari warisan Sunan Kalijaga yang masih berlangsung hingga saat ini.
Sunan Kalijaga bukan hanya seorang tokoh penyebar agama Islam, tetapi telah menjadi tokoh revolusioner yang mengakulturasi nilai-nilai Islam dengan budaya lokal tanpa menimbulkan konflik kepentingan.
Sebagai bagian dari figur besar tokoh penyebar Islam di Jawa, yaitu Wali Songo, kontribusi Sunan Kalijaga sangat besar dalam membentuk karakter Islam di Indonesia yang damai, moderat, dan menghargai perbedaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News