sawah surjan kulon progo filosofi keseimbangan alam dan inovasi lokal - News | Good News From Indonesia 2025

Sawah Surjan Kulon Progo, Filosofi Keseimbangan Alam dan Inovasi Lokal

Sawah Surjan Kulon Progo, Filosofi Keseimbangan Alam dan Inovasi Lokal
images info

Kulon Progo, sebuah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, terkenal berkat kearifan lokal yang mewujud dalam sistem pertanian unik bernama "Sawah Surjan". Sawah Surjan Kulon Progo adalah inovasi luar biasa yang muncul dari tantangan ekologi ekstrem di daerah pesisir.

Dengan pola barisannya yang menyerupai kain lurik tradisional, sistem ini adalah bukti nyata harmoni antara manusia dan alam.

Bagaimana sawah ini mampu menjawab masalah ekologi dan menjadi inspirasi untuk kehidupan yang lebih selaras dengan lingkungan? Mari kita menyelami lebih dalam.

Apa itu Sawah Surjan Kulon Progo?

Sawah Surjan Kulon Progo adalah sistem pertanian adaptif yang didesain khusus untuk menghadapi kondisi alam yang sulit. Wilayah pesisir Kulon Progo didominasi oleh dataran fluviomarin, dengan karakteristik tanah yang sering tergenang air saat musim hujan dan kering bak pasir saat musim kemarau.

Sistem Sawah Surjan, yang mulai dikenal sekitar tahun 1950-an, memanfaatkan pola guludan (raised bed) dan tabukan (sunken bed). Guludan digunakan untuk tanaman kering seperti palawija, sementara tabukan cocok untuk padi sawah.

Lebih dari sekadar strategi bertani, Sawah Surjan membawa filosofi tentang keseimbangan. Pola garis-garisnya yang menyerupai kain lurik tradisional menyimbolkan harmoni antara tinggi dan rendah, manusia dan alam. Filosofi ini tercermin dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Kulon Progo.

Sejarah Singkat Sawah Surjan Kulon Progo

Sebelum mengenal sistem Surjan, masyarakat Kulon Progo mengandalkan pertanian tadah hujan dengan satu kali penanaman padi setiap tahun. Pada musim peralihan, sawah ditanami tanaman musiman dalam pola yang disebut "Sawah Marengan".

Istilah "Sawah Surjan" muncul pada era 1950-an, menggambarkan inovasi lokal yang lebih terstruktur untuk mengatasi masalah drainase buruk.

Menurut Susilawati dan Nursyamsi (2014), sistem ini pertama kali diadopsi oleh masyarakat Banjar, Bugis, dan Jawa sebagai cara bertahan hidup di lahan rawa. Di Kulon Progo, adaptasi lokal ini kemudian berkembang dengan penerapan teknologi modern seperti minimum tillage, penggunaan varietas unggul, dan teknik pemupukan yang efisien.

Keunggulan Ekologis dan Ekonomi Sawah Surjan Kulon Progo

Sawah Surjan menjadi solusi untuk mengatasi masalah ekologi, sekaligus menawarkan manfaat ekonomi yang signifikan. Sistem ini mendukung keberlanjutan melalui:

Efisiensi Lahan dan Produktivitas Tinggi

Dengan membagi lahan menjadi guludan dan tabukan, petani dapat menanam berbagai jenis tanaman dalam satu siklus tanam. Pola polikultur ini menghasilkan panen yang beragam, mulai dari padi hingga palawija, sehingga memperkecil risiko gagal panen.

Pengendalian Drainase Alami

Tabukan yang lebih rendah berfungsi sebagai area pengumpulan air saat musim hujan, mengurangi risiko banjir. Sebaliknya, guludan tetap kering sehingga cocok untuk tanaman hortikultura. Sistem ini secara alami mengatur keseimbangan air di lahan.

Ramah Lingkungan

Penelitian oleh Utami, Hermania, dan Purwanto (2023) menunjukkan bahwa Sawah Surjan menghasilkan emisi metana yang lebih rendah dibandingkan sawah konvensional. Diversitas tanaman juga membantu pengendalian hama secara alami tanpa memerlukan banyak pestisida.

Filosofi di Balik Pola Surjan

Nama "Surjan" berasal dari kain lurik tradisional yang sering dipakai sebagai pakaian adat pria Jawa. Pola garis-garisnya yang teratur mencerminkan keteraturan dan keselarasan. Dalam konteks pertanian, filosofi ini menjadi panduan dalam menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan lingkungan sosial.

Di Kulon Progo, petani melihat pola lurik ini sebagai pengingat bahwa setiap elemen kehidupan saling terkait. Bapak Ngaliman, seorang petani dari Desa Pleret, menggambarkan Sawah Surjan sebagai "barisan kehidupan" yang mengajarkan kesabaran dan ketekunan. Filosofi ini mengilhami masyarakat untuk hidup lebih adaptif terhadap tantangan alam.

Ancaman dan Masa Depan Sawah Surjan Kulon Progo

Meskipun memiliki banyak keunggulan, Sawah Surjan menghadapi tantangan besar. Urbanisasi yang pesat, seperti pembangunan bandara internasional di Kulon Progo, telah menyebabkan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, regenerasi petani yang lambat mengancam keberlanjutan praktik tradisional ini.

Namun, upaya untuk melestarikan Sawah Surjan tetap dilakukan. Film dokumenter "Selarik Surjan: Kisah Budaya Pangan" (2024) mengangkat pentingnya sistem ini sebagai warisan budaya dan solusi ekologis di tengah perubahan iklim.

Sawah Surjan Kulon Progo adalah bukti nyata bahwa harmoni antara manusia dan alam dapat dicapai melalui kearifan lokal. Sistem pertanian ini merupakan sebuah filosofi hidup yang menanamkan nilai-nilai keselarasan, kesabaran, dan keberlanjutan.

Melalui adaptasi cerdas terhadap tantangan ekologi, Sawah Surjan menawarkan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Dengan menghargai dan melestarikan tradisi ini, berarti memastikan keberlanjutan ekosistem untuk generasi mendatang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.