Raja Ampat merupakan salah satu daerah yang berada di Papua Barat. Terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang asal usul penamaan Raja Ampat tersebut.
Konon nama Raja Ampat diambil berdasarkan empat orang raja yang berasal dari dalam telur naga dulunya. Lantas bagaimana kisah lengkap dalam legenda tersebut?
Legenda Raja Ampat
Dilihat dari buku Wahyu Setyorini dan Tim Wong Indonesia Nulis yang berjudul 78 Legenda Ternama Indonesia, dikisahkan pada zaman dahulu di daerah Papua Barat terdapat sebuah desa yang bernama Wawiyai. Di desa itu hiduplah sepasang suami istri yang bernama Alyab dan Boki Deni.
Kedua pasangan suami istri ini tinggal di pinggiran Sungai Wawage. Sehari-hari mereka mencari kebutuhan di dalam hutan yang tidak jauh dari kediamannya.
Pada suatu hari, Alyab dan Boki Deni masuk ke dalam hutan seperti biasa. Setelah masuk cukup dalam, Alyab tiba-tiba melihat tujuh telur berukuran besar.
Alyab kemudian memanggil sang istri setelah melihat hal tersebut. Boku Deni kemudian langsung menghampiri sang suami.
Boku Deni terkejut melihat ketujuh telur tersebut. Dia bertanya apakah sang suami menemukan telur naga di tengah hutan.
Alyab kemudian juga berpikir demikian. Sebab telur yang dia temukan memiliki ukuran yang sangat besar dan tidak sama dengan umumnya.
Akhirnya pasangan suami istri ini memutuskan untuk membawa ketujuh telur itu pulang. Mereka berniat untuk memasak telur tersebut sebagai persediaan makanan mereka beberapa hari ke depan.
Sesampainya di rumah, Alyab langsung memasukkan telur tersebut ke dalam sebuah wadah. Di sisi lain, Boku Deni langsung mempersiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk memasak nantinya.
Ketika sedang menyiapkan bumbu masakan, tiba-tiba terdengar suara aneh dari sudut rumah. Alyab kemudian langsung mencari sumber suara tersebut.
Ternyata suara itu berasal dari wadah tempat dia menyimpan telur tersebut. Tiba-tiba lima dari tujuh telur menetas begitu saja.
Dari dalam telur itu muncul empat anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Satu telur lainnya mengeras seperti batu.
Sementara itu satu telur lainnya menguap dan langsung menghilang. Alyab tentu langsung terkejut melihat hal itu.
Dirinya kemudian kembali memanggil sang istri untuk mendekat. Boku Deni juga terkesima melihat kelima bayi mungil yang berbalut pakaian putih tersebut.
Dengan naluri keibuannya, Boku Deni langsung mengambil kelima bayi itu. Dia kemudian berkata bahwa bayi tersebut didatangkan dari kahyangan secara langsung.
Pasangan suami istri ini kemudian memutuskan untuk merawat kelima bayi itu. Apalagi mereka memang belum memiliki anak keturunan sama sekali.
Kelima bayi itu kemudian mereka beri nama Giwar, Tusan, Mustari, Kilimuri, dan Pin Tike. Alyab dan Boku Deni merawat kelima bayi tersebut seperti anak mereka sendiri.
Seiring berjalannya waktu, kelima bayi tersebut tumbuh menjadi pemuda dan pemudi yang pintar. Sayangnya pada suatu waktu, mereka bertengkar dan memutuskan untuk meninggalkan daerah Wawiyai.
Keempat anak laki-laki tersebut kemudian menjadi raja dan memiliki gelar Tun. Mereka masing-masing berkuasa di Pulau Waigeo, Misool Barat, Misool Timur, dan Salawati.
Di sisi lain, anak perempuan memilih untuk menetap di Pulau Numfor. Mereka kemudian menjalani hidup masing-masing.
Telur yang mengeras seperti batu sebelumnya diberi nama Kapatnai. Kelak batu ini juga dianggap selayaknya raja.
Masyarakat setempat membuatkan rumah untuk Telur Kapatnai tersebut di pinggiran Sungai Waigeo. Rumah tersebut kemudian dijaga oleh dua buah batu di pintu masuknya.
Setiap tahun batu tersebut dibasuh. Air sisa basuhannya kemdudian digunaakan untuk pembabtisan suku Kawe.
Selain itu, keempat raja tersebut kemudian diabadikan dengan nama Raja Ampat yang menjadi salah satu kabupaten yang ada di Papua Barat pada saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News