menjaga keseimbangan hak dan kewajiban dalam kredit bertanggung jawab - News | Good News From Indonesia 2025

Menjaga Keseimbangan Hak dan Kewajiban dalam Kredit Bertanggung Jawab

Menjaga Keseimbangan Hak dan Kewajiban dalam Kredit Bertanggung Jawab
images info

Dalam realitas sosial dan ekonomi kontemporer, keberadaan perjanjian kredit menjadi elemen yang lazim dalam aktivitas masyarakat. Baik perorangan maupun pelaku usaha kerap menjadikan fasilitas kredit sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan finansial yang bersifat konsumtif maupun produktif.

Kredit tidak hanya dimaknai sebagai hubungan hukum, tetapi juga sebagai refleksi kepercayaan antara pihak pemberi dan penerima pinjaman.

Walaupun menawarkan banyak manfaat, relasi kredit juga menyimpan potensi sengketa, khususnya ketika debitur mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran. 

Kegagalan tersebut, yang dalam hukum disebut wanprestasi, sering kali menjadi awal mula munculnya persoalan yang lebih kompleks. Dalam konteks ini, muncul kebutuhan untuk menyeimbangkan kepentingan kedua belah pihak secara proporsional.

Hak kreditur untuk memperoleh pelunasan harus tetap diakui. Namun, tidak boleh mengabaikan kondisi objektif debitur sebagai subjek hukum yang juga memiliki hak perlindungan.

Oleh karena itu, penyelesaian wanprestasi hendaknya tidak hanya berlandaskan pada legalitas formal, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan substantif dan kemanusiaan.

Kredit sebagai Hubungan Hukum dan Sosial

Dalam ranah hukum perdata, perjanjian kredit merupakan bentuk perikatan yang sah yang mengikat para pihak untuk saling memenuhi prestasi. Ketentuan ini secara eksplisit tercantum dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang memuat definisi dasar perjanjian sebagai sumber timbulnya kewajiban hukum.

Namun, hubungan kredit tidak dapat semata-mata direduksi menjadi kontrak tertulis semata, sebab dalam praktiknya terdapat dimensi sosial yang turut membentuk relasi tersebut.

Kreditur memutuskan memberikan fasilitas pinjaman bukan hanya karena legalitas dokumen, melainkan juga atas dasar kepercayaan terhadap itikad baik dan kapasitas debitur dalam memenuhi kewajibannya.

Pemutihan Utang untuk Petani dan Nelayan, Harapan Baru untuk Meringankan Kredit Macet

Di sisi lain, debitur memiliki tanggung jawab yang tidak hanya bersifat yuridis, tetapi juga moral, untuk memenuhi isi perjanjian secara tertib dan beritikad baik.

Ketika debitur mengalami wanprestasi, kondisi tersebut sering kali tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan akibat dari tekanan ekonomi, gangguan kesehatan, atau keadaan memaksa lainnya.

Meskipun hukum memberikan legitimasi kepada kreditur untuk menagih atau mengambil langkah hukum, tindakan tersebut harus tetap berada dalam koridor proporsionalitas dan mengedepankan prinsip keadilan.

Oleh karena itu, penyelesaian sengketa kredit semestinya tidak hanya berorientasi pada kepentingan hukum formal. Namun, juga mempertimbangkan perlindungan terhadap pihak yang lebih rentan secara sosial dan ekonomi.

Perlunya Prinsip Kredit Bertanggung Jawab

Pendekatan kredit yang bertanggung jawab menitikberatkan pada keseimbangan antara hak kreditur dan kondisi nyata yang dihadapi debitur dalam menjalankan kewajibannya.

Prinsip ini mengedepankan transparansi dalam proses pemberian kredit serta menuntut akuntabilitas yang tinggi dari pihak pemberi pinjaman. Kehati-hatian dalam menilai dan mengelola risiko kredit menjadi hal penting untuk mencegah kegagalan pembayaran yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Kreditur seyogianya tidak hanya memandang debitur sebagai objek hukum, melainkan sebagai individu dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang beragam.

Sebaliknya, debitur harus menyadari bahwa menerima fasilitas kredit berarti juga mengemban tanggung jawab untuk menggunakan dana secara bijaksana. Pemanfaatan kredit semata untuk konsumsi tanpa perencanaan yang matang dalam pelunasan dapat dikategorikan sebagai bentuk ketidakbertanggungjawaban yang serius.

Demikian pula, penagihan yang dilakukan secara sepihak dan tidak mempertimbangkan kondisi debitur dapat menimbulkan dampak sosial negatif.

Oleh sebab itu, pelaksanaan kredit yang sehat harus didasarkan pada komitmen bersama agar hak dan kewajiban kedua pihak dapat terpenuhi secara adil dan proporsional.

Peran Negara dan Lembaga Keuangan

Negara memegang peran strategis dalam menjaga keseimbangan kepentingan antara kreditur dan debitur dalam hubungan pembiayaan. Peraturan mengenai eksekusi jaminan melalui mekanisme pengadilan menjadi instrumen penting dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan kreditur.

Pembatasan terhadap praktik penagihan oleh pihak ketiga atau debt collector juga merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap debitur yang rentan.

Cerita Awal Mula Orang Tasikmalaya Terkenal sebagai Tukang Kredit di Ibu Kota

Selain itu, keberadaan lembaga mediasi dan arbitrase perlu diperkuat agar sengketa kredit dapat diselesaikan secara adil dan efisien. 

Di sisi lain, lembaga keuangan wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dengan menilai kemampuan dan rekam jejak debitur secara objektif, bukan sekadar mengejar keuntungan dari bunga.

Penerapan sistem fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pun harus dilaksanakan dengan memperhatikan prosedur hukum secara ketat.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 secara eksplisit menegaskan bahwa kreditur tidak dapat mengeksekusi objek fidusia secara sepihak apabila tidak ada kesepakatan dari debitur atau putusan pengadilan.

Dengan demikian, perlindungan hukum bagi kedua belah pihak dapat berjalan beriringan dengan kepastian hukum dan rasa keadilan yang proporsional.

Alternatif Penyelesaian, Litigasi sampai dengan Restoratif

Penyelesaian sengketa kredit tidak selalu harus ditempuh melalui jalur litigasi di pengadilan. Alternatif penyelesaian seperti musyawarah, negosiasi, atau mediasi kerap kali memberikan hasil yang lebih konstruktif dan mengedepankan keadilan.

Dalam beberapa kasus, pendekatan yang restoratif juga dapat menjadi sarana pemulihan hubungan antara kreditur dan debitur secara lebih manusiawi.

Sebagai contoh, debitur yang mengalami gagal bayar karena terkena pemutusan hubungan kerja atau menderita sakit berat patut dipertimbangkan untuk menerima skema restrukturisasi. 

Penjadwalan ulang kewajiban pembayaran dapat menjadi solusi pragmatis yang tetap menjaga prinsip tanggung jawab. Pendekatan ini juga mencerminkan adanya empati dalam sistem pembiayaan, sekaligus menghindarkan para pihak dari biaya transaksi yang tinggi akibat proses hukum.

Dari sudut pandang kreditur, penyelesaian damai menawarkan peluang yang lebih besar untuk pemulihan dana pinjaman dibandingkan jalur hukum yang berisiko memakan waktu dan biaya besar.

Oleh karena itu, mekanisme non-litigasi layak diperkuat sebagai bagian integral dari kebijakan penyelesaian sengketa yang adil dan berkelanjutan.

Menjaga Iklim Ekonomi dan Keadilan Sosial

Upaya mendorong praktik kredit yang adil tidak hanya berkaitan dengan ranah hukum privat, melainkan juga berimplikasi pada stabilitas ekonomi dan keadilan sosial yang lebih luas.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, akses terhadap pembiayaan menjadi instrumen penting bagi individu dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk bertahan dan berkembang.

Namun, jika penagihan dilakukan secara represif tanpa mempertimbangkan kondisi sosial debitur, dampaknya bisa meluas dan menciptakan rasa takut yang kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, absennya perlindungan hukum bagi kreditur atau sikap pasif dalam menegakkan hak-haknya juga berisiko menurunkan kepercayaan terhadap sistem keuangan. 

Oleh karena itu, keseimbangan perlu dibangun agar relasi antara kreditur dan debitur tidak timpang. Penghormatan terhadap hak kreditur harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap debitur, khususnya yang berada dalam posisi ekonomi lemah.

Prinsip kemanusiaan dan proporsionalitas perlu menjadi fondasi dalam praktik pemberian maupun penagihan kredit. Dengan demikian, sistem pembiayaan nasional dapat berkembang secara inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.