Salah Asuhan merupakan buku yang ditulis oleh Abdoel Moeis dan diterbitkan pertama kali di Balai Pustaka pada tahun 1928. Novel ini mempunyai tema yang cukup unik pada zamannya. Berkisah tentang inta segitiga pada tokoh Hanafi, Corrie, dan Rapiah, serta konflik anak terhadap ibunya, Mariam.
Awal mula konflik ini terjadi karena waktu Hanafi bersekolah di HBS dan bertemu dengan Corrie. Wanita berumur sembilan belas tahun tersebut memiliki paras yang cantik, sehingga dikelilingi oleh banyak lelaki.
Kedekatan Hanafi dengan Corrie bermula karena mereka satu sekolah dan sering bersama. Dari situlah awal mula Hanafi jatuh cinta kepada wanita bangsa Eropa itu.
Corrie yang mengetahui bahwa Hanafi jatuh cinta dengannya ia sempat ragu karena perbedaan bangsa. Sebab, Hanafi dari bangsa Timur dan Corrie bangsa Barat.
"Ibu orang kampung dan perasaan Ibu kampung semua," (Salah Asuhan:1928).
Tertarik Sejarah? Ini Rekomendasi Novel Fiksi yang Berlatar Peristiwa Nyata di Indonesia
Ketika Hanafi pulang ke Solok, ia membuat sedih di hati sang Ibu karena pemikirannya yang meremehkan 'orang dari kampung. Di mana ia merasa karena sudah tinggal di lingkungan HSB, menjadikannya merasa bagian dari orang barat. Mereka sering bertengkar karena ini.
Pada suatu hari, Hanafi dijodohkan dengan Rapiah, seorang wanita Minangkabau yang dibesarkan dalam tradisi. Hanafi menolak perjodohan itu karena ia tidak mencintai gadis tersebut. Lagi lagi, juga memandang Rapiah sebagai wanita kelas sosial bawah, tidak seperti Corrie. Padahal Rapiah merupakan wanita berpendidikan dan dari keluarga kelas sosial atas.
Adapun ibunya sendiri, menikahkan Hanafi dengan Rapiah karena ingin membalas budi keluarganya. Mariam mempunyai hutang kepada keluarga Rapiah.
Di balik kesombongan Hanafi yang bersekolah di HBS, ia tidak tahu bahwa biaya pendidikannya selama ini dibayarkan oleh keluarga Rapiah. Mariam yang sangat menyayangi putranya, merelakan Hanafi untuk menempuh pendidikan di HBS agar menaikkan derajat keluarganya.
Selama menikah dengan Rapiah, Hanafi makin menjadi-jadi. Ia selalu berkonflik dengan ibunya dan istrinya karena mempermasalahkan adat istiadat dari Minangkabau dan meninggikan nilai-nilai modern Barat yang diperolehnya saat ia berpendidikan di HBS.
"Ibu.. ampuni.. akan dosa.. ku.. Syafei pelihara.. baik-baik. Jangan.. diturutnya.. jejakku.." Lalu Hanafi memandang dengan sedih kepada sang ibunya, berkata, "Lailaha illallah. Muhammad dar Rasulullah!" (Salah Asuhan:1928)
Pada akhirnya, Hanafi menyesali perbuatannya selama ia hidup. Sayangnya, penyesalan itu datang terlambat. Nah, Kawan GNFI, ini menjadi pelajaran bahwa kita harus bertindak bijak dan menghargai orang-orang terdekat selagi ada kesempatan.
Dilan dalam Sekuel Novel 'Dilan', Ini Dia Kisah Cintanya dan Akhir yang Tak Terduga
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News