Perkembangan zaman yang didominasi digital membawa dampak nyata yang tidak dapat dihindari. Dunia pendidikan pun tak luput dari pengaruh era digital. Minat siswa untuk membaca buku telah berubah karena adanya gawai.
Kemudahan akses internet memang memudahkan siswa untuk mendapatkan informasi dan pelajaran, namun juga memiliki dampak negatif. Siswa lebih memilih untuk mencari informasi di internet daripada membaca buku karena lebih cepat dan mudah digunakan daripada buku cetak. Oleh karena itu, minat siswa untuk membaca buku semakin menurun.
Informasi di dalam internet yang ringkas dianggap lebih mudah dipahami. Siswa terbiasa membaca teks pendek, sehingga cepat bosan dengan teks yang panjang seperti buku pelajaran.
Menurut data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), minat baca merupakan masalah terbesar yang masih dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Survei yang dilakukan oleh GoodStats pada bulan Januari hingga Februari 2025 mengungkapkan fakta yang lebih mengejutkan lagi.
Dari lima orang yang berpartisipasi dalam survei tersebut, hanya satu orang yang membaca buku secara teratur. Sebanyak 15,4% responden tidak membaca buku sama sekali, dan 17% membacanya hanya sesekali. UNESCO menyatakan bahwa hanya 0,001% orang Indonesia yang gemar membaca buku, atau satu dari setiap seribu orang.
Rendahnya tingkat minat baca ini berdampak pula pada dunia pendidikan. Literasi sangat dibutuhkan di semua jenjang pendidikan, terutama bagi siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang sedang dalam tahap penyesuaian diri dan pembentukan karakter.
Pada tahap ini, kemampuan membaca dan menulis siswa sangat penting untuk kemajuan akademik, kognitif, dan sosial mereka. Menurunnya minat baca dapat mempengaruhi pemikiran kritis, penguasaan kosakata, dan pemahaman konsep pembelajaran.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan metode yang inovatif dan praktis yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 23 tahun 2015 mencanangkan gerakan literasi sekolah (GLS) untuk meningkatkan minat baca siswa. Pemerintah mendirikan pojok baca untuk meningkatkan budaya membaca di sekolah.
Pojok baca adalah area khusus di ruang kelas atau area umum sekolah yang didesain menarik dan nyaman serta dilengkapi dengan berbagai bahan bacaan. Pojok baca berbeda dengan perpustakaan. Menurut Rofiudin dan Herminotoyo (dalam Lailanur, 2024). Sudut Baca merupakan bagian dari ruang kelas dan digunakan oleh siswa.
Siswa memiliki kebebasan untuk memilih buku yang ingin mereka baca di antara koleksi yang dipajang. Pojok Baca memberi akses yang lebih mudah untuk meminjam buku karena aturan peminjaman buku dapat disesuaikan dengan kesepakatan kelas, bukan dengan aturan peminjaman di perpustakaan.
Dalam pengimplementasiannya guru memberikan waktu 15 menit kepada siswa untuk membaca buku dan menulis ringkasan dari apa yang telah dibaca ke dalam jurnal literasi.
Pengadaan pojok baca ini telah menunjukkan hasil yang signifikan pada kenaikan minat baca siswa di tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Berikut adalah beberapa survei dan observasi telah dilakukan untuk membuktikan tingkat efektivitas keberadaan pojok baca sebagai upaya meningkatkan minat baca siswa:
- Pada tahun 2023, SMP Negeri 7 Kota Serang melakukan penelitian tentang efektivitas program pojok baca yang menunjukkan hasil yang memuaskan. Setelah adanya program pojok baca, nilai siswa meningkat 2 persen dibandingkan periode sebelumnya. Siswa lebih percaya diri dengan nilai mereka, senang membaca buku, dan mampu mengenali berbagai jenis buku. Mereka juga menyambut pojok baca dengan antusias, gembira dan termotivasi karena mereka memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan buku-buku di sana.
- Di SMP PGRI 9 Banjarmasin, program Pojok Baca ini dapat meningkatkan minat siswa untuk membaca buku pelajaran dan non pelajaran. Para siswa sangat antusias untuk membaca dan sering mengunjungi pojok baca. Siswa juga belajar merangkum, menarik kesimpulan, dan menganalisis literatur yang mereka baca. Dengan membangun rutinitas ini, siswa menjadi lebih aktif dalam belajar, terutama dalam membaca dan menulis. Siswa memperoleh pengetahuan yang lebih luas, seperti pengetahuan umum dan kosakata yang lebih banyak. Dengan membacakan kesimpulan dari buku yang telah mereka baca, siswa juga dilatih untuk lebih percaya diri berbicara di depan kelas.
Siswa menjadi lebih tertarik untuk membaca setelah dimulainya program pojok baca. Hal ini tidak hanya berdampak pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga pada aspek kognitif dan sosial siswa.
Kemampuan berpikir dan empati siswa meningkat dengan membaca buku, terutama buku fiksi dan buku pengembangan diri. Keterampilan sosial dan belajar murid berkembang seiring dengan meningkatnya minat baca mereka. Hal ini jelas merupakan hasil dari program pojok baca yang mendorong minat baca.
Program pojok baca pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terbukti mampu membantu meningkatkan tingkat minat baca siswa. Peningkatan ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam prestasi anak, dilihat dari survei yang menunjukkan kenaikan angka nilai rapor literasi siswa setelah diadakannya program pojok baca ini.
Pojok baca dapat merangsang antusiasme siswa dalam membaca dan juga memotivasi mereka untuk lebih mengenal buku yang beragam. Selain dalam pengetahuan, pojok baca juga membantu meningkatkan kemampuan anak dalam menulis dan berbicara dengan kegiatan merangkum dan mempresentasikan hasil rangkuman di depan kelas.
Adanya pojok baca ini dapat menjadi satu langkah kecil yang akan memberi dampak besar pada tingkat minat baca masyarakat Indonesia yang sebelumnya sangat rendah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News