Tahun 2025 menjadi penanda perubahan dunia wisata kuliner. Wisatawan tak lagi hanya mencari rasa enak, tapi juga pengalaman yang bermakna dan ramah lingkungan. Banyak beredar di unggahan media sosial, aneka ragam kuliner dan tempat makan hidden gem yang menarik.
Dari makanan tradisional, street food, hingga café modern berkonsep farm to table, berikut tren wisata kuliner di Kota Batu yang wajib Kawan coba tahun ini!
Street Food Lokal Naik Kelas
Ketan bubuk dan ketan kicir adalah jajanan tradisional yang banyak ditemui di Jawa Timur sebagai kudapan untuk menemani segelas kopi atau teh.
Ketan bubuk berupa beras ketan kukus dengan taburan bubuk kedelai gurih, sementara ketan kicir diberi pugasan kelapa parut dan sirup gula merah.
Semenjak Batu belum berkembang menjadi kota wisata, udara malam yang dingin, pemandangan bapak-bapak warga Batu duduk berbincang di warung ketan adalah pemandangan yang umum. Sekarang, makanan tradisional ini sudah bertransformasi menjadi jajanan kekinian.
Salah satunya di Pos ketan Legenda – 1967, alih-alih bubuk kedelai, ketan disajikan dengan berbagai topping. Terhitung lebih dari 15 topping menjadi pilihan wisatawan, mulai dari susu kental manis, keju, meses, durian, dan banyak lagi.
Dengan inovasi ini, ketan tidak lagi hanya dinikmati generasi tua. Wisatawan muda yang berkunjung ke Kota Batu pun ikut berburu jajanan lokal yang ditingkatkan ini.
Mencicipi Kuliner Tersembunyi di Gang-gang Jatinegara | GNFI Jalan-Jalan
Sego Empog Wakini, Warung with A View
Jika ditanya tentang kuliner khas Batu, rata-rata menjawab ‘bakso’. Tak heran memang, mengingat banyaknya warung bakso yang terkenal, bahkan bakso abang-abang yang didorong di gerobak pun hampir pasti enak.
Yang jarang orang tahu, sego empog (nasi jagung) menjadi pilihan sarapan favorit di Kota Batu. Ada yang khas dari sego empog di Batu dibandingkan daerah lain, yaitu siraman Jangan Pedes – sayur bersantan dengan isian tempe, tahu, tempe kacang, dan ikan asin.
Banyak warung yang ramai pelanggan, tapi belum ada yang mengalahkan pengalaman kuliner di Sego Empog Wakini.
Jalan menuju Sego Empog Wakini melewati lembah, sungai, dan perkebunan warga yang menghampar di kanan kiri. Melalui jalur mobil yang cukup sempit, wisatawan ‘dipaksa’ menikmati pemandangan indah sebelum mencapai ke warung di samping perkebunan jeruk itu. Sambil makan, pengunjung bisa melihat pemandangan Gunung Arjuno di kejauhan.
Farm to Table Experience di Imajimu
Konsep Farm to Table menjadi populer di tengah masyarakat yang mulai menumbuhkan kesadaran akan kesehatan dan keberlangsungan.
Konsep ini mementingkan dari mana makanan berasal. Sebab, semakin pendek perjalanan bahan makanan dari pertanian sampai ke piring kita, semakin sedikit pula bahan kimia dan energi yang digunakan. Sehingga, makanan yang kita konsumsi lebih sehat dan ramah lingkungan.
Salah satu tempat makan unik yang menerapkan konsep farm-to-table adalah Imajimu. Meski tampil dengan interior unik bertema luar angkasa, bahan makanan yang disajikan di sini justru berasal dari rumah kaca yang terletak di halamannya.
Kawan GNFI bisa langsung menyambangi greenhouse tersebut untuk melihat sendiri bagaimana sayuran dan buah-buahan ditanam—bahan segar. Kemudian, diolah menjadi hidangan seperti sandwich, salad, hingga strawberry milkshake.
Menyesap Herbal Tea & Tisane di Rumah Kayu Aro
Salah satu kata kunci tren wisata kuliner 2025 adalah sehat. Di tengah maraknya kedai kopi kekinian dan minuman boba, Rumah Kayu Aro menjadi satu-satunya tea house di Kota Batu.
Lokasinya agak tersembunyi dari jalan utama, beberapa ratus meter dari Museum Angkut, kedai teh ini menawarkan suasana yang tenang.
Rumah Kayu Aro menyuguhkan berbagai jenis teh, mulai dari bunga kering, buah-buahan, aneka daun teh hingga rempah-rempah.
Kedai ini juga menyediakan makanan berat dari nasi, ramen, hingga pizza. Menu andalannya tentu saja tea pot dengan beragam racikan yang sudah teruji enaknya. Jika memesan menu ini, pengunjung boleh meminta refill satu kali seduh.
Mengenal 5 Ragam Kuliner Khas Dayak yang Wajib Dicoba
Wisata Rasa Berbasis Cerita, Ladu, Camilan Legendaris Kota Batu
Pengalaman kuliner yang dibingkai dengan storytelling banyak dicari kreator konten dan wisatawan. Di Batu yang terkenal dengan Apel, banyak wisatawan masih mencari oleh-oleh yang itu-itu saja. Padahal ada jajanan legendaris yang layak menjadi oleh-oleh dan menyimpan cerita menarik.
Ladu adalah kudapan berbasis beras ketan dan gula pasir, terksturnya renyah, rasanya manis legit. Dulunya, Ladu menjadi suguhan di rumah-rumah saat lebaran Idul Fitri. Camilan ini berbentuk menggembung menyerupai krupuk kulit dengan diameter sekitar 5cm.
Menariknya, nama ladu diperoleh dari langgeng seduluran (persaudaraan yang abadi), memiliki makna penyambung silaturahmi.
Menurut Didik Hariono, warga asli Kota Batu, bentuk ladu zaman dulu jauh berbeda. "Dulu ladu dibuat dalam ukuran besar, berbentuk tabung sekitar 10 x 30 cm. Sensasinya unik, karena kita harus mematahkannya sebelum dimakan. Karena besar, ladu bisa dinikmati bersama-sama,” kenangnya.
Kini, hanya tersisa dua industri rumahan di Desa Gunungsari, Kota Batu, yang masih memproduksi ladu secara tradisional. Proses pembuatannya cukup panjang, bisa memakan waktu hingga empat hari.
Dimulai dari merendam beras ketan, menumbuknya hingga menjadi tepung, mencetak dan menjemur adonan, hingga memanggangnya dalam oven. Karena proses yang panjang dan menurunnya minat pasar, jumlah pengrajin ladu kian langka.
Ladu bukan sekadar makanan ringan, tapi juga warisan budaya kuliner yang patut dilestarikan. Jika Kawan berkunjung ke Batu, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi cita rasa autentik yang hampir terlupakan ini.
Di tengah pesona keindahan alam dan kesejukan Kota Batu, khazanah kulinernya memberi pengalaman dan kisah yang berkesan. Jadi, sudah siap menjelajah cita rasa baru di Kota Batu tahun ini?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News